Dari Negeri Paman Sam, panasnya tensi perang dagang juga mempengaruhi Wall Street secara signifikan. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi hingga 2,34%. Sedangkan S&P 500 turun 2,2% dan Nasdaq anjlok 2,3%. Selama sepekan kemarin, DJIA melemah 0,7%, S&P 500 terkoreksi 1,4%, dan Nasdaq berkurang 2,1%.
Selain AS dan China yang masih 'berbalas pantun' dalam perang dagang, sentimen negatif lainnya datang dari data ketenagakerjaan AS yang tidak sesuai ekspektasi. Angka pengangguran Maret tercatat 4,1%, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Pencapaian tersebut di bawah konsensus pasar yang memperkirakan angka pengangguran Maret turun ke 4%.
Data penciptaan lapangan kerja baru juga mengecewakan. Bulan lalu, perekonomian Negeri Paman Sam menciptakan 103.000 lapangan kerja baru, di bawah konsensus pasar yang sebesar 193.000.
Adanya anomali cuaca di AS, di mana udara dingin masih bertiup pada Maret, membuat penciptaan lapangan kerja menjadi terbatas dan angka pengangguran sulit turun. Biasanya saat perayaan Hari St Patrick pada 17 Maret merupakan pertanda masuk musim semi. Namun tahun ini, perayaan tersebut terpaksa dilakukan di tengah udara dingin yang cukup ekstrem.
Meski data angka pengangguran dan penciptaan lapangan kerja kurang memuaskan, tetapi pertumbuhan gaji di AS pada Maret lebih baik ketimbang bulan sebelumnya. Pada Maret, penghasilan per jam rata-rata naik 0,3% secara
month-to-month (MtM) atau 2,7% secara
year-on-year (YoY). Capaian itu lebih tinggi dari peningkatan bulan sebelumnya yaitu 0,1% MtM atau 2,6% YoY.
Di satu sisi, hal ini menjadi catatan positif yaitu sinyal pemulihan konsumsi masyarakat. Namun di sisi lain perlu diwaspadai karena peningkatan upah yang pesat akan mengindikasikan laju inflasi yang lebih cepat dari perkiraan. Ujungnya adalah ada kemungkinan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara lebih agresif.
Apalagi Presiden Federal Reserve Chicago Charles Evans, salah satu anggota Dewan Gubernur yang dikenal paling
dovish, optimistis inflasi AS akan mencapai target 2% sehingga cocok dengan kenaikan suku bunga secara bertahap.
"Kebijakan fiskal telah jauh lebih suportif terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, kebutuhan akan kebijakan moneter yang akomodatif lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Kenaikan suku bunga yang bertahap dan perlahan akan sesuai agar kita dapat menuju situasi di mana kebijakan moneter tidak lagi menyediakan dorongan bagi ekonomi," tegas Evans, seperti dikutip dari
Reuters. Untuk perdagangan hari ini, sentimen negatif akan datang dari Wall Street yang terkoreksi cukup dalam pada perdagangan akhir pekan lalu. Biasanya koreksi maupun laju Wall Street akan memberi warna pada perdagangan di Benua Kuning.
Isu perang dagang juga masih perlu mendapat perhatian. Kudlow lagi-lagi mencoba menenangkan pasar.
Mengutip
CNBC, Kudlow mengakui bahwa negosiasi soal tarif bea masuk dengan China memang belum menemui kesimpulan. Namun, dia menegaskan bahwa sejauh ini belum ada perang dagang antara AS dengan China.
"Ini bukan perang dagang. Apa yang terjadi merupakan pendekatan emosional yang masih moderat, tetapi bukan perang dagang," tegasnya.
Namun, Kudlow mengakui bahwa dirinya kecewa dengan China. Pasalnya, AS sering mengeluhkan mengenai hak cipta tetapi justru dibalas oleh China dengan kebijakan proteksionistik.
"Respons China terhadap keluhan kami memang kurang memuaskan. Tidak ada rahasia di sini, mereka menerapkan batasan perdagangan dan tarif yang tinggi. Mereka harus berhenti mencuri kekayaan intelektual," jelas Kusdlow.
Sampai saat ini belum ada 'pantun' balasan dari China. Bila Beijing kembali membalas sampai urat leher keluar, maka investor akan kembali grogi dan memilih bermain aman. Aset-aset berisiko seperti saham akan ditinggalkan, dan IHSG bisa terkoreksi lagi.
Perkembangan harga minyak juga kemungkinan belum bisa memberi dorongan bagi penguatan IHSG. Akibat sentimen perang dagang, harga si emas hitam ikut tertekan. Koreksi harga minyak akan menjadi sentimen negatif bagi emiten migas dan pertambangan, dan bisa ikut menekan IHSG secara keseluruhan.
Namun, ada peluang harga minyak bisa
rebound karena beberapa faktor. Pertama adalah Arab Saudi menaikkan harga jual minyaknya sebesar US$ 10 sen/barel. Kenaikan harga minyak Arab Saudi akan mempengaruhi harga minyak dunia karena status Negeri Padang Pasir sebagai salah satu eksportir minyak utama.
Kedua adalah munculnya klaim pemberontak Suriah atas serangan kimia yang dilakukan oleh rezim Bashar Assad berpeluang mengundang campur tangan militer AS secara sepihak ke wilayah konflik tersebut. Intervensi AS akan membuat krisis kian meruncing karena Rusia jauh-jauh hari telah mengancam akan membalas serangan NATO yang mengancam posisi pasukannya di Suriah.
Serangan AS juga bisa memicu aksi balasan oleh kubu pendukung pemerintahan Bashar seperti Hizbullah, sehingga meningkatkan eskalasi krisis dan mengancam pasokan minyak dunia. Akibatnya, harga energi utama dunia tersebut berpeluang naik dalam jangka pendek karena faktor psikologis.
Bila faktor-faktor tersebut mampu mendongkrak harga minyak, maka akan menjadi dorongan penguatan IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan memperoleh angin segar.
Sementara kabar dari emiten di bursa juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Sebanyak 280 emiten atau 60,34% mencatatkan kenaikan laba bersih sepanjang 2017 dibandingkan 2016. Masih ada sekitar 100 emiten yang belum menyampaikan laporan keuangan 2017 sehingga jumlah perusahaan yang mengalami pertumbuhan laba bersih bisa bertambah.
Total nilai aset 464 emiten yang sudah menyampaikan laporan keuangan mengalami kenaikan 11,11% menjadi Rp 10.064 triliun dari Rp 9.057 triliun pada 2016. Sedangkan total ekuitas naik 12,45% menjadi Rp 2.869 triliun dari Rp 2.551 triliun, total pendapatan naik 13,03% menjadi Rp 3.134 triliun dari Rp 2.772 triliun, dan total laba bersih naik 22% menjadi Rp 347 triliun dari Rp 284 triliun.
Kinerja emiten yang cukup solid ini bisa menjadi pemanis yang menarik minat investor. Apalagi sejak awal tahun IHSG sudah terkoreksi 2,84% sehingga harga aset menjadi lebih terjangkau dan siap untuk diborong. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- IPO GHON (09:00 WIB).
- Presiden Joko Widodo dan para pejabat negara mengadakan rapat terbatas membahas persiapan anggaran 2019 (14:00 WIB). Dilanjutkan dengan Sidang Kabinet Paripurna membahas hal yang sama (16:00 WIB).
- Rilis data Indeks Penjualan Ritel Indonesia periode Februari (15:00 WIB).
- Rilis data transaksi berjalan Jepang periode Februari (07.00).
- Rilis data kepercayaan konsumen Jepang periode Maret (12.00).
- Rilis cadangan devisa Singapura periode Maret (16:00).
- Rilis data ekspektasi inflasi konsumen AS Maret (22:00).
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama:
Indeks | Close | % Change | % YTD |
IHSG | 6,175.05 | (0.13) | (2.84) |
LQ45 | 1,007.59 | (0.09) | (6.65) |
Dow Jones | 23,932.76 | (2.34) | (3.18) |
CSI300 | 3,855.15 | (0.19) | (4.36) |
Hang Seng | 29,844.94 | 1.11 | (0.25) |
NIKKEI | 21,567.52 | (0.36) | (5.26) |
Strait Times | 3,442.50 | 1.08 | 1.16 |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,771 | 0.03 | 3.65 |
EUR/USD | 1.23 | 0.35 | 15.94 |
GBP/USD | 1.41 | 0.64 | 13.54 |
USD/CHF | 0.96 | (0.44) | (4.90) |
USD/CAD | 1.28 | 0.27 | (4.08) |
USD/JPY | 106.91 | (0.43) | (3.62) |
AUD/USD | 0.77 | (0.12) | 2.33 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak WTI (USD/barel) | 61.95 | (0.18) | 16.71 |
Minyak Brent (USD/barel) | 67.03 | (0.12) | 19.74 |
Emas (USD/troy ons) | 1,332.89 | 0.51 | 6.27 |
CPO (MYR/ton) | 2,479.00 | 1.52 | (12.46) |
Batu bara (USD/ton) | 93.00 | (0.29) | 7.20 |
Tembaga (USD/pound) | 3.05 | (0.51) | 17.37 |
Nikel (USD/ton) | 13,220.00 | (0.40) | 30.66 |
Timah (USD/ton) | 21,050.00 | 0.00 | 3.82 |
Karet (JPY/kg) | 172.40 | 1.53 | (41.10) |
Kakao (USD/ton) | 2,453.00 | (2.19) | 25.47 |
Berikut perkembangan imbal hasil (
yield) Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 5.97 |
10Y | 6.60 |
15Y | 6.84 |
20Y | 7.26 |
30Y | 7.47 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY) | 5.07% |
Inflasi (Maret 2018 YoY) | 3.4% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2.19% PDB |
Transaksi berjalan (2017) | -1.7% PDB |
Neraca pembayaran (2017) | US$ 11.6 miliar |
Cadangan devisa (Maret 2017) | US$ 126 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA