Internasional
Trump Akan Umumkan Impor dari China yang Ditarget Bea Masuk
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
02 April 2018 15:07

Washington, CNBC Indonesia - Pekan ini, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengumumkan daftar barang impor China yang akan menjadi target bea masuk baru AS. Pengenaan tarif itu ditujukan untuk menghukum Beijing atas kebijakan alih teknologinya.
Tindakan penetapan tarif tersebut diperkirakan akan meningkatkan ketegangan perdagangan antara kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu.
Daftar impor tahunan senilai antara US$50 miliar (Rp 687,5 triliun) hingga $60 miliar tersebut diprediksi akan menargetkan "sebagian besar produk teknologi tinggi", dan kemungkinan hanya tersisa waktu lebih dari dua bulan sebelum tarif tersebut diberlakukan, kata pihak pemerintah sebagaimana dilaporkan Reuters.
Kantor Perwakilan Dagang AS (U.S. Trade Representative/USTR) harus mengungkap daftar produk tersebut pada hari Jumat (6/4/2018) berdasarkan aturan tarif dagang China yang ditandatangani Trump pada tanggal 22 Maret lalu.
Tarif itu bertujuan untuk memaksa adanya perubahan kebijakan pemerintah China yang disebut USTR mengakibatkan transfer kekayaan intelektual AS ke perusahaan China secara tidak menguntungkan.
Investigasi bertajuk "Pasal 301" yang dilakukan badan tersebut menduga China secara sistematis berusaha untuk menyalahgunakan kekayaan intelektual AS melalui persyaratan perusahaan gabungan (joint venture), peraturan lisensi teknologi yang tidak adil, pembelian perusahaan teknologi AS dengan pendanaan negara, dan pencurian secara terang-terangan.
China telah menyangkal aturan hukumnya mewajibkan transfer teknologi, serta mengancam untuk membalas penetapan tarif AS dengan sanksi dagangnya sendiri dengan target potensial, seperti kedelai, pesawat, atau peralatan berat AS.
Pada hari Minggu (1/4/2018), Beijing menetapkan tarif hingga 25% terhadap 128 produk AS, termasuk daging babi beku serta wine, buah-buahan dan kacang-kacangan. Tarif tersebut ditetapkan untuk menanggapi bea impor alumunium dan baja yang diumumkan pemerintahan Trump bulan lalu.
Kekhawatiran pun meningkat bahwa perang dagang antara kedua negara akan pecah dan berdampak buruk pada pertumbuhan global.
Menargetkan 'Made in China 2025'
Para pelaku industri teknologi AS berkata mereka berharap daftar dari pemerintah Trump tersebut menargetkan produk-produk yang diuntungkan dari program Beijing berjudul 'Made in China 2025'. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan basis manufaktur domestik dengan produk-produk yang lebih canggih.
Mengutip Reuters, program pemerintah tersebut menargetkan 10 industri strategis untuk mengganti impor dengan produk-produk buatan China. Sepuluh industri itu adalah teknologi informasi canggih, robotika, pesawat, pembuatan kapal dan teknik kelautan, peralatan kereta canggih, kendaraan berbahan bakar energi terbarukan, peralatan penghasil listrik, mesin pertanian, serta obat-obatan dan bahan canggih.
"Akuisisi teknologi asing melalui berbagai cara tetap menjadi fokus pokok dari Made in China 2025 karena China mengejar banyak area yang diprioritaskan untuk dikembangkan," kata USTR dalam laporan penjelasan tarif.
Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer berkata melestarikan keunggulan teknologi Amerika adalah "masa depan perekonomian AS".
Pemberitaan bahwa daftar tarif juga bisa termasuk barang-barang konsumen seperti pakaian dan sepatu menuai protes keras dari berbagai kelompok bisnis AS. Mereka berargumen hal itu akan membuat harga barang-barang konsumen di AS naik.
Waktu Terbatas untuk Perundingan
Sementara koneksi sudah terjalin antara anggota senior dari pemerintahan AS dan China sejak Trump mengumumkan niatnya untuk menerapkan tarif, bukti yang menunjukkan negosiasi intensif untuk mencegahnya hanya sedikit terlihat.
"Pemerintah mengikuti cara [yang dilakukan terhadap] Jepang dari tahun 1980an," kata seorang eksekutif industri teknologi. "Mereka akan mempublikasikan surat keputusan (Federal Register) tentang tarif untuk produk-produk tertentu, kemudian mencoba untuk meraih penyelesaian yang sudah dinegosiasikan dalam waktu 60 hari."
Selama tugas pertamanya di USTR di pemerintahan Reagan, Lighthizer melakukan taktik serupa untuk memenangkan pembatasan ekspor Jepang secara sukarela terhadap baja dan otomotif.
Wendy Cutler, mantan deputi USTR yang berwenang untuk negosiasi di Asia, berkata dengan membahas dugaan pencurian kekayaan intelektual seperti yang diidentifikasi oleh USTR akan membutuhkan perubahan besar di kebijakan industri China. Penyelesaian selama 60 hari bisa jadi tidak realistis untuk kasus ini.
"Menurut saya, mereka menaruh batas terlalu tinggi untuk apa yang ingin mereka capai demi tidak menerapkan tarif dan pembatasan investasi seperti ini," kata Cutler.
(prm) Next Article Koper sampai Lampu, Ini 9 Produk China Korban Perang Dagang
Tindakan penetapan tarif tersebut diperkirakan akan meningkatkan ketegangan perdagangan antara kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu.
Daftar impor tahunan senilai antara US$50 miliar (Rp 687,5 triliun) hingga $60 miliar tersebut diprediksi akan menargetkan "sebagian besar produk teknologi tinggi", dan kemungkinan hanya tersisa waktu lebih dari dua bulan sebelum tarif tersebut diberlakukan, kata pihak pemerintah sebagaimana dilaporkan Reuters.
Tarif itu bertujuan untuk memaksa adanya perubahan kebijakan pemerintah China yang disebut USTR mengakibatkan transfer kekayaan intelektual AS ke perusahaan China secara tidak menguntungkan.
Investigasi bertajuk "Pasal 301" yang dilakukan badan tersebut menduga China secara sistematis berusaha untuk menyalahgunakan kekayaan intelektual AS melalui persyaratan perusahaan gabungan (joint venture), peraturan lisensi teknologi yang tidak adil, pembelian perusahaan teknologi AS dengan pendanaan negara, dan pencurian secara terang-terangan.
China telah menyangkal aturan hukumnya mewajibkan transfer teknologi, serta mengancam untuk membalas penetapan tarif AS dengan sanksi dagangnya sendiri dengan target potensial, seperti kedelai, pesawat, atau peralatan berat AS.
Pada hari Minggu (1/4/2018), Beijing menetapkan tarif hingga 25% terhadap 128 produk AS, termasuk daging babi beku serta wine, buah-buahan dan kacang-kacangan. Tarif tersebut ditetapkan untuk menanggapi bea impor alumunium dan baja yang diumumkan pemerintahan Trump bulan lalu.
Kekhawatiran pun meningkat bahwa perang dagang antara kedua negara akan pecah dan berdampak buruk pada pertumbuhan global.
Menargetkan 'Made in China 2025'
Para pelaku industri teknologi AS berkata mereka berharap daftar dari pemerintah Trump tersebut menargetkan produk-produk yang diuntungkan dari program Beijing berjudul 'Made in China 2025'. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan basis manufaktur domestik dengan produk-produk yang lebih canggih.
Mengutip Reuters, program pemerintah tersebut menargetkan 10 industri strategis untuk mengganti impor dengan produk-produk buatan China. Sepuluh industri itu adalah teknologi informasi canggih, robotika, pesawat, pembuatan kapal dan teknik kelautan, peralatan kereta canggih, kendaraan berbahan bakar energi terbarukan, peralatan penghasil listrik, mesin pertanian, serta obat-obatan dan bahan canggih.
"Akuisisi teknologi asing melalui berbagai cara tetap menjadi fokus pokok dari Made in China 2025 karena China mengejar banyak area yang diprioritaskan untuk dikembangkan," kata USTR dalam laporan penjelasan tarif.
Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer berkata melestarikan keunggulan teknologi Amerika adalah "masa depan perekonomian AS".
Pemberitaan bahwa daftar tarif juga bisa termasuk barang-barang konsumen seperti pakaian dan sepatu menuai protes keras dari berbagai kelompok bisnis AS. Mereka berargumen hal itu akan membuat harga barang-barang konsumen di AS naik.
Waktu Terbatas untuk Perundingan
Sementara koneksi sudah terjalin antara anggota senior dari pemerintahan AS dan China sejak Trump mengumumkan niatnya untuk menerapkan tarif, bukti yang menunjukkan negosiasi intensif untuk mencegahnya hanya sedikit terlihat.
"Pemerintah mengikuti cara [yang dilakukan terhadap] Jepang dari tahun 1980an," kata seorang eksekutif industri teknologi. "Mereka akan mempublikasikan surat keputusan (Federal Register) tentang tarif untuk produk-produk tertentu, kemudian mencoba untuk meraih penyelesaian yang sudah dinegosiasikan dalam waktu 60 hari."
Selama tugas pertamanya di USTR di pemerintahan Reagan, Lighthizer melakukan taktik serupa untuk memenangkan pembatasan ekspor Jepang secara sukarela terhadap baja dan otomotif.
Wendy Cutler, mantan deputi USTR yang berwenang untuk negosiasi di Asia, berkata dengan membahas dugaan pencurian kekayaan intelektual seperti yang diidentifikasi oleh USTR akan membutuhkan perubahan besar di kebijakan industri China. Penyelesaian selama 60 hari bisa jadi tidak realistis untuk kasus ini.
"Menurut saya, mereka menaruh batas terlalu tinggi untuk apa yang ingin mereka capai demi tidak menerapkan tarif dan pembatasan investasi seperti ini," kata Cutler.
(prm) Next Article Koper sampai Lampu, Ini 9 Produk China Korban Perang Dagang
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular