Internasional

Di AS, Student Loan yang Jokowi Mau Malah Bebani Mahasiswa

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
16 March 2018 12:30
Nilai rata-rata student loan warga AS setara dengan harga mobil mewah bahkan uang muka pembelian rumah.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta perbankan nasional untuk berinovasi mengeluarkan produk pembiayaan untuk pendidikan atau student loan untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan.

Jokowi mengambil contoh negara Amerika Serikat (AS) yang menurutnya sudah sukses menyalurkan student loan senilai hingga US$1,3 triliun (Rp 17.888 triliun).


Namun, ternyata student loan di AS menyisakan masalah keuangan yang tidak kecil bagi para debiturnya.

Dilansir dari CNBC International, sekitar 70% mahasiswa perguruan tinggi di negara itu lulus dengan beban pinjaman yang signifikan untuk dipikul.

Saat ini, lebih dari 44 juta warga Amerika menanggung sekitar US$1,5 triliun utang pendidikan secara kolektif. Ini berarti sekitar seperempat orang dewasa di Negeri Paman Sam itu sedang membayar cicilan pinjaman uang kuliah mereka.

Ketika lulus, nilai rata-rata pinjaman yang ditanggung debitur mencapai US$37.172 atau naik sekitar US$20.000 lebih tinggi daripada 13 tahun lalu.

Nilai tersebut setara dengan biaya untuk hal-hal di bawah ini.

Uang muka 20% untuk rumah senilai US$185.000

Uang muka 10% untuk rumah senilai US$370.000

Audi A4 (US$36.000)

Tesla Model 3 (US$35.000)

Ford F-250 (US$35.550)

Biaya pernikahan (US$35.329)

Kolam renang (US$34.971)

Modal mendirikan usaha (US$30.000)

Nilai pinjaman yang terus meningkat tercermin juga pada cicilan bulanannya. Bank sentral AS, Federal Reserve, memperkirakan rata-rata cicilan bulanan student loan naik dari US$227 di tahun 2005 menjadi US$393 di 2016.

Beban keuangan yang cukup besar itu memengaruhi bagaimana warga AS menabung, berbelanja, dan menjalani kehidupan mereka.

The Fed Washington menemukan bahwa kenaikan student loan telah berefek pada penurunan kepemilikan rumah. Sebuah riset dari NerdWallet memproyeksikan mahasiswa yang lulus tahun 2015 akan terpaksa menunda masa pensiun mereka hingga usia 75 sebagian karena naiknya beban pinjaman pendidikan.

Satu sebab penting mengapa nilai pinjaman pendidikan naik adalah semakin banyaknya warga AS yang berkuliah, dan mereka memang harus berkuliah.

Para ahli memprediksi lapangan kerja di masa depan akan lebih banyak meminta pekerja-pekerja terlatih (skilled workers).

Menurut Georgetown Center on Education and the Workforce, 65% dari semua pekerjaan dalam sistem perekonomian AS tahun 2020 akan membutuhkan tingkat pendidikan di atas sekolah menengah atas. Sementara itu, data lembaga sensus AS memperkirakan hanya 33% orang dewasa AS yang memiliki gelar sarjana atau lebih saat ini.

Ketika para pelajar berusaha memenuhi permintaan pasar tenaga kerja itu, mereka secara otomatis akan berusaha berkuliah dan membiayainya dengan pinjaman.

Angka terbaru dari Pusat Statistik Pendidikan AS (NCES) menunjukkan bahwa para mahasiswa meraih 1,9 juta gelar sarjana pada tahun ajaran 2014 dan 2015, atau naik 32% dibandingkan tahun 2005.

Sebuah studi tahun 2014 dari Brookings Institute menyatakan sekitar seperempat dari kenaikan student loan sejak tahun 1989 dapat secara langsung diatribusikan kepada warga AS yang berusaha meraih pendidikan lebih tinggi.


Di tengah berbagai tantangan student loan itu, David C. Bloomfield, seorang profesor di Brooklyn College and The City University of New York Graduate Center, mengatakan mendapat gelar sarjana masih menjadi salah satu dari investasi terbijak yang dapat dibuat oleh seorang pelajar.

"Menyelesaikan program sarjana dari institusi yang bereputasi masih merupakan investasi yang paling dapat diandalkan untuk penghasilan dan kesejahteraan hidup di masa depan," ujarnya.
(prm) Next Article Warga AS dan Kenyataan Pahit Student Loan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular