
Pengusaha CPO Tak Takut Perang Dagang, Ini Alasannya
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
14 March 2018 19:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bidang Agraria dan Tata Ruang Eddy Martono mengatakan negara-negara Eropa yang berencana melarang impor produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak akan mudah menggantikan kelapa sawit dengan minyak nabati lainnya.
"Tidak mungkin bisa secepat kilat menggantikan CPO dengan minyak nabati lain, produksinya tidak akan terkejar. Apalagi bunga matahari, kedelai, rapeseed, itu semua tanaman musiman dan sangat tergantung kepada cuaca," ujar Eddy usai Musyawarah Nasional (Munas) X Gapki di Hotel Fairmont, Rabu (14/2/2018).
Eddy menekankan bahwa dunia ini membutuhkan kelapa sawit. Dia juga menganggap negara-negara yang menghambat masuknya CPO Indonesia ke negara mereka hanya ingin menekan Indonesia supaya tidak menjual terlalu murah.
"Mereka hanya menghajar kita perang dagang supaya kita jangan sampai jual terlalu murah, mereka susah melawannya karena produktivitas kita kan sangat tinggi," jelas Eddy.
Adapun, Eddy memprediksi kenaikan bea masuk CPO India sebesar 44% paling lama hanya bertahan 3 bulan. Eddy beralasan pemerintah India menyusahkan rakyatnya sendiri karena itu adalah kebutuhan pokok masyarakat India.
"Sejauh ini sih belum ada gejala dari India yang akan mempengaruhi volume ekspor di Februari, karena kalau kita lihat mereka belum bergeser dari CPO," ujar Eddy yakin.
Terkait pasar ekspor baru untuk mengantisipasi hambatan ekspor ke Eropa dan India, Eddy mengungkapkan pemerintah dan Gapki saat ini sedang memfokuskan diri mencari peluang di pasar-pasar non tradisional seperti Rusia, negara-negara di Eropa Timur, Timur Tengah serta Afrika dengan pasar yang besar, contohnya Nigeria.
Gapki memperkirakan produksi CPO nasional pada tahun ini akan mencapai 40 juta ton, dengan catatan cuaca memadai untuk panen tepat waktu seperti perkiraan BMKG.
(roy/roy) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
"Tidak mungkin bisa secepat kilat menggantikan CPO dengan minyak nabati lain, produksinya tidak akan terkejar. Apalagi bunga matahari, kedelai, rapeseed, itu semua tanaman musiman dan sangat tergantung kepada cuaca," ujar Eddy usai Musyawarah Nasional (Munas) X Gapki di Hotel Fairmont, Rabu (14/2/2018).
Eddy menekankan bahwa dunia ini membutuhkan kelapa sawit. Dia juga menganggap negara-negara yang menghambat masuknya CPO Indonesia ke negara mereka hanya ingin menekan Indonesia supaya tidak menjual terlalu murah.
"Sejauh ini sih belum ada gejala dari India yang akan mempengaruhi volume ekspor di Februari, karena kalau kita lihat mereka belum bergeser dari CPO," ujar Eddy yakin.
Terkait pasar ekspor baru untuk mengantisipasi hambatan ekspor ke Eropa dan India, Eddy mengungkapkan pemerintah dan Gapki saat ini sedang memfokuskan diri mencari peluang di pasar-pasar non tradisional seperti Rusia, negara-negara di Eropa Timur, Timur Tengah serta Afrika dengan pasar yang besar, contohnya Nigeria.
Gapki memperkirakan produksi CPO nasional pada tahun ini akan mencapai 40 juta ton, dengan catatan cuaca memadai untuk panen tepat waktu seperti perkiraan BMKG.
(roy/roy) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Most Popular