Jalan Panjang Eropa Larang CPO RI

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 March 2018 17:11
Industri CPO Indonesia terancam larangan penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan baku biofuel oleh Uni Eropa mulai 2021.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas minyak sawit mentah (CPO) untuk kontrak pengiriman Mei 2018 tercatat ditutup melemah 1,41% ke MYR 2.376 atau Rp 8,37 juta per ton pada akhir pekan lalu.

Memasuki bulan Maret, harga CPO memang tertekan hebat, dimana secara month to date, harga CPO sudah terkoreksi sebesar 7,15% hingga akhir pekan kemarin.

Salah satu indikasi pelemahan harga CPO ini adalah berkembangnya kekhawatiran pelaku pasar akibat Parlemen Eropa yang setuju untuk melakukan pemungutan suara terkait revisi dokumen Renewable Energy Directive (RED).

Revisi dokumen tersebut membuka peluang negara-negara anggota Uni Eropa (EU) melarang penggunaan CPO sebagai bahan baku produksi biodiesel.

Kebijakan tersebut akan segera diimplementasikan dalam rancangan regulasi Post-2020 EU RED II, dan diyakini akan secara masif mengurangi ekspor Indonesia dan Malaysia ke negara-negara EU.

Perlu diingat kembali bahwa Indonesia mengekspor minyak kelapa sawit ke-19 negara EU, dengan total nilai ekspor sebesar US$ 2,89 miliar (sekitar Rp 39,81 triliun). Nilai tersebut merepresentasikan sekitar 14,21% dari total nilai ekspor RI tahun 2017 sebesar US$ 20,34 miliar (Rp 280,21 triliun).

Lantas, bagaimana sebenarnya harapan EU terkait industri biofuel di negaranya? Dan bagaimana perkembangannya?

Wacana pengurangan penggunaan CPO oleh Eropa dimulai 30 November 2016. Pada tanggal itu, Komisi Eropa mengajukan pengurangan CPO melalui proposal legislatif di Parlemen Eropa. 

Berdasarkan ringkasan dari proposal tersebut, diajukan beberapa ketentuan yang merubah/menambah poin baru pada dokumen sebelumnya (Directive 2009/28/EC).

Salah satu dari perubahan yang diusulkan adalah bagian biofuel berbasis tanaman pangan yang dapat diperhitungkan terhadap target energi terbarukan Uni Eropa akan dikurangi secara bertahap hingga 3,8% sampai dengan tahun 2030.


Pada tahap berikutnya, yaitu pembacaan pertama (1st reading/single reading), Parlemen Eropa sepakat mengadopsi proposal tersebut pada 1 Maret 2017.

Kemudian dilakukan diskusi kembali dan cukup alot di Dewan (Council), pada 6 Desember 2017. Pada diskusi itu, Komite Industri, Penelitian dan Energi Parlemen Eropa mengeluarkan rekomendasi yang semakin memberatkan industri CPO: Kontribusi dari biofuel yang diproduksi dari CPO akan dikurangi hingga 0% mulai 2021. 

Setelah dilakukan rapat pleno, akhirnya pada 17 Januari 2018, pemungutan suara pun dilakukan di Parlemen Eropa. Hasilnya, proposal yang mengatur larangan penggunaan CPO sebagai bahan pembuat biofuel, disetujui oleh 492 orang. Sementara itu, anggota parlemen yang menolak sebanyak 88 orang dan 107 orang lainnya menyatakan abstain.

Berdasarkan hasil itu, Parlemen Eropa memutuskan untuk mengadopsi amandemen proposal legislatif mengenai revisi RED, yang berarti Parlemen Eropa menyetujui agar mulai tahun 2021 kontribusi biofuel yang dihasilkan dari minyak sawit menjadi nihil (0%) dalam perhitungan konsumsi energi bruto dari sumber energi terbarukan di negara-negara anggota EU.

Adapun beleid tersebut dituangkan pada Amandemen No. 307-Artikel 7-Paragraf 1-Sub-paragraf 4, yang berbunyi:"The contribution from biofuels and bioliquids produced from palm oil shall be 0 % from 2021. Member States may set a lower limit and may distinguish between different types of biofuels, bioliquids and biomass fuels produced from food and feed crops, for instance by setting a lower limit for the contribution from food or feed crop based biofuels produced from oil crops, taking into account indirect land use change and other unintended sustainability impacts."

Melalui rilis resminya, Parlemen Eropa mengemukakan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan bukti yang semakin kuat bahwa biofuel konvensional tidak memberikan kontribusi terhadap penurunan emisi  gas rumah kaca, karena masalah penggunaan lahan secara tidak langsung (Indirect Land Use Change/ILUC).

Permintaan tambahan CPO untuk produksi biofuel diyakini Parlemen Eropa akan meningkatkan permintaan lahan dan dapat mengakibatkan perluasan lahan pertanian memasuki daerah-daerah rentan seperti hutan, lahan basah dan lahan gambut, mengakibatkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar sehingga meniadakan penurunan emisi dari biofuel berbasis tanaman pangan.

Namun demikian, Parlemen Eropa bersikeras bahwa tidak ada hambatan perdagangan (trade barriers) atau legislasi yang diskriminatif terhadap Minyak Sawit. Organisasi tersebut berargumen bahwa pemungutan suara dilakukan untuk meniadakan biofuel berbasis minyak sawit dari penghitungan target Energi Terbarukan EU.

Hal tersebut sama sekali tidak akan membatasi jumlah BBN berbasis minyak sawit yang dapat diproduksi atau diimpor dan dikonsumsi di EU.

Vincent Guerend, Duta Besar EU untuk Indonesia, turut menambahkan bahwa pemungutan suara di Parlemen Eropa tidak merupakan sikap EU yang final. Pasar Uni Eropa tetap terbuka terhadap CPO sebagaimana terbukti dari peningkatan perdagangan bilateral komoditas CPO sebesar lebih dari 30% di tahun 2017.

Sebagai catatan, pemungutan suara setelah pembacaan pertama merupakan prosedur legislatif biasa yang masih merupakan tahapan awal sebelum nantinya dilakukan pembacaan hingga tiga kali.

Naskah dapat mengalami perubahan signifikan sebelum sesama pihak legislator (Dewan EU dan Parlemen Eropa) menyetujui naskah dan mengesahkan legislasi secara bersama-sama.

Oleh karena itu, saat ini Indonesia sendiri telah membentuk tim lobi yang dipimpin Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan misi meminta EU membatalkan larangan penggunaan CPO sebagai bahan baku utama biofuel pada 2021, sebelum aturan itu benar-benar disahkan secara legislatif. 

Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara eksportir CPO terbesar di dunia, sehingga lobi pun perlu langsung ditangani oleh Luhut. 


(ray/ray) Next Article Menko Darmin Protes Aturan Diskriminatif Sawit Uni Eropa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular