
Ekspor Mebel dan Kerajinan Tangan 2018 Ditarget Rp 38,5 T
Exist In Exist, CNBC Indonesia
09 March 2018 19:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor produk mebel dan kerajingan tangan RI pada tahun ini ditargetkan US$ 2,85 miliar atau sekitar Rp 38,5 triliun.
"Kami ingin ekspor untuk mebel US$ 2 miliar dan kerajinan US$ 850 juta," jelas Sekretaris Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Ahmad Sobur dalam konferensi pers di JIEXPO, Jumat (9/3/2018).
Saat ini, lanjutnya, pasar ekspor furnitur terbesar masih Amerika Serikat dengan nilai ekspor sekitar US$ 700 juta. Oleh karena itu, pihaknya sedang mengupayakan untuk mencari pasar non-tradisional. "Itu kita coba pasar non-tradisional. Timur Tengah, Afrika Selatan, jangan bergntung pasar Eropa dan Amerika," kata dia.
Untuk dapat mencapai target ekspor tahun ini, dia menjelaskan pemerintah perlu merevisi beberapa regulasi yang selama ini menghambat pertumbuhan dan daya saing, misalnya regulasi yang terkait dengan sistem verifikasi kayu.
"Ini kan membebani biaya yang cukup mahal sekali. Surveilence dilakukan berulang, prosesnya juga sangat rumit. Sehingga untuk bisa ekspor terhambat. Sementara di negara lain tidak serumit kita. Misal Vietnam, tidak ada kewajiban due diligence atau verifikasi kayu, dia lolos ekspor cepat saja, yang penting negara tujuan bisa menerima. Kalau kita di beacukai sendiri ditahan," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa hal lain yang menghambat pertumbuhan ekspor selama ini, antara lain bunga bank, pajak untuk barang masuk, dan beberapa hal yang spesifik seperti bantuan untuk pengembangan pasar.
"Bunga bank ini kan mahal sekali. Final tax kita di 30%, sementara negara lain China nurunin 19%, Vietnam 17%, qatar 0%. Itu kan dasar pertumbuhan, kalau tidak investasi asing jadi kabur, empat perusahaan Surabaya hengkang," tegas dia.
(ray/ray) Next Article Ekspor Mebel RI Melemah Akibat Sulitnya Pembiayaan
"Kami ingin ekspor untuk mebel US$ 2 miliar dan kerajinan US$ 850 juta," jelas Sekretaris Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Ahmad Sobur dalam konferensi pers di JIEXPO, Jumat (9/3/2018).
Saat ini, lanjutnya, pasar ekspor furnitur terbesar masih Amerika Serikat dengan nilai ekspor sekitar US$ 700 juta. Oleh karena itu, pihaknya sedang mengupayakan untuk mencari pasar non-tradisional. "Itu kita coba pasar non-tradisional. Timur Tengah, Afrika Selatan, jangan bergntung pasar Eropa dan Amerika," kata dia.
"Ini kan membebani biaya yang cukup mahal sekali. Surveilence dilakukan berulang, prosesnya juga sangat rumit. Sehingga untuk bisa ekspor terhambat. Sementara di negara lain tidak serumit kita. Misal Vietnam, tidak ada kewajiban due diligence atau verifikasi kayu, dia lolos ekspor cepat saja, yang penting negara tujuan bisa menerima. Kalau kita di beacukai sendiri ditahan," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa hal lain yang menghambat pertumbuhan ekspor selama ini, antara lain bunga bank, pajak untuk barang masuk, dan beberapa hal yang spesifik seperti bantuan untuk pengembangan pasar.
"Bunga bank ini kan mahal sekali. Final tax kita di 30%, sementara negara lain China nurunin 19%, Vietnam 17%, qatar 0%. Itu kan dasar pertumbuhan, kalau tidak investasi asing jadi kabur, empat perusahaan Surabaya hengkang," tegas dia.
(ray/ray) Next Article Ekspor Mebel RI Melemah Akibat Sulitnya Pembiayaan
Most Popular