Menstimulasi Industri Pelayaran RI

News - Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
14 February 2018 08:36
Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menyatakan 90% muatan ekspor dari RI dikuasi oleh angkutan laut asing. Foto: CNBC Indonesia/ Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia – Sektor pelayaran Indonesia seolah tidak memiliki taring di perairan internasional untuk kegiatan ekspor. Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menyatakan 90% muatan ekspor dari RI dikuasi oleh angkutan laut asing.

Hal ini diduga karena tarif yang dipatok perusahaan pelayaran lokal untuk muatan ekspor lebih tinggi dibandingkan asing, seperti yang diutarakan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Karena itu, Mendag meminta agar shipping lines lokal mau menurunkan tarifnya, dan Kemendag mendukung dari sisi regulasi.

Regulasi yang diterbitkan adalah Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.

Peraturan tersebut menyatakan ekspor batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), serta impor beras dan barang kebutuhan pemerintah, harus diangkut dengan kapal nasional.

“Sekian belas tahun kenapa kita harus pakai kapal asing terus. Saya akan segera undang mereka para pemilik kapal kita pertemukan. Nanti kami tanya sama yang punya kapal tarifnya akan diturunkan berapa persen.”

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi juga mengingatkan agar permendag ini tidak malah menimbulkan biaya tinggi untuk kegiatan ekspor.

“Sejauh itu fungsional, nasional itu mampu dan tidak menimbulkan biaya tinggi ya harus dilaksanakan. Tapi, kalau menimbulkan biaya tinggi harus dievaluasi,” jelas Menhub.

Terkait dengan status kapal nasional juga masih menjadi tarik ulur. Di Permendag tersebut hanya menyatakan kapal harus dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional.

“Hanya disebutkan angkutan laut harus dikuasai perusahaan angkutan laut nasional. Kalau dinyatakan begitu, bisa berarti kapal dimiliki langsung oleh perusahaan pelayaran nasional, dimiliki tidak langsung melalui perusahaan lain, atau bahkan hanya disewa,” jelas pengusaha pemilik perusahaan pelayaran Johnson W. Sutijipto.

Johnson mengatakan saat ini dirinya bergabung dalam tim untuk membahas petunjuk teknis yang diantaranya akan menentukan stasus kapal.

Sebelum berlaku efektif 1 Mei 2018, Permendag No. 82/2017 ini masih memiliki pekerjaan rumah yang harus diselesaikan cepat yakni terkait dengan tarif kapal nasional dan stasus kapal itu sendiri.
Artikel Selanjutnya

Ekspor Batu Bara Wajib Pakai Kapal RI, Ini Respons Pelayaran


(hps)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading