
UU Ini Bisa Jadi Jalan Keluar Bank RI untuk Ekspansi di ASEAN
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
06 February 2018 17:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berupaya mempermudah perbankan nasional melakukan ekspansi di wilayah ASEAN, terutama di Malaysia dan Singapura. Hal ini dalam rangka meningkatkan daya saing perbankan domestik di tingkat regional.
Upaya ini diajukan melalui protokol keenam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU). Saat ini, hanya Indonesia yang belum mendapatkan ratifikasi dari sembilan negara yang sebelumnya telah mendapatkan ratifikasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat mengungkapkan, manfaat dari ratifikasi tersebut bisa mendorong pengembangan industri jasa keuangan dan investasi jasa keuangan Indonesia di pasar ASEAN.
“Secara khusus, ini akan membuka kesempatan bagi perbankan Indonesia untuk beroperasi di negara ASEAN,” kata Sri Mulyani, Selasa (6/2/2018).
Selama ini, ada beberapa hambatan yang menyebabkan perbankan domestik kesulitan berekspansi ke negara-negara seperti Malaysia dan Singapura. Padahal, bank-bank di dua negara tersebut memiliki kepemilikan saham di beberapa bank domestik.
Jika ratifikasi protokol keenam AFAS dapat dijadikan UU, maka Indonesia akan mendapatkan komitmen ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Komitmen tersebut, akan memudahkan perbankan nasional berekspansi di kedua negara tersebut.
“Kita sedang berupaya setahap demi setahap menciptakan level of playing field, agar pelaku perbankan dapat akses yang sama di ASEAN, terutama di Malaysia dan Singapura,” katanya.
Lantas, kenapa kedua negara tersebut memiliki kepemilikan saham di bank domestik?
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1997-1998 mau tidak mau membuat Indonesia harus membuka diri untuk memulihkan kondisi perekonomian, dengan menawarkan bank domestik kepada investor asing.
Bank-bank tersebut, kata Agus, melakukan ekspansi secara besar-besaran di Indonesia. Otoritas moneter tak ingin, perbankan Indonesia tidak bisa melakukan ekspansi di luar negeri, seperti bank-bank tersebut.
“Negara-negara tetangga sudah masuk ke Indonesia. Cabang sudah ratusan, ATM ribuan, dan itu kenyataan. Indonesia ingin mendorong agar bank di Indonesia bisa ekspansi,” katanya.
Kendati demikian, upaya pemerintah merayu komisi keuangan menyetujui aturan tersebut belum menemui lampu hijau. Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng menegaskan, pembahasan akan dilanjutkan dalam Panitia Kerja (Panja) terkait aturan tersebut.
“Kami putuskan untuk dilanjutkan di Panja untuk pembahasan secara mendalam,” jelasnya.
(dru) Next Article Ketika ASEAN Makin Mesra Lewat Integrasi Keuangan
Upaya ini diajukan melalui protokol keenam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU). Saat ini, hanya Indonesia yang belum mendapatkan ratifikasi dari sembilan negara yang sebelumnya telah mendapatkan ratifikasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat mengungkapkan, manfaat dari ratifikasi tersebut bisa mendorong pengembangan industri jasa keuangan dan investasi jasa keuangan Indonesia di pasar ASEAN.
Selama ini, ada beberapa hambatan yang menyebabkan perbankan domestik kesulitan berekspansi ke negara-negara seperti Malaysia dan Singapura. Padahal, bank-bank di dua negara tersebut memiliki kepemilikan saham di beberapa bank domestik.
Jika ratifikasi protokol keenam AFAS dapat dijadikan UU, maka Indonesia akan mendapatkan komitmen ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Komitmen tersebut, akan memudahkan perbankan nasional berekspansi di kedua negara tersebut.
“Kita sedang berupaya setahap demi setahap menciptakan level of playing field, agar pelaku perbankan dapat akses yang sama di ASEAN, terutama di Malaysia dan Singapura,” katanya.
Lantas, kenapa kedua negara tersebut memiliki kepemilikan saham di bank domestik?
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1997-1998 mau tidak mau membuat Indonesia harus membuka diri untuk memulihkan kondisi perekonomian, dengan menawarkan bank domestik kepada investor asing.
Bank-bank tersebut, kata Agus, melakukan ekspansi secara besar-besaran di Indonesia. Otoritas moneter tak ingin, perbankan Indonesia tidak bisa melakukan ekspansi di luar negeri, seperti bank-bank tersebut.
“Negara-negara tetangga sudah masuk ke Indonesia. Cabang sudah ratusan, ATM ribuan, dan itu kenyataan. Indonesia ingin mendorong agar bank di Indonesia bisa ekspansi,” katanya.
Kendati demikian, upaya pemerintah merayu komisi keuangan menyetujui aturan tersebut belum menemui lampu hijau. Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng menegaskan, pembahasan akan dilanjutkan dalam Panitia Kerja (Panja) terkait aturan tersebut.
“Kami putuskan untuk dilanjutkan di Panja untuk pembahasan secara mendalam,” jelasnya.
(dru) Next Article Ketika ASEAN Makin Mesra Lewat Integrasi Keuangan
Most Popular