Industri Petrokimia Terhambat Gasifikasi Batu Bara

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
05 February 2018 16:07
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menargetkan pertumbuhan industri petrokimia pada tahun ini sebesar 7,6%
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia- Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menargetkan pertumbuhan industri petrokimia pada tahun ini sebesar 7,6%, sama dengan pertumbuhan tahun lalu sekitar 7-8%. 

Sigit mengklaim pihaknya belum berani menargetkan pertumbuhan sebesar 9-10% karena masih banyak impor bahan baku yang diperlukan, terutama ethylene crackers yang memerlukan batubara untuk proses gasifikasi. 



"Nanti kalau kita sudah punya ethylene crackers, baru pertumbuhan industrinya bisa signifikan double digit," kata Sigit di sela acara Outlook Industri Petrokimia dan Plastik 2018, Senin (5/2/2018).

Sigit menyebutkan permintaan polyethylene (PE) sebagai bahan dasar plastik setiap tahunnya sebesar 5 juta ton, sementara kemampuan ethylene crackers yang dimiliki PT Chandra Asri dan Pertamina masih sangat kecil yakni sekitar 1 juta ton atau 20 persen dari kebutuhan."Jadi, self-sufficiency ethylene kita hanya 20 persen, sementara 80 persen sisanya masih impor," ujar Sigit.

Apabila ada tambahan produksi masing-masing 1 juta ton dari pabrik baru PT Chandra Asri serta Lotte Chemical Titan, Sigit memproyeksikan di tahun 2022 barulah produksi PE bisa memenuhi lebih dari 50 persen atau sekitar 3 juta ton permintaan PE dalam negeri.

Selama ini, kendala industri gasifikasi batubara di Indonesia menurut Sigit adalah biayanya yang dianggap terlampau mahal. Sigit lantas membandingkannya dengan industri petrokimia di China yang seluruhnya berbasis batu bara. "Selama ini kan dibilang tidak feasible, masih mahal. Tp kita lihat di China feasible kan, jadi perhitungan kita yang tidak benar. China itu di 2020 menargetkan 92% ethylene-nya produksi domestik loh," jelas Sigit.

Sedikit ditarik ke sektor hulu, Sigit menargetkan tahun 2022 setidaknya ada dua industri gasifikasi batu bara yang bisa beroperasi, satu di Sumatera yang diinisiasikan oleh Bukit Asam dan Pertamina dan lainnya di Kalimantan oleh dua investor swasta dari China. Ia memperkirakan nilai investasi gasifikasi batubara sebesar USD 1,5 miliar untuk mengolah methanol, serta USD 1 miliar untuk dimethyl aether (DMA).


(gus/gus) Next Article Pengusaha Minta Pemerintah Dukung Industri Petrokimia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular