Atasi Sengketa, China Bentuk Pengadilan Internasional Sendiri

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
05 February 2018 13:27
Pengadilan internasional ini ada di Beijing, Xi'an dan Shenzen.Tujuannya, menyelesaikan agresifitas perluasan wilayah jaringan investasi infrastruktur China.
Foto: CNBC
  • Negara komunis tersebut akan membentuk pengadilan internasional di Beijing, Xi’an dan Shenzen untuk menangani perselisihan dagang dan investasi di sepanjang “Sabuk dan Jalan”, menurut laporan media setempat.
  • Muncul berbagai kekhawatiran bahwa sistem hukum tersebut akan parsial untuk kepentingan China.
 
Jakarta, CNBC Indonesia -- Pemerintah China semakin agresif menjalankan perluasan wilayah jaringan investasi infrastruktur China, yang lebih dikenal dengan sebutan “Inisiatif Sabuk dan Jalan”. Agresivitas ini juga meningkatkan resiko-resiko hukum terutama dalam pelaksanaan dan bidanga keuangan.

Dalam menanggulangi perselisihan dagang dan investasi di sepanjang “Sabuk dan Jalan”, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini berencana membentuk pengadilan internasional di Beijing, Xi’an dan Shenzen, menurut laporan media setempat pekan lalu.

Institusi baru tersebut akan berdasar aturan pengadilan, arbitrase dan agen mediasi yang berlaku di Beijing saat ini, menurut media milik negara Xinhua. Namun, rencana ini menciptakan kekhawatiran bahwa sistem hukum yang dipimpin oleh China ini akan berpihak pada negara tersebut daripada pemain asing, seperti dilansir dari CNBC Internasional.

“Fakta bahwa pengadilan arbitrase akan berada di bawah Pengadilan Tinggi Rakyat adalah bendera merah untuk banyak entitas korporasi,” kata Hugo Brennan, analis di konsultan risiko Verisk Maplecroft, merujuk pada lembaga yudisial tertinggi di China. “Kejaksaan patuh terhadap Partai Komunis China dan kepentingannya, hal ini akan meningkatkan kekhawatiran yang masuk akal tentang netralitas.”

Kontrol China yang berlebihan adalah keluhan yang paling sering dikemukakan terhadap inisiatif Presiden Xi Jinping untuk mendorong pengaruh ekonomi Beijing di seluruh Asia dan Eropa, dengan andil pemerintah dalam memutuskan negara penerima bantuan dan waktu alokasi dana. Banyak kritik yang menyatakan bahwa Beijing menggunakan program kereta dan pelabuhan senilai puluhan miliar dolar untuk mendesak agenda ekonomi dan politik dalam membangun dunia.

“Belum jelas seberapa besar harapan Beijing terhadap otoritas hukum China untuk mempengaruhi perselisihan, yang menurut lintas batas alam, juga terikat dengan hukum kedaulatan negara lain,” tulis Chris Devonshire-Ellis, pendiri Dezan Shira & Associates, sebuah lembaga penasehat Asia yang khusus menangani hukum, akuntansi dan jasa pemenuhan.

Ia juga mengatakan bahwa dulu negara komunis tersebut pernah mendesak lembaga arbitrasenya. Jika hal tersebut juga terjadi di Sabuk dan Jalan, “menarik untuk memperhatikan reaksi dari negara-negara lain yang turut berpartisipasi tetapi tidak menyukai pemaksaan China terhadap hukum perselisihan dagang dengan badan legislatif yudisial dan kedaulatan mereka,” lanjutnya.

Beijing sendiri sebentarnya sudah memiliki lembaga perselisihan dagang yang bernama Komisi Perekonomian Internasional dan Arbitrase Perdagangan China, tetapi lembaga tersebut sebelumnya menghadapi “masalah yang muncul dari pengaruh politik dan selalu dianggap tidak transparan,” menurut Dezan Shira & Associates.
Kementerian Luar Negeri China belum menanggapi permintaan konfirmasi dari CNBC Internasional.

Sementara itu, banyak yang menyambut baik rencana pembentukan pengadilan ini. Sarah Grimmer, sekjen Pusat Arbitrase Internasional Hong Kong, menyebutnya “perkembangan positif” yang mencerminkan sifat proaktif dari pemerintahan Xi.
(roy/roy) Next Article Ramai-ramai Negara Masuk Jebakan Batman Utang China, RI Juga?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular