
Internasional
Harga Komoditas Diprediksi Naik Terus Tahun Ini
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
02 February 2018 08:05

- Ada kabar baik untuk nasib komoditas ke depan, dengan taruhan tertentu pada logam akibat proyeksi dolar yang nampaknya tetap suram, kata para pakar
- Tembaga, paladium, serta yang paling baru, platinum dan emas meningkat selama tiga bulan terakhir setelah kelemahan dolar semakin meluas
Jakarta, CNBC Indonesia– Para pakar memprediksi nasib komoditas selama setahun ke depan akan cerah, ini diakibatkan oleh nilai tukar dolar yang terus melemah.
CEO DoubleLine Capital Jeffrey Gundlach memberi himbauan tentang komoditas di webcast, Selasa (30/1/2018), yang ia prediksi akan segera mengungguli saham. Hal ini sehubungan dengan lemahnya dolar, yang pada pekan lalu menyentuh level terendah selama lebih dari tiga tahun.
“Biasanya ketika dolar memburuk selama setahun, maka hal itu akan berlangsung selama satu atau dua tahun kemudian,” kata Gundlach, sebagaimana dilansir dari CNBC Internasional.
Harga minyak masih berada di dalam jalur, meskipun minyak mentah Amerika Serikat (AS) tergelincir minggu ini di tengah obral saham dan komoditas.
Tembaga, paladium, serta yang paling terbaru, platinum dan emas meningkat selama tiga bulan terakhir setelah kelemahan dolar terus meluas. Hal ini sangat memberi kelegaan untuk para eksportis komoditas, khususnya pada banyak negara yang bergantung ke sumber daya alam di Amerika Selatan dan Afrika. Perekonomian negara-negara tersebut sempat merugi ketika harga komoditas anjlok di tahun 2015.
Akhirnya, arah dolar tetap menjadi pertanyaan kunci untuk komoditas-komoditas ini. Sebab, dolar adalah patokan untuk harga dan pembelian komoditas, sehingga jika dolar lemah berarti membutuhkan lebih banyak dolar untuk membeli komoditas dan jumlah kurs yang lebih kecil di negara penghasil sumber daya alam.
World Bank dengan Proyeksi Pasar Komoditas pada musim gugur lalu juga mengatakan harga untuk komoditas energi, termasuk minyak, gas alam dan batu bara, diprediksi meningkat 4% di tahun 2018 setelah melonjak 28% tahun lalu. Schels menduga jika euro terus menguat, maka akan memberi dorongan positif untuk semua komoditas. “Sangat menarik karena tidak hanya [industri] minyak yang bersatu, tidak hanya industri logam yang meraup untung dari pergerakan dolar ini, tapi ternyata emas juga merespon.”
Emas melambung, Rabu (31/1/2018), ketika dolar tergelincir, mendekati $1.347 (Rp 18 juta) per ons saat pasar saham AS datar dengan penurunan dramatis selama dua hari. Tembaga juga meningkat lebih dari 1% saat logam dasar bersatu berkat ketegangan terhadap dolar sebelum bank sentral AS Federal Reserve membuat keputusan tentang suku bunga.
(gus/gus) Next Article Harga Komoditas Jeblok, Cuma Kopi dan Sawit yang Selamat
Most Popular