
Impor Beras di Tahun Politik
Arys Aditya, CNBC Indonesia
24 January 2018 15:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah Pemerintah untuk melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton dinilai berkaitan erat untuk mengamankan angka inflasi menjelang gelaran Pilkada 2018.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengemukakan riset Indikator menunjukkan inflasi merupakan indikator makroekonomi yang paling berkaitan dengan tingkat penerimaan (approval) seorang Presiden.
“Impor itu isu elit, isu di masyarakat itu kalau barangnya [beras] langka di pasar, ini agak ngeri. Apalagi jelang bulan-bulan politik,” ungkap Burhanuddin, Rabu (24/1/2018).
Dia mencontohkan approval rating Presiden Joko Widodo pernah menyentuh titik terendah sepanjang sejarah, yaitu 41% pada awal tahun 2015 beriringan dengan angka inflasi tahunan 2014 yang menembus 8,36%.
Dari riset Indikator sejak 1998 atau era Reformasi, dia menyatakan indikator inflasi yang rendah akan beriringan dengan kenaikan approval rating Presiden.
“Jadi ya impor beras kemarin sangat bisa ditafsirkan langkah Pemerintah untuk menjaga approval rating,” ungkap Burhanuddin.
Setelah absen sejak 2015, Pemerintah kembali memilih opsi impor beras guna menyelamatkan harga agar tidak membubung tinggi.
Keputusan impor 500.000 ton beras setara IR64 diketok kemarin malam, 11 Januari 2018, usai rapat antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan para penyalur beras.
“Saya tidak peduli harga berapa, nanti kami jual dengan harga HET (beras) medium. Yang mengimpor PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia), bisa dengan mitranya,” jelas Mendag.
Sebelum opsi impor dipilih, pemerintah berharap kenaikan harga beras dapat dibendung dengan operasi pasar Bulog yang dimulai bulan ini. Dalam operasi pasar itu, Bulog menyalurkan sebanyak 13.000 ton beras medium ke pasar tradisional.
(dru) Next Article Ombudsman Turun Tangan, Ada Tak Beres Rencana Impor Beras!
Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengemukakan riset Indikator menunjukkan inflasi merupakan indikator makroekonomi yang paling berkaitan dengan tingkat penerimaan (approval) seorang Presiden.
“Impor itu isu elit, isu di masyarakat itu kalau barangnya [beras] langka di pasar, ini agak ngeri. Apalagi jelang bulan-bulan politik,” ungkap Burhanuddin, Rabu (24/1/2018).
Jadi ya impor beras kemarin sangat bisa ditafsirkan langkah Pemerintah untuk menjaga approval ratingBurhanuddin Muhtadi |
Dari riset Indikator sejak 1998 atau era Reformasi, dia menyatakan indikator inflasi yang rendah akan beriringan dengan kenaikan approval rating Presiden.
“Jadi ya impor beras kemarin sangat bisa ditafsirkan langkah Pemerintah untuk menjaga approval rating,” ungkap Burhanuddin.
Keputusan impor 500.000 ton beras setara IR64 diketok kemarin malam, 11 Januari 2018, usai rapat antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dan para penyalur beras.
“Saya tidak peduli harga berapa, nanti kami jual dengan harga HET (beras) medium. Yang mengimpor PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia), bisa dengan mitranya,” jelas Mendag.
Sebelum opsi impor dipilih, pemerintah berharap kenaikan harga beras dapat dibendung dengan operasi pasar Bulog yang dimulai bulan ini. Dalam operasi pasar itu, Bulog menyalurkan sebanyak 13.000 ton beras medium ke pasar tradisional.
(dru) Next Article Ombudsman Turun Tangan, Ada Tak Beres Rencana Impor Beras!
Most Popular