Bentuk Otoritas Pajak di Beberapa Negara

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 January 2018 18:59
Hampir tidak ada otoritas pajak di dunia yang bersifat otonom penuh.
Foto: CNBC Indonesia/ Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana membentuk lembaga atau badan khusus pemungut pajak. Rencana ini, telah tertuang dalam dokumen Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Meski demikian, hampir tidak ada otoritas pajak di dunia yang bersifat otonom penuh. Pada praktiknya, bentuk dan kewenangan otoritas pajak pun berbeda-beda. Bagi Indonesia yang berencana membentuk lembaga otonom otoritas pajak, ini bisa menjadi kajian penting.

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) mengklasifikasikan sembilan kewenangan administrasi yang idealnya dibutuhkan otoritas pajak. Mulai dari kewenangan membuat peraturan, sampai dengan kewenangan pengampunan dari sanksi atau denda.

Kemudian, mendesain sendiri struktur organisasi internal, penganggaran, manajemen, merektur karyawan, memperkerjakan atau memecat karyawan, negoisasi penetapan upah karyawan, sampai dengan menetapkan standar pelayanan yang akan diterapkan.

Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto mengungkap karateristik otoritas pajak di berbagai belahan dunia. Ada yang berbentuk badan semi otonom, dan ada pula yang setingkat direktorat di bawah kementerian terkait seperti Direktorat Jenderal Pajak RI.

Selain itu, ada negara yang memiliki badan perpajakan semi otonom, yang meski tidak berada di bawah kementerian tetapi disupevisi secara ketat oleh semacam Dewan Pengawas. Ini dilakukan oleh Singapura.

Bahkan, ada pula otoritas pajak setingkat direktorat atau di bawah kementerian yang punya kewenangan hampir sama atau bahkan lebih luas dibandingkan badan semi otonom di negara lain. Misalnya, seperti Thailand, direktorat pemungut pajaknya punya kewenangan yang sangat luas jika dibandingkan dengan badan semi otonom Jepang.

“Jadi masalah sebenarnya bukan pada status atau bentuk kelembagaan, melainkan pada fungsi dan kewenangannya diperluas,” jelas Wahyu saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu  (10/1/2018).

Menurut Wahyu, perubahan DJP menjadi lembaga semi otonom sah-sah saja, selama tetap dibawah supervisi dewan pengawas, seperti halnya Singapura. Hal ini penting, agar lembaga ini tidak menjadi lembaga yang memiliki kekuasaan penuh atas seluruh penerimaan negara.

“Perlu dewan pengawas atau komisi yang kuat. Tanpa itu, ditakutkan menjadi super body,” jelasnya.
(dru) Next Article Kacau! Penerimaan Pajak Hanya 84% Dari Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular