Fairness Lebih Utama dari Menyulap 'Wajib Pajak'

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
10 January 2018 10:03
Rencana pemerintah mengubah istilah 'wajib pajak' diharapkan tidak sekedar retorika semata.
Foto: Herdaru
Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah mengubah istilah ‘wajib pajak’ diharapkan tidak sekedar retorika semata. Perubahan tersebut harus diiringi dengan kesetaraan perlakuan terhadap para pembayar pajak.

Meski demikian, dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) berdasarkan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diserahkan ke parlemen, belum ada pasal yang dianggap mengakomodir hal tersebut.

"Kalau dilihat dari pasal-pasalnya, itu belum tercermin. Masih berat di pemerintah," kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu (10/1/2018).

Prastowo mengapresiasi upaya pemerintah mengubah istilah ‘wajib pajak’ menjadi ‘pembayar pajak’ seperti yang diterapkan Internal Revenue Services (IRS). Perubahan ini, tentu akan membuat sistem administrasi perpajakan menjadi lebih jelas.



Namun, tanpa adanya kesetaraan maka perubahan tersebut akan terasa percuma. Apalagi, Prastowo menilai, masalah utama yang saat ini dikeluhkan wajib pajak bukanlah istilah, namun aspek keadilan yang diberikan.

“Toh orang tidak masalah mau disebut wajib pajak atau pembayar pajak. Orang tidak meributkan. Tapi lebih ke praktik dan perlakuan fair yang di inginkan,” jelasnya.

Sebagai informasi, mengutip draf RUU KUP, perubahan istilah ini di dasari oleh alasan fungsional, terutama untuk mendorong masyarakat membayar pajak dengan mengubah terminologi. Ini adalah bunyi poin 4 (a) bagian umum draf tersebut.

Sebagai konsekuensinya, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang selama ini digunakan sebagai alat identifikasi WP akan digantikan dengan Nomor Induk Pembayar Pajak (NIPP).

“NIPP adalah nomor yang diberikan kepada pembayar pajak sebagai sarana pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identifias pembayar pajak,” ungkap pasal 1 draf RUU tersebut.



Apabila disahkan, RUU KUP yang baru ini akan meggantikan UU KUP No. 5/2008 sekaligus menjadi pintu pertama untuk melakukan revisi menyeluruh terhadap paket undang-undang perpajakan 2008, seperti UU Pajak Penghasilan dan UU Pajak Pertambahan Nilai.

Selain perubahan istilah tersebut, RUU ini juga mendesain pemisahan Direktorat Jendral Pajak dari Kementerian Keuangan. Dalam draf RUU KUP, DJP akan berdiri otonom menjadi lembaga pemerintah non kementerian (LPNK).
(dru) Next Article Kacau! Penerimaan Pajak Hanya 84% Dari Target

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular