JHT, Solusi Memutus "Lingkaran Setan" Sandwich Generation

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
Senin, 13/06/2022 14:42 WIB
Foto: courtesy CNBC International

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mendapatkan limpahan tenaga kerja usia produktif, atau dikenal sebagai bonus demografi, yang diprediksi memuncak pada 2030. Tanpa solusi keuangan di hari tua, bonus tersebut bisa berbalik menjadi "kutukan demografi" dalam 3 dekade ke depan.

Bonus demografi dimaknai sebagai surplus tenaga produktif di suatu negara akibat besarnya proporsi penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) hingga jauh melampaui usia tidak produktif (usia 14 tahun ke bawah dan di atas 65 tahun).

Acuannya adalah ketika jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk usia non-produktif, di mana rasio ketergantungan-perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia non-produktif di suatu negara-di bawah 50%. Intinya, makin kecil rasio ketergantungan makin baik bagi perekonomian.


Mengacu pada tingkat kelahiran dan kematian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi Indonesia menikmati window of opportunity (jendela peluang) pada kurun 2010-2030, di mana rasio ketergantungan sangat rendah dan mencapai puncaknya pada 2030 (sebesar 46,9%).

qSumber: Bappenas

Pada kurun waktu tersebut, penduduk Indonesia diprediksi berjumlah 293 juta jiwa (2030), dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai 200,3 juta. Bonus penduduk produktif inilah yang diyakini akan menjadi modal dasar untuk memutar mesin ekonomi dan pembangunan.

Terbaru (per Februari 2022), data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angkatan kerja di Indonesia berjumlah 144 juta. Sebanyak 135,6 juta orang terserap di pasar tenaga kerja dan 8,4 juta sisanya masih berstatus pengangguran.

Berapa kontribusi anak muda di angkatan kerja? BPS tidak merincinya. Namun, gejala kian kuatnya kontribusi generasi muda dalam ekonomi kita terlihat dari data pembayar pajak di Kementerian Keuangan.

Generasi Y (kaum milenial) dan Generasi Z, yang lahir tahun 1981-1996 dan 1997-2012, per tahun 2021 menyumbang 47% dari pembayar pajak di Indonesia. Di lapangan, angka tersebut berpeluang lebih tinggi karena data pembayar pajak tersebut merupakan mereka yang menyetor pajak penghasilan (Pph) pribadi.

Artinya, yang terekam di sini adalah mereka yang bekerja di sektor formal. Di sektor informal, kontribusi kaum muda ini kemungkinan besar lebih tinggi terutama dari ekonomi digital yang sangat mereka kuasai, misalnya bisnis re-seller produk berbasis media sosial (medsos).

HALAMAN SELANJUTNYA >> Kutukan Sandwich Generation


(ags/ags)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Pantau Revisi Aturan Polis Asuransi Usai Putusan MK

Pages