
JHT, Solusi Memutus "Lingkaran Setan" Sandwich Generation

Semestinya ketika jumlah generasi produktif lebih besar dari generasi non-produktif, maka ekonomi Indonesia berputar lebih kencang karena kaum yang menghasilkan pemasukan tersebut memiliki daya beli dan alokasi dana yang cukup untuk belanja dan investasi.
Sebagaimana diketahui, konsumsi masyarakat menyumbang 53% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sementara investasi berkontribusi sebesar 30%. Keduanya menjadi mesin utama ekonomi sehingga berperan menentukan kencang tidaknya laju mesin ekonomi nasional.
Namun, saat ini ada situasi yang memprihatinkan dalam struktur keuangan kaum muda Indonesia yang membuat potensi tersebut hilang, yakni besarnya pengeluaran mereka untuk membiayai hidup anggota keluarga, dan bukan untuk investasi yang berorientasi masa depan.
Kita mengenalnya dengan istilah sandwich generation di mana generasi muda terpaksa harus membayar pengeluaran rutin keluarganya (ayah/ibu, kakek/nenek, adik/kakak), sehingga daya beli yang mereka miliki kurang terpakai optimal untuk menopang investasi.
Data Indonesia Milenial Report (2019) menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran milenial untuk kebutuhan keluarga mencapai 51,1% dari pengeluaran rutin mereka per bulan. Sementara, alokasi dana untuk kebutuhan finansial di masa depan (berupa investasi) hanya 2%.
![]() |
Salah satu pangkal persoalannya adalah masih minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengembangkan nilai aset mereka di masa depan dalam bentuk investasi (yang berorientasi jangka panjang) atau dalam bentuk program pensiun untuk memenuhi kebutuhan finansial di hari tua.
Indeks Literasi Keuangan terbaru (2019) yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa angka literasi keuangan mengenai program dana pensiun hanya sebesar 14,13%.
Angka itu merupakan yang terendah kedua setelah pasar modal (yang menjadi tuan rumah bagi aktivitas investasi portofolio di Tanah Air) yang hanya di angka 4,9%. Sebagai perbandingan, literasi masyarakat mengenai perbankan telah mencapai 36,1%.
Situasi tersebut berkonsekuensi pada terbatasnya aset investasi masyarakat di pasar modal dan juga aset dana pensiun, yang hanya Rp 7.300 triliun dan Rp Rp 320 triliun. Keduanya setara dengan 43% dan 1,9% dari PDB.
Mengacu pada negara maju, aset pasar modal dan dana pensiun sebagai bentuk public investment idealnya lebih besar dari PDB. Sebagai contoh, aset pasar modal di Amerika Serikat (AS) setara dengan 194% PDB-nya, sementara aset dana pensiunnya setara dengan 153% PDB.
Halaman Selanjutnya >> JHT, Solusi Skala Nasional yang Terabaikan
(ags/ags)