Asing Masih Risk Off Mode, Investor Diminta Diversifikasi

tahir saleh, CNBC Indonesia
08 October 2019 14:53
Iklim investasi dalam negeri masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan politik Indonesia.
Foto: Ilustrasi Investasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Iklim investasi dalam negeri masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan politik Indonesia yang mendadak bergejolak di masa akhir pemerintahan Joko Widodo periode I (2014-2019). Dalam kondisi ini, Bank Commonwealth merekomendasikan investor melakukan diversifikasi investasi guna meminimalisir risiko.

Head of Wealth Management & Client Growth
Bank Commonwealth Ivan Jaya mengatakan diversifikasi investasi perlu dilakukan untuk 
meminimalisir risiko kerugian yang akan dihadapi di saat pasar masih tak menentu.

Menurutnya, reksa dana dan obligasi saat ini dapat menjadi pilihan diversifikasi investasi yang tepat. Alasannya, berdasarkan data historis, pasar saham Indonesia umumnya positif di kuartal 4, sementara itu pasar obligasi berpotensi menguat saat era penurunan suku bunga.


"Karena dalam kondisi sentimen negatif dari global dan kondisi politik Indonesia yang bergejolak karena demonstrasi, investor asing cenderung berada pada risk off mode," jelas Ivan, dalam keterangan resmi, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (8/10/2019).

Dia mengatakan investor bisa melakukan diversifikasi investasi, salah satunya ke obligasi retail seperti ORI016 yang bisa dibeli secara online untuk meraup hasil yang optimal.

Kondisi ekonomi global, katanya, masih dipenuhi sentimen seputar potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang masih belum menemukan titik terang.


Penurunan suku bunga acuan AS di pertengahan September masih belum mampu membawa perubahan arah investasi, karena investor masih berada pada posisi risk off mode.

Di samping itu, penyerangan ladang minyak Arab Saudi oleh drone yang tidak dikenal memperkeruh kondisi politik dunia dan di saat bersamaan kondisi geopolitik Asia semakin panas setelah demonstrasi Hong Kong yang belum berakhir, disusul oleh demonstrasi di Indonesia.

"Sentimen global dari perang dagang antara AS dan Tiongkok ini juga berdampak ke Indonesia, salah satunya dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena berkurangnya nilai investasi asing, dan ekspor yang tumbuh melambat akibat harga komoditas yang tertekan," katanya.

"Penurunan suku bunga acuan AS bulan lalu direspons oleh Bank Indonesia dengan memangkas suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo sebesar 25 bps [basis poin] ke angka 5,25%%."


Meski demikian, dia menegaskan Indonesia masih menjadi sasaran investasi investor asing, karena saat ini investor asing cenderung menyukai surat utang negara atau obligasi dibandingkan dengan pasar saham.

Sentimen pasar
Ivan menyebutkan beberapa hal yang perlu diwaspadai dalam membuat strategi investasi di bulan Oktober ini adalah perundingan lanjutan antara AS dan China terkait perang dagang, jadwal laporan keuangan pasar saham Kuartal III, kebijakan moneter bank sentral di dunia, pelantikan presiden Indonesia di pertengahan Oktober, dan babak final perundingan Inggris Raya keluar dari Uni Eropa (Brexit).

"Bank sentral di penjuru dunia diprediksi akan melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan nilai suku bunga, sementara dari sisi domestik prosesi pelantikan Presiden Indonesia yang diprediksi berlangsung aman, walaupun beberapa waktu sempat terjadi demonstrasi,, akan menjadi katalis positif bagi Indonesia," kata Ivan.

Bagaimana proyeksi IHSG?

[Gambas:Video CNBC]

 


(hps) Next Article Tips Pilih Aset Investasi Disaat Resesi Mengancam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular