
AS-China Masih Buntu, Investasi Apa yang Menarik?

Jakarta, CNBC Indonesia - Investasi di aset obligasi dan reksa dana dinilai menjadi pilihan investor di tengah optimisme perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Investor memang kini menantikan kedua negara adidaya itu akan segera menyudahi ketegangan yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun terakhir.
Head of Wealth Management & Client GrowthBank Commonwealth Ivan Jaya mengatakan beberapa sentimen yang menjadi perhatian investor di antaranya soal perang dagang AS-China dan juga rilis kinerja emiten anggota Indeks S&P 500 di bursa Wall Street AS.
Mayoritas hasil laporan pendapatan perusahaan penghuni Indeks S&P 500 menunjukkan hasil yang lebih positif dibandingkan dengan estimasi.
Selain itu, pasar mendapat sentimen positif dengan kebijakan bank sentral AS yang melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga, dorongan bagi geliat investasi.
Sebelumnya, pada Oktober, investor juga melihat perkembangan Brexit, di mana usulan kesepakatan antara Inggris Raya dan Uni Eropa diterima, walaupun masih belum mendapatkan persetujuan dari parlemen Inggris. Dengan demikian, Uni Eropa kembali menyetujui permohonan Inggris untuk memperpanjang tenggat waktu Brexit atau keluarnya Inggris dari Eropa hingga Januari 2020.
Adapun dari dalam negeri, kata Ivan, katalis dari dalam negeri, Bank Indonesia merespons kebijakan The Fed, bank sentral AS, dengan memangkas suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo sebesar 25 basis poin ke level 5%.
Katalis selanjutnya yakni optimisme Kabinet Indonesia Maju era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin untuk periode 2019-2024.
Ivan menegaskan hasil perundingan AS-China masih jadi perhatian, begitu pula dengan rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 tiap negara yang dijadwalkan akan dirilis di bulan ini.
"Data pertumbuhan ini akan menunjukkan apakah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia lebih buruk atau lebih baik dari ekspektasi," kata Ivan Jaya, dalam keterangan resmi, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (14/11/2019).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat disebabkan tensi perang dagang yang belum usai, namun berbagai bank sentral saat ini melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong dana yang mengendap di tabungan dapat masuk ke investasi atau konsumsi, sehingga dapat memicu pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, investor juga akan mencermati laporan pertumbuhan laba emiten kuartal-III 2019 yang mulai dirilis Oktober lalu, dengan mayoritas perusahaan memiliki hasil pertumbuhan laba di atas perkiraan.
Dengan kondisi yang bergerak ke arah positif ini, alokasi portofolio investasi dapat menjadi lebih dinamis, namun, kata Ivan, tetap memperhatikan profil risiko setiap nasabah.
"Untuk profil risiko balanced, disarankan porsi portofolio sebanyak 30% di reksa dana fixed incomedan 30% di reksa dana saham, dengan mengambil posisi di tengah era suku bunga rendah," jelasnya.
"Sedangkan untuk profil risiko growth, porsi lebih besar di reksa dana saham dengan alokasi sebesar 70%, mempertimbangkan iklim investasi tetap positif di kuartal IV - 2019."
Data Infovesta mencatat, hingga September lalu, kinerja produk reksa dana (RD) pendapatan tetap dan RD pasar uang menjadi jenis reksa dana yang positif pada periode September 2019, sedangkan dua jenis reksa dana lain masih negatif yakni RD saham dan RD campuran.
Cara atur uang buat liburan, simak nih
(tas) Next Article Ngeri Nih RI Resesi, Bagaimana Atur Uang Biar Tak Bangkrut?
