
Jika BI Pangkas Suku Bunga, Bagaimana Nasib Emas Antam?
Putu Agus Pransuamitra & Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
21 August 2019 16:19

Jakarta, CNBC Indoensia - Pasar finansial dalam negeri masih dalam mode wait and see pada perdagangan hari ini, Rabu (21/8/19). Penyebabnya Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan suku bunga acuannya 7-Day Reverse Repo Rate Kamis besok.
Pada pertengahan bulan lalu, BI memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%, dan menjadi yang pertama sejak September 2017. Selain itu Gubernur BI, Perry Warjiyo juga membuka peluang untuk memangkas suku bunga kembali, melihat inflasi di Indonesia yang masih terjaga.
Untuk bulan ini, konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 12 ekonom yang disurvei, hanya empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 bps.
Meski mayoritas ekonom memprediksi suku bunga akan ditahan 5,75%, tapi jangan abaikan kejutan dari BI nantinya. Dua pekan lalu ada tiga bank sentral yang mengejutkan pasar finansial global.
Bank Sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) memangkas suku bunga sebanyak sebesar 50 bps ke rekor terendah 1%. Pemangkasan tersebut lebih besar dari prediksi 25 bps.
Selanjutnya, Bank Sentral India (Reserve Bank of India/RBI) memangkas tingkat suku bunga acuan 35 bps menjadi 5,40%, juga lebih besar dari prediksi 25 bps. RBI sudah empat kali memangkas suku bunga di tahun ini.
Terakhir, ada Bank Sentral Thailand yang tidak diprediksi sebelumnya, memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,5%. Pemangkasan tersebut menjadi yang pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir.
Pemangkasan yang dilakukan ketiga bank sentral tersebut bertujuan untuk memberikan stimulus ke perekonomian yang sedang melambat. Harapannya roda perekonomian bisa terpacu dan pertumbuhan menjadi terakselerasi.
Bank Sentral Thailand juga memanfaatkan pemangkasan suku bunga tersebut untuk menjaga nilai tukar bath agar tidak terus menguat. Mata uang bath merupakan yang terbaik di Asia, sepanjang tahun ini sudah menguat sekitar 5% melawan dolar AS, berdasarkan data Refinitiv.
Berbeda dengan ketiga negara tersebut, Indonesia tidak mengalami pelambatan ekonomi signifikan, walaupun juga tidak tumbuh tajam. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia dalam lima tahun terakhir terakhir naik turun di dekat 5%.
Dengan inflasi yang terus terjaga, dan defisit neraca dagang yang tidak terlalu besar di bulan Juli, BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, guna memacu perekonomian Indonesia.
Secara teori pemangkasan suku bunga akan melemahkan nilai tukar mata uang, tapi dalam kasus rupiah hal itu belum tentu terjadi. Saat BI memangkas suku bunga 18 Juli lalu, Mata Uang Garuda justru bisa menguat dalam dua hari berturut-turut.
Harapan akan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia memberikan sentimen positif bagi rupiah. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa terjadi lagi jika BI memangkas suku bunga besok.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pada pertengahan bulan lalu, BI memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%, dan menjadi yang pertama sejak September 2017. Selain itu Gubernur BI, Perry Warjiyo juga membuka peluang untuk memangkas suku bunga kembali, melihat inflasi di Indonesia yang masih terjaga.
Untuk bulan ini, konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia memperkirakan bahwa BI akan menahan tingkat suku bunga acuan alias 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,75%. Dari 12 ekonom yang disurvei, hanya empat yang memperkirakan akan ada pemangkasan, yakni sebesar 25 bps.
Meski mayoritas ekonom memprediksi suku bunga akan ditahan 5,75%, tapi jangan abaikan kejutan dari BI nantinya. Dua pekan lalu ada tiga bank sentral yang mengejutkan pasar finansial global.
Bank Sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) memangkas suku bunga sebanyak sebesar 50 bps ke rekor terendah 1%. Pemangkasan tersebut lebih besar dari prediksi 25 bps.
Selanjutnya, Bank Sentral India (Reserve Bank of India/RBI) memangkas tingkat suku bunga acuan 35 bps menjadi 5,40%, juga lebih besar dari prediksi 25 bps. RBI sudah empat kali memangkas suku bunga di tahun ini.
Terakhir, ada Bank Sentral Thailand yang tidak diprediksi sebelumnya, memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,5%. Pemangkasan tersebut menjadi yang pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir.
Pemangkasan yang dilakukan ketiga bank sentral tersebut bertujuan untuk memberikan stimulus ke perekonomian yang sedang melambat. Harapannya roda perekonomian bisa terpacu dan pertumbuhan menjadi terakselerasi.
Bank Sentral Thailand juga memanfaatkan pemangkasan suku bunga tersebut untuk menjaga nilai tukar bath agar tidak terus menguat. Mata uang bath merupakan yang terbaik di Asia, sepanjang tahun ini sudah menguat sekitar 5% melawan dolar AS, berdasarkan data Refinitiv.
Berbeda dengan ketiga negara tersebut, Indonesia tidak mengalami pelambatan ekonomi signifikan, walaupun juga tidak tumbuh tajam. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia dalam lima tahun terakhir terakhir naik turun di dekat 5%.
Dengan inflasi yang terus terjaga, dan defisit neraca dagang yang tidak terlalu besar di bulan Juli, BI memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, guna memacu perekonomian Indonesia.
Secara teori pemangkasan suku bunga akan melemahkan nilai tukar mata uang, tapi dalam kasus rupiah hal itu belum tentu terjadi. Saat BI memangkas suku bunga 18 Juli lalu, Mata Uang Garuda justru bisa menguat dalam dua hari berturut-turut.
Harapan akan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia memberikan sentimen positif bagi rupiah. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa terjadi lagi jika BI memangkas suku bunga besok.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular