
Bunga Acuan Dipangkas atau Ditahan BI? Ini Prediksi BCA
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
21 August 2019 15:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan bankir menilai masih ada ruang bagi Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini seiring dengan kondisi perekonomian domestik yang masih terkendali.
Mulai Rabu ini, 21 Agustus hingga Kamis esok 22 Agustus, Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reserve Repo Rate. Level bunga acuan terakhir diturunkan di level 5,75% pada 8 Juli lalu dari sebelumnya 6%.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rudy Susanto menilai, otoritas moneter akan memperhatikan lebih dulu kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) dan kebijakan dari bank sentral di negara lain.
Rudy menyebut, pada Juli lalu, BI memang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dari 6% menjadi 5,75% untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.
Selain itu, kata Rudy, bank sentral di negara-negara lain juga sudah memangkas tingkat bunga acuannya.
"Kalau dilihat global, saya rasa semua sudah mulai turunkan, kita [BI] juga sudah turunkan baru sekali. Kita tunggu The Fed dan bank sentral negara lain, kalau keadaan memungkinkan, saya yakin BI akan coba lihat ke arah sana [potensi turun]," ungkap Rudy, saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah berpendapat, Bank Indonesia belum akan menaikkan tingkat suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur Agustus ini.
Ada dua pertimbangan yang mendasarinya. Pertama, sinyal yang tidak cukup dovish (kalem) yang disampaikan The Fed pascapenurunan suku bunga sebelumnya.
"Kalau The Fed memberi sinyal akan menurunkan suku bunga, maka BI lebih berani menurunkan suku bunga. Aliran modal global akan bergerak ke negara berkembang, Rupiah ada ruang menguat," kata Piter Abdullah, kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/8/2019).
Pertimbangan kedua adalah terus menguatnya dolar, sedangkan mata uang Garuda tertekan pelemahan. Dijelaskan Piter, sejauh ini pergerakan rupiah masih menjadi rujukan BI dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan.
Mengacu data di pasar spot, sepanjang tahun berjalan (year to date) kurs rupiah melemah 1,09%. Rabu ini, rupiah ditransaksikan pada level Rp 14.242 per US$.
"Tekanan pelemahan rupiah masih tinggi, oleh karena itu yang paling tepat bagi BI adalah menahan suku bunga," jelasnya.
Tren perubahan suku bunga BI
Sumber: BI
(tas/tas) Next Article Sikap Bos BCA, Tukang Becak Bobol Tabungan Nasabah Rp345 Juta
Mulai Rabu ini, 21 Agustus hingga Kamis esok 22 Agustus, Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan kebijakan suku bunga acuan BI 7-Day Reserve Repo Rate. Level bunga acuan terakhir diturunkan di level 5,75% pada 8 Juli lalu dari sebelumnya 6%.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rudy Susanto menilai, otoritas moneter akan memperhatikan lebih dulu kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) dan kebijakan dari bank sentral di negara lain.
Rudy menyebut, pada Juli lalu, BI memang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dari 6% menjadi 5,75% untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.
Selain itu, kata Rudy, bank sentral di negara-negara lain juga sudah memangkas tingkat bunga acuannya.
"Kalau dilihat global, saya rasa semua sudah mulai turunkan, kita [BI] juga sudah turunkan baru sekali. Kita tunggu The Fed dan bank sentral negara lain, kalau keadaan memungkinkan, saya yakin BI akan coba lihat ke arah sana [potensi turun]," ungkap Rudy, saat paparan publik di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah berpendapat, Bank Indonesia belum akan menaikkan tingkat suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur Agustus ini.
Ada dua pertimbangan yang mendasarinya. Pertama, sinyal yang tidak cukup dovish (kalem) yang disampaikan The Fed pascapenurunan suku bunga sebelumnya.
"Kalau The Fed memberi sinyal akan menurunkan suku bunga, maka BI lebih berani menurunkan suku bunga. Aliran modal global akan bergerak ke negara berkembang, Rupiah ada ruang menguat," kata Piter Abdullah, kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/8/2019).
Pertimbangan kedua adalah terus menguatnya dolar, sedangkan mata uang Garuda tertekan pelemahan. Dijelaskan Piter, sejauh ini pergerakan rupiah masih menjadi rujukan BI dalam menentukan kebijakan suku bunga acuan.
Mengacu data di pasar spot, sepanjang tahun berjalan (year to date) kurs rupiah melemah 1,09%. Rabu ini, rupiah ditransaksikan pada level Rp 14.242 per US$.
"Tekanan pelemahan rupiah masih tinggi, oleh karena itu yang paling tepat bagi BI adalah menahan suku bunga," jelasnya.
Tren perubahan suku bunga BI
8 Juli 2019 | 5.75 % |
20 Juni 2019 | 6.00 % |
16 Mei 2019 | 6.00 % |
25 April 2019 | 6.00 % |
21 Maret 2019 | 6.00 % |
21 Februari 2019 | 6.00 % |
17 Januari 2019 | 6.00 % |
20 Desember 2018 | 6.00 % |
15 November 2018 | 6.00 % |
8 Juli 2019 | 5.75 % |
20 Juni 2019 | 6.00 % |
16 Mei 2019 | 6.00 % |
25 April 2019 | 6.00 % |
21 Maret 2019 | 6.00 % |
21 Februari 2019 | 6.00 % |
17 Januari 2019 | 6.00 % |
20 Desember 2018 | 6.00 % |
15 Nopember 2018 | 6.00 % |
(tas/tas) Next Article Sikap Bos BCA, Tukang Becak Bobol Tabungan Nasabah Rp345 Juta
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular