Ancaman Resesi AS, Bos BCA: Jaga Likuiditas & Kestabilan!

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
15 August 2019 17:26
Pasar obligasi Amerika Serikat (AS) yang mengalami inversi memicu kekhawatiran para investor.
Foto: Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi Amerika Serikat (AS) yang mengalami inversi memicu kekhawatiran para investor bahwa AS menuju resesi. Inversi di pasar obligasi AS menjadi hal yang krusial bagi pasar keuangan dunia lantaran inversi merupakan sinyal adanya resesi AS di masa depan.

Inversi adalah fenomena di mana yield (imbal hasil) obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pasti lebih berisiko ketimbang tenor pendek.

Imbal hasil
obligasi AS tenor 2 tahun sempat melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Melansir data dari Refinitiv, yield obligasi tenor 2 tahun pada hari ini, Kamis (15/8/2019) berada di level 1,5649%, sementara yield obligasi tenor 10 tahun berada di level 1,5606%.


Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan di tengah kekhawatiran investor ini, yang terpenting ialah bagaimana perbankan menjaga likuiditas dan kestabilan.

"Resesi global ya, sebenarnya jangan berlebihan. Yang penting kita dalam kondisi seperti ini jaga likuiditas dan kestabilan, misalnya credit loan, usahakan DPK [dana pihak ketiga] lebih besar. Kemudian juga kalau kredit tuh jangan terlalu di-force, dipaksa. Itu harus natural, harus berdasarkan permintaan pasar," katanya di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

"Jadi ada yang harus kita layani, tapi permintaan [kredit] kan lihat benar untuk industri atau bisnis yang potensial berkembang atau industri yang lagi slump [merosot]. Atau dia restructuring dari bank lain, ini juga bahaya. Jadi ini harus jeli-jeli memilih. Opportunity tetap ada, tetapi kita harus betul betul yakin industri yang kita biayai itu harus prospektif. Bukan yang mau mati istilahnya," tegasnya.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Jahja menegaskan kondisi perlambatan yang terjadi di beberapa negara dinilai wajar karena situasi global. "Ibaratnya lapangan bola, habis hujan, becek. Biarpun jagoan sepak bola [Christiano] Ronaldo, kalau sudah becek dia enggak akan berani lari seperti normal. Begitu dia tergelincir jatuh, habis kariernya," kata Jahja.

Dalam kondisi demikian, Jahja menegaskan agar perbankan bergerak bertahap, dan tidak terburu nafsu karena kondisi global sedang melambat.

"Kalau begitu situasi global berbalik baik, ya kita saatnya bermain baik, saatnya berkembang. Jadi enggak mungkin suatu negara bisa hebat sendirian di tengah keberadaan situasi global yang kurang bagus."

Hingga semester I-2019, BCA sudah 
mencatatkan laba bersih Rp 12,9 triliun. Angka ini meningkat 12,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 11,4 triliun.

Kinerja keuangan yang kinclong ini ditopang oleh pendapatan bersih dan pendapatan bunga operasional. Pendapatan bunga bersih meningkat 13,1% menjadi RP 24,6 triliun. Sementara pendapatan operasional meningkat 16,1% jadi Rp 34,2 triliun.


(tas) Next Article Sikap Bos BCA, Tukang Becak Bobol Tabungan Nasabah Rp345 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular