Pertumbuhan Industri Asuransi Lesu, Apa Penyebabnya?

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
08 July 2019 14:43
Pertumbuhan industri asuransi terbilang lesu jika dibandingkan dengan industri perbankan.
Foto: Jiwasraya (CNBC Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan industri asuransi terbilang lesu jika dibandingkan dengan industri perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut di tahun 2018, total premi industri asuransi hanya mampu mencapai angka 9%. Sementara, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan tumbuh 12,88%.

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengakui pertumbuhan asuransi memang tidak secepat perbankan. Ada beberapa alasan di balik fakta tersebut.

"Yang utama rendahnya literasi asuransi. Penyebab lain karena rendahnya penetrasi asuransi secara umum tidak beranjak naik. Demikian juga densitas asuransi yang rendah serta literasi asuransi yang rendah dibanding sektor perbankan," kata Irvan kepada CNBC Indonesia, Senin (8/7/2019).



Ia menjelaskan, penetrasi asuransi jiwa di tahun 2010 sebesar 1,00 % setelah itu penetrasinya naik menjadi 1,28 % di tahun 2015. Densitas asuransi jiwa di tahun 2010 yang sebesar 30,9% mengalami peningkatan menjadi 42,7%.

Untuk asuransi umum penetrasinya di tahun 2010 sebesar 0,50%, kemudian menurun di tahun 2015 menjadi 0,45%. Sementara, densitas asuransi umum di tahun 2010 tercatat sebesar 14,9%, meningkat tipis di tahun 2015 menjadi 15,2%.

"Asuransi Jiwa paling tinggi 2014-2015 mencapai 30% - 35%. Asuransi umum paling tinggi mencapai 20% tahun 2013 - 2014. Saat tumbuh pesat hasil operasional dan hasil investasi meningkat tajam," jelas Irvan.

Namun, penurunan kian terasa selama 2017-2018 ini. Pertumbuhan tidak pesat karena dua penyumbang utama bisnis asuransi, yakni bisnis properti dan kendaraan bermotor mengalami penurunan tajam.

Sektor properti mengalami kelesuan sejak 2-3 tahun terakhir. Sementara, pembiayaan kredit kendaraan bermotor dari sumber perbankan dan leasing mengalami penurunan.

"Meskipun sudah ada kebijakan perbankan penurunan uang muka untuk mengimbangi kenaikan bunga," lanjut Irvan.

Foto: Jiwasraya (CNBC Indonesia/Ranny Virginia Utami)


Di sisi lain, kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi menurun karena kasus-kasus gagal bayar asuransi besar, seperti Jiwasraya dan Bumi Putera. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 2018, mencatat ada 21 keluhan dari industri asuransi. Melewati paruh pertama 2019, YLKI pun mencatat ada 8 keluhan.

"Secara umum keseluruhan juga disebabkan kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi menurun karena kasus2 gagal bayar asuransi besar seperti Jiwasraya dan Bumiputera yg tidak kunjung ada jalan keluar konkrit yg memuaskan nasabah," ujar Irvan.

Menurut Irvan, agar industri asuransi tetap tumbuh, perusahaan asuransi harus meningkatkan jalur distribusi banccassurance dengan inovasi platform digital. Beberapa pemain asuransi, kata Irvan, sudah merintis beberapa telah memperluas saluran market melalui e-commerce.

Tahun ini, OJK menargetkan premi industri asuransi mampu tumbuh sebesar 12%-15%. Adapun saaat ini total aset IKNB menurut data OJK adalah sebesar Rp2.353 triliun, terdiri dari Rp2.255 aset konvensional dan Rp98,57 triliun aset di syariah. Asuransi sendiri menguasai 53% aset dari total IKNB sebesar Rp1.251 triliun. Sisanya dipegang dana pensiun 12% dan lembaga pembiayaan 25%. Sisanya 10% dipegang IKNB jenis lainnya.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article OJK Larang Bank Ganti Rugi Uang Nasabah Jiwasraya, Benarkah?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular