Begini Korelasi Kenaikan Bunga Acuan BI & Obligasi Korporasi

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
23 August 2018 16:45
Korelasi Kenaikan Suku Bunga dengan Penerbitan Obligasi
Foto: Reuters
Berkaca dari data historis, memang penerbitan surat utang oleh perusahaan di bursa Indonesia masih sangat tergantung dari kondisi suku bunga.

Mengacu pada data posisi suku bunga acuan (7DRRR) dan sebelum 2016 masih mengacu pada BI rate) serta angka pertumbuhan tiap tahunnya, maka naiknya penerbitan obligasi korporasi sangat reaktif terhadap suku bunga acuan.

Berkaca pada 2012-2017, ketika ada kenaikan suku bunga beruntun dari 5,25% pada Februari 2012 hingga 7,75% pada November 2014, maka pertumbuhan surat utang yang diterbitkan perusahaan (biasa disebut obligasi korporasi) langsung negatif.

Pada 2012, penerbitan obligasi korporasi Rp 69,45 triliun, pada 2013 turun menjadi Rp 58,56 triliun, dan terus turun hingga Rp 48,21 triliun pada 2014 ketika suku bunga berada di 7,75%, posisi tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. Baru ketika suku bunga acuan berangsur turun, jumlah penerbitan obligasi korporasi kembali terkerek.

Penurunan suku bunga tentu akan memicu tergerusnya potensi cost of fund dan memancing minat penerbitan obligasi korporasi. Kondisi pasang surutnya pasar obligasi korporasi adalah salah satu penggambaran bahwa iklim pelonggaran kebijakan moneter (suku bunga turun) atau pengetatan moneter (suku bunga naik) akan berimplikasi pada pertumbuhan dan ekspansi bisnis.

Perusahaan yang ingin ekspansi dan mencari pendanaan lewat obligasi akan berpikir kembali jika suku bunga naik, dan tentu akan bersemangat melebarkan usahanya jika suku bunga turun.

Saat ini, mengingat stabilitas rupiah masih menjadi prioritas pemerintah dan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, maka pertumbuhan ekonomi memang belum jadi urutan teratas.

Bersiaplah ekspansi jika memang momentum mengharuskan kita berkonsolidasi. Namun, jangan "wait and see" karena cenderung berdiam diri di luar garis tanpa melakukan banyak hal.

Banyak hal yang bisa kembali dipikirkan, direncanakan, dan dikerjakan secara lebih matang untuk menunggu saat ekspansi yang ditunggu-tunggu itu datang. Dan ketika saatnya datang, kita bisa menyerang duluan dengan segala persiapan yang sudah kita lakukan dibandingkan dengan pesaing lain.

Sesuai dengan ujaran Sun Tzu, filsuf perang China klasik. "In peace, prepare for war."

TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/hps)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular