
Begini Korelasi Kenaikan Bunga Acuan BI & Obligasi Korporasi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
23 August 2018 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan suku bunga acuan menjadi 5,5% pada medio Agustus ternyata Tak butuh waktu lama langsung disikapi pelaku pasar surat utang.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan beberapa calon emiten baru surat utang, baik berupa surat utang jangka menengah (MTN) maupun obligasi publik senilai Rp 20 triliun, sudah membatalkan rencana penerbitan di semester II tahun ini.
Bahasa halusnya adalah memundurkan jadwal hingga waktu yang tidak ditentukan.
Pefindo adalah salah satu lembaga pemeringkat (rating) utang di pasar domestik selain PT Fitch Ratings Indonesia, yang menentukan peringkat utang surat utang yang akan diterbitkan emiten.
Di Indonesia, efek surat utang sendiri biasa disebut dengan efek pendapatan tetap (fixed income) karena umumnya menawarkan bunga tetap tiap tahun. Surat utang tersebut ada yang disebut surat sanggup (promissory notes/PN), surat komersial (commercial paper/CP), surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), atau obligasi biasa.
MTN biasa disematkan bagi efek surat utang yang ditawarkan secara terbatas (private placement) kepada calon investor strategis, berlawanan dengan obligasi yang ditawarkan secara publik. Di sisi lain, penyebutan PN dan CP pernah ramai digunakan tetapi saat ini tidak familiar lagi.
Setiap penerbitan surat utang diwajibkan memiliki rating dari lembaga pemeringkat sebagai acuan awal calon investor. Kontrak awal dari calon emiten itulah yang mundur dari rencana awal dengan pihak Pefindo.
Calon emiten obligasi korporasi yang memundurkan jadwal penerbitan, sebagian kecil yaitu sekitar Rp 5 triliun dari total Rp 20 triliun, merupakan calon penerbit baru yang tidak terlalu butuh tahun ini sehingga dapat menunda penerbitan pada tahun depan.
Meskipun faktornya tidak besar atau sudah dikalkulasi lebih awal oleh calon emiten, tentu saja faktor kenaikan suku bunga yang di luar ekspektasi menjadi faktor pertimbangan calon emiten surat utang dalam meneruskan niat penerbitannya.
Sebabnya tentu saja jika suku bunga acuan naik, maka akan memicu kenaikan tingkat imbal hasil (yield) surat utang yang sudah beredar. Hal tersebut mencerminkan kecenderungan investor untuk melepas obligasi di pasar jika ada kenaikan suku bunga, seiring dengan harapan pelaku pasar terhadap adanya penyesuaian= kenaikan hasil dari investasi mereka.
Pelepasan obligasi tentu akan menekan harga surat berharga itu di pasar, dan setiap penurunan suku bunga akan menaikkan yield mereka di pasar.
Sudah hukumnya, bahwa yield obligasi di pasar tersebut akan menjadi acuan bagi penerbitan obligasi yang akan diterbitkan selanjutnya. Misalnya yield di pasar 8%, maka calon investor obligasi akan menuntut kupon yang minimal sebesar 8% tersebut, belum lagi jika ada premium atau tambahan yang perlu ditabur di atas kupon tersebut sebagai pemancing minat pembelian.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menyatakan beberapa calon emiten baru surat utang, baik berupa surat utang jangka menengah (MTN) maupun obligasi publik senilai Rp 20 triliun, sudah membatalkan rencana penerbitan di semester II tahun ini.
Bahasa halusnya adalah memundurkan jadwal hingga waktu yang tidak ditentukan.
Di Indonesia, efek surat utang sendiri biasa disebut dengan efek pendapatan tetap (fixed income) karena umumnya menawarkan bunga tetap tiap tahun. Surat utang tersebut ada yang disebut surat sanggup (promissory notes/PN), surat komersial (commercial paper/CP), surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN), atau obligasi biasa.
MTN biasa disematkan bagi efek surat utang yang ditawarkan secara terbatas (private placement) kepada calon investor strategis, berlawanan dengan obligasi yang ditawarkan secara publik. Di sisi lain, penyebutan PN dan CP pernah ramai digunakan tetapi saat ini tidak familiar lagi.
Setiap penerbitan surat utang diwajibkan memiliki rating dari lembaga pemeringkat sebagai acuan awal calon investor. Kontrak awal dari calon emiten itulah yang mundur dari rencana awal dengan pihak Pefindo.
Calon emiten obligasi korporasi yang memundurkan jadwal penerbitan, sebagian kecil yaitu sekitar Rp 5 triliun dari total Rp 20 triliun, merupakan calon penerbit baru yang tidak terlalu butuh tahun ini sehingga dapat menunda penerbitan pada tahun depan.
Meskipun faktornya tidak besar atau sudah dikalkulasi lebih awal oleh calon emiten, tentu saja faktor kenaikan suku bunga yang di luar ekspektasi menjadi faktor pertimbangan calon emiten surat utang dalam meneruskan niat penerbitannya.
Sebabnya tentu saja jika suku bunga acuan naik, maka akan memicu kenaikan tingkat imbal hasil (yield) surat utang yang sudah beredar. Hal tersebut mencerminkan kecenderungan investor untuk melepas obligasi di pasar jika ada kenaikan suku bunga, seiring dengan harapan pelaku pasar terhadap adanya penyesuaian= kenaikan hasil dari investasi mereka.
Pelepasan obligasi tentu akan menekan harga surat berharga itu di pasar, dan setiap penurunan suku bunga akan menaikkan yield mereka di pasar.
Sudah hukumnya, bahwa yield obligasi di pasar tersebut akan menjadi acuan bagi penerbitan obligasi yang akan diterbitkan selanjutnya. Misalnya yield di pasar 8%, maka calon investor obligasi akan menuntut kupon yang minimal sebesar 8% tersebut, belum lagi jika ada premium atau tambahan yang perlu ditabur di atas kupon tersebut sebagai pemancing minat pembelian.
![]() |
Next Page
Menghitung Biaya Dana (Cost of Fund)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular