Ngeri, Ini Bahaya Jual Motor-Mobil STNK Only
Jakarta, CNBC Indonesia - Belakangan marak di media sosial praktik jual-beli kendaraan yang hanya memiliki STNK (STNK Only). Fenomena ini bisa mendorong angka kredit macet multifinance melonjak.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, fenomena di lapangan menunjukkan, banyak kendaraan yang dijual tanpa BPKB tersebut belum lunas kreditnya.
"Ya nasabah nggak bayar (cicilan). Begitu dikunjungi nasabahnya sudah hilang. Begitu ditanya, nasabahnya bilang mobil sudah nggak ada di dia," kata Suwandi dihubungi Senin, (15/12/2025).
Cicilan kredit mobil dan motor yang macet bisa mendorong rasio non performing financing (NPF) di industri multifinance. Jika angka NPF terus melonjak tinggi, maka perusahaan otomatis akan lebih memperketat seleksi debitur sesuai kualitas kreditnya.
"Kalau akhirnya menyebabkan kerujian yang terus menerus, suatu saat apakah perusahaan pembiayaan akan stop pembiayaan kepada orang yang mau mengajukan kredit kepada motor dan mobil? Mungkin di-stop nggak, tapi akan menjadi sangat selektif," tandasnya.
Jika melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit macet perusahaan pembiayaan meningkat secara tahunan. Hal ini terlihat dari NPF Nett per November 2025 yang tercatat sebesar 0,83%, naik dari periode sama tahun lalu 0,77%.
Adapun piutang pembiayaan per November 2025 tercatat sebanyak Rp506,3 triliun. Pertumbuhan piutang pembiayaan ini melambat, dengan kenaikan sebesar 0,68% year on year (yoy).
Risiko Bagi Pembeli
Selain berisiko bagi penjual dan masyarakat umum, pembeli kendaraan STNK only juga bisa terjerat pelanggaran hukum. Pasalnya, STNK bukanlah bukti kepemilikan, melainkan hanya bukti registrasi kendaraan.
"Selain itu, pembeli kendaraan STNK only sebenarnya juga merugikan diri sendiri karena barang tersebut bukan hak sepenuhnya. Penjualnya pun kerap tidak memahami risikonya. Jika kendaraan itu melanggar aturan, tetap pemilik sah yang akan terkena urusan hukum. Pembeli tidak bisa mengubah kepemilikan karena sejak awal hanya memegang STNK," ujar Suwandi.
Risiko paling besar muncul ketika kendaraan tersebut ditarik paksa karena masih menjadi objek pembiayaan. Tidak sedikit pembeli yang baru menyadari bahwa kendaraan yang mereka beli ternyata masih menunggak cicilan. Dalam kondisi itu, hukum tidak melindungi pembeli yang tidak memeriksa legalitas kendaraan. Ancaman bagi pembeli kendaraan tanpa legalitas yakni sebagai penadah, yakni Pasal 591 UU1/2023 dengan pidana penjara maksimal 4 tahun atau denda kategori V (hingga Rp500 juta).
"Jika suatu hari kendaraan itu dihentikan di jalan atau ditarik debt collector karena masih berstatus kredit, pembelinya bisa terjerat pidana sebagai penadah. Banyak orang tidak menyadari bahwa ada konsekuensi hukum serius dari transaksi seperti ini," pungkas Suwandi.
(fsd/fsd)[Gambas:Video CNBC]