NEWSLETTER

Kekuatan China Memudar, Surplus Dagang RI Samar-Samar Ambyar

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
15 August 2023 06:01
ini Deretan Aksi Jokowi Bikin Dunia Ngamuk
Foto: Infografis/ini Deretan Aksi Jokowi Bikin Dunia Ngamuk/Aristya Rahadian
  • IHSG ditutup melemah sementara rupiah hancur lebur pada perdagangan kemarin
  • Wall Street mengakhiri perdagangan di zona hijau 
  • Data perdagangan Indonesia, pertumbuhan ekonomi Jepang, serta data pengangguran China akan menjadi perhatian investor pada hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tetapi nilai tukar rupiah hancur lebur dan Surat Berharga Negara (SBN) masih dilepas investor.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan kompak mengakhiri perdagangan dengan kinerja positif pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar keuangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pasar modal dalam negeri (IHSG) menguat 0,44% di level 6.910,17 pada penutupan perdagangan Senin (14/8/2023). IHSG akhirnya berhasil kembali menyentuh level psikologis 6.900.

Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penopang terbesar IHSG pada perdagangan kemarin yakni mencapai 1,81%. Transaksi IHSG pada penutupan mencapai Rp9,06 triliun, lebih tinggi dibandingkan transaksi pada perdagangan Jumat (11/8/2023) yang hanya Rp7 triliun saja.

Sebanyak 254 saham naik, 283 turun dan 207 tidak berubah dengan total transaksi 16,69 miliar lembar saham.

IHSG sempat terbebani hingga terkoreksi di sesi I pada perdagangan kemarin. Namun setelah sesi II, IHSG berhasil rebound dan akhirnya ditutup di zona hijau dan kembali ke level psikologis 6.900.

IHSG sempat terbebani oleh sentimen dari inflasi Amerika Serikat (AS) yang kembali naik, meski kenaikannya masih berada di bawah ekspektasi pasar.

Inflasi ditingkat konsumen (consumer price index/CPI) Amerika Serikat (AS) pada bulan lalu mencapai 3,2% (year-on-year/yoy), meningkat dibandingkan 3,0% pada Juni lalu yang sebesar 3%. Meskipun demikian, laju inflasi di bawah ekspektasi sebesar 3,3% (yoy).

Kenaikan inflasi tersebut menjadi yang pertama kali dalam setahun terakhir, setelah dalam 12 bulan berturut-turut mencatatkan penurunan CPI. Kenaikan inflasi ini membuat pelaku pasar khawatir jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan kebijakan hawkishnya.

Pelaku pasar kini menunggu risalah rapat The Fed Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan keluar pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Risalah tersebut diharapkan bisa memberikan gambaran lebih jauh terkait keputusan the Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) di sisa tahun ini terutama pada potensi kenaikan suku bunga.

Berbanding terbalik dengan IHSG, rupiah babak belur pada penutupan perdagangan Senin (14/8/2023). Rupiah ditutup melemah 0,66% terhadap dolar AS di posisi Rp15.310/US$1 bahkan sempat melemah hingga Rp15.337/US$1.  Posisi penutupan kemarin merupakan yang terlemah sejak 23 Maret 2023 atau lebih dari empat bulan terakhir.

Pelemahan sebesar 0,66% sehari juga menjadi depresiasi terdalam sehari sejak 6 Februari 2023 atau enam bulan terakhir di mana rupiah ambruk 1% lebih.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menjelaskan rupiah melemah karena tekanan sentimen global. Termasuk di dalamnya adalah proyeksi masih hawkishnya bank sentral AS The Federal Reserve dan ekonomi Tiongkok yang di bawah ekspektasi pasar.

Proyeksi masih hawkishnya The Fed membuat investor asing meninggalkan pasar keuangan dalam negeri, termasuk dengan menjual rupiah.

Bank Indonesia (BI) mencatatkan investor asing mencatat net sell sebesar Rp 14,59 triliun  pada periode 7-10 Agustus 2023. BI mencatat masih terjadi net buy di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1,45 triliun tetapi terjadi net sell di pasar saham sebesar Rp 16,04 triliun.

Outflow juga membuat imbal hasil atau yield SBN meningkat. Dapat terlihat pada yield pasar obligasi, yield obligasi FR tenor 3 hingga 20 tahun naik. Hal ini berarti harga obligasi sedang melemah karena investor sedang tidak tertarik membeli obligasi FR tersebut.

Imbal hasil pada seri benchmark FR0096 juga meningkat cukup tajam menjadi 6,374%.

Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kompak di tutup menghijau pada perdagangan Senin (14/8/2023) didorong oleh beberapa saham big cap AS.

Dow Jones menguat 0,07% di level 35.307,63, sedangkan S&P 500 terapresiasi 0,57% di level 4.489,72, begitu pula Nasdaq melesat 1,05% di level 13.788,33.

Wall Street ditutup lebih tinggi pada perdagangan kemarin dengan ditopang sejumlah sentimen positif. Salah satunya adalah dari saham pembuat chip Nvidia (NVDA) yang melonjak menyusul catatan bullish dari Morgan Stanley.

Nvidia (NVDA) memimpin kenaikan pada saham megacap lainnya. Nvidia (NVDA) melonjak 7,09%, kenaikan terbesar sejak 25 Mei 2023.

Relinya saham pembuat chip mendorong indeks teknologi informasi yakni SPLRCT 1,85% lebih tinggi, menjadikannya yang terkuat dari 11 indeks sektor di S&P 500.

Kenaikan saham megacap lainnya yakni Alphabet (GOOGL) melesat 1,28%, Amazon.com (AMZN) terapresiasi 1,56% dan Chipmaker Micron Technology (MU) yang naik 6,07%.

Fokus pelaku pasar Wall street pada pekan ini adalah data pendapatan kuartalan dari peritel besar AS termasuk Walmart (WMT) dan Target (TGT). Fokus lainya adalah data penjualan ritel AS untuk Juli serta risalah The Fed Federal Open Market Comittee (FOMC) pada Rabu mendatang.

Pelaku pasar melihat peluang hampir 89% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tidak berubah bulan pada depan, menurut alat Fedwatch CME Group.

Laporan terbaru Goldman Sachs mengatakan perkiraan dasarnya menyerukan The Fed untuk mulai memangkas suku bunga pada kuartal kedua tahun 2024.

Transaksi IHSG kini sudah mulai ramai meski belum menyentuh Rp10 triliun, namun pada perdagangan kemarin Senin (14/8/2023) total transaksi di IHSG mencapai Rp 9,06 triliun.

Meskipun rupiah masih terus melemah, namun pasar IHSG kini sudah mulai bergairah mengingat batas Auto Reject Bawah (ARB) kini sudah berada di angka 15%. Hal ini menarik likuiditas di pasar keuangan RI (IHSG) menjadi lebih menarik.
Sebaliknya, nilai tukar rupiah dan imbal hasil masih juga ambles karena besarnya tekanan eksternal. Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen baik dari dalam ataupun luar negeri yang bisa menggerakkan pasar hari ini.

Sentimen dalam negeri

Dari dalam negeri hari ini, sentimen datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan mengumumkan data neraca perdagangan Juli 2023.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2023 akan mencapai US$ 2,66 miliar.

Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Juni 2023 yang mencapai US$ 3,45 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 39 bulan beruntun.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 19,01% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 15,31% pada Juli 2023.

Sebagai catatan, nilai ekspor Juni 2023 terkoreksi 21,18% (yoy) dan turun 5,08% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,61 miliar. Impor terkontraksi 18,35 (yoy) dan jeblok 19,4% (mtm) menjadi US$ 17,15 miliar.

Ekspor diperkirakan jeblok pada Juli seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China. Melemahnya harga komoditas juga ikut menekan surplus perdagangan Indonesia.

Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Juli 2023 tercatat US$ 140,92 per ton, harganya lebih tinggi dibandingkan US$ 139,42 per ton pada Juni 2023. Namun, harganya jauh di bawah Juli tahun lalu yang tercatat US$ 400,97 per ton.

Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merangkak naik menjadi MYR 3.953,2 per ton pada Juli 2023, dari MYR 3.534,64 per ton pada Juni tahun ini.
Kendati demikian, harganya lebih rendah dibandingkan pada Juli 2022 yang tercatat MYR 3.961,9 per ton.
CPO dan batu bara merupakan dua komoditas andalan Indonesia dan menyumbang ekspor sekitar 30% dari total ekspor Indonesia.

Sementara itu, ekonomi mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat (AS) terus melandai.

Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) sedangkan ekspor terkoreksi 12,4% (yoy) pada Juli. Kontraksi impor lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.
Jepang juga melaporkan koreksi impor sebesar 12,9% pada Juni 2023. AS pun melaporkan adanya koreksi harga impor sebesar 6,1% (yoy).

Ekspor Indonesia ke Jepang sudah turun 7,15% (yoy) menjadi US$ 11 miliar pada Januari-Juni tahun ini. Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS jeblok 22,66% menjadi US$ 11,41 miliar pada Januari-Juni 2023.

"Menipisnya surplus disebabkan oleh menurunnya aktivitas perdagangan global. Membandelnya inflasi serta suku bunga tinggi membuat permintaan global melemah. Permintaan global yang terus melemah ini akan membahayakan harga komoditas," tutur ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, kepada CNBC Indonesia.

Jika proyeksi konsensus pasar menjadi kenyataan maka hal itu wajib menjadi perhatian besar pemerintah. Melambatnya ekspor akan menekan pertumbuhan ekonomi serta membebani perusahaan yang selama ini berbasis ekspor.
Ekspor yang melandai juga akan membuat pasokan dolar AS berkurang sehingga rupiah bisa semakin tertekan. 

Sentimen luar negeri

Dari luar negeri, sentimen akan datang dari Jepang, China, dan Amerika Serikat (AS).  Jepang akan mengumumkan proyeksi data pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II-2023. Ekonomi Jepang tumbuh 2,7% (yoy) pada kuartal I-2023. Ekonomi Jepang diproyeksi akan melaju cepat hingga mencapai di atas 3% pada kuartal II-2023 seperti tercermin dari tingginya permintaan serta inflasi negara tersebut.

Jika ekonomi Jepang melaju dengan kencang maka hal itu bisa menjadi kabar positif bagi Indonesia mengingat Jepang adalah pasar ekspor terbesar kedua serta salah satu investor asing terbesar di Tanah Air.

Sentimen lain akan datang dari China. Tiongkok akan mengumumkan data produksi industri, penjualan ritel, dan angka pengangguran untuk Juli. Ekonomi China tengah dalam sorotan tajam setelah data-data ekonomi mereka menunjukkan pemburukan.
Penjualan ritel mereka tumbuh 3,1% (yoy) pada Juni dan diharapkan naik di atas 4,5% pada Juli.

Jika penjualan ritel melemah atau di bawah ekspektasi pasar maka hal itu akan meningkatkan kekhawatiran dunia terhadap ekonomi China setelah Tiongkok mengumumkan deflasi pada Juli, pekan lalu.

Ekonomi China dalam perhatian besar dunia setelah data-data ekonomi mereka menunjukkan pelemahan, mulai dari aktivitas manufaktur dan ekspor. Tiongkok bahkan mencatatkan deflasi pada Juli 2023 yang menandai belanja masyarakat China tengah terjun.

Badan Statistik Nasional China melaporkan PMI Manufaktur Caixin Tiongkok turun menjadi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni.
Angka tersebut adalah yang terendah dalam enam bulan terakhir. dan menandai jika aktivitas pabrik China dalam fase kontraksi. PMI lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 50,3.

Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) sedangkan ekspor terkoreksi 12,4% (yoy) pada Juli. Kontraksi impor lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.

China adalah motor utama penggerak ekonomi di kawasan Asia sehingga pelemahan ekonomi China juga menjadi alarm bahaya buat Indonesia. Tiongkok juga menopang 30% ekspor Indonesia.

Sentimen penting juga akan datang dari  Negara Paman Sam. AS akan mengumumkan penjualan ritel periode Juli 2023, indeks harga ekspor dan impor dan indeks pasar perumahan periode Agustus 2023.

Merujuk data Biro Sensus AS, penjualan ritel di Amerika Serikat naik 0,2% pada periode Juni 2023 menjadi US$ 689,5 miliar.

Meskipun kenaikan ini lebih lambat dari periode Mei dan April, peningkatan harga konsumen sebesar 0,2% bulan lalu menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat Amerika tetap meningkat, meskipun tidak melampaui inflasi.

Penjualan inti menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar. Tidak termasuk mobil, bensin, bahan bangunan, dan jasa-jasa makanan, penjualan ritel naik 0,6% pada Juni. Data untuk Mei direvisi sedikit naik untuk menunjukkan penjualan ritel inti meningkat 0,3% dari yang dilaporkan sebelumnya 0,2%.

Sedangkan produksi industri di AS mengalami penurunan sebesar 0,5% selama dua bulan berturut-turut pada bulan Juni, berdasarkan laporan bulanan dari Federal Reserve pada Selasa (18 Juli 2023).

Indeks Pasar Perumahan juga mengalami pertumbuhan dari 55 pada bulan Juni menjadi 56 pada bulan Juli, menurut National Association of Home Builders.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
• Bank Indonesia akan mengumumkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) Juni 2023 ( 10:00 WIB)
• BPS akan mengumumkan data neraca perdagangan Juli (11:00 WIB)

• Jepang  akan mengumumkan data PDB kuartal II 2023 ( 06.50 WIB)
• China akan mengumumkan penjualan ritel periode Juli 2023 ( 09.00 WIB)
• China akan mengumumkan tingkat pengangguran periode Juli 2023 (09.00 WIB)
• AS akan mengumumkan data penjualan ritel periode Juli 2023 (19.30 WIB)
• AS akan mengumumkan data Indeks Harga Impor dan Ekspor periode Juli 2023 (19.30 WIB)
• AS akan mengumumkan data Indeks Pasar Perumahan periode Agustus 2023 (21:00 WIB))

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

• RUPST PT Lini Imaji Kreasi Ekosistem Tbk (FUTR)
• RUPSLB PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD)
• RUPSLB PT GTS Internasional Tbk (GTSI)
• RUPSLB PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular