
Kekuatan China Memudar, Surplus Dagang RI Samar-Samar Ambyar
Transaksi IHSG kini sudah mulai ramai meski belum menyentuh Rp10 triliun, namun pada perdagangan kemarin Senin (14/8/2023) total transaksi di IHSG mencapai Rp 9,06 triliun.
Meskipun rupiah masih terus melemah, namun pasar IHSG kini sudah mulai bergairah mengingat batas Auto Reject Bawah (ARB) kini sudah berada di angka 15%. Hal ini menarik likuiditas di pasar keuangan RI (IHSG) menjadi lebih menarik.
Sebaliknya, nilai tukar rupiah dan imbal hasil masih juga ambles karena besarnya tekanan eksternal. Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen baik dari dalam ataupun luar negeri yang bisa menggerakkan pasar hari ini.
Sentimen dalam negeri
Dari dalam negeri hari ini, sentimen datang dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan mengumumkan data neraca perdagangan Juli 2023.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2023 akan mencapai US$ 2,66 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Juni 2023 yang mencapai US$ 3,45 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 39 bulan beruntun.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 19,01% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 15,31% pada Juli 2023.
Sebagai catatan, nilai ekspor Juni 2023 terkoreksi 21,18% (yoy) dan turun 5,08% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,61 miliar. Impor terkontraksi 18,35 (yoy) dan jeblok 19,4% (mtm) menjadi US$ 17,15 miliar.
Ekspor diperkirakan jeblok pada Juli seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China. Melemahnya harga komoditas juga ikut menekan surplus perdagangan Indonesia.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Juli 2023 tercatat US$ 140,92 per ton, harganya lebih tinggi dibandingkan US$ 139,42 per ton pada Juni 2023. Namun, harganya jauh di bawah Juli tahun lalu yang tercatat US$ 400,97 per ton.
Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merangkak naik menjadi MYR 3.953,2 per ton pada Juli 2023, dari MYR 3.534,64 per ton pada Juni tahun ini.
Kendati demikian, harganya lebih rendah dibandingkan pada Juli 2022 yang tercatat MYR 3.961,9 per ton.
CPO dan batu bara merupakan dua komoditas andalan Indonesia dan menyumbang ekspor sekitar 30% dari total ekspor Indonesia.
Sementara itu, ekonomi mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat (AS) terus melandai.
Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) sedangkan ekspor terkoreksi 12,4% (yoy) pada Juli. Kontraksi impor lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.
Jepang juga melaporkan koreksi impor sebesar 12,9% pada Juni 2023. AS pun melaporkan adanya koreksi harga impor sebesar 6,1% (yoy).
Ekspor Indonesia ke Jepang sudah turun 7,15% (yoy) menjadi US$ 11 miliar pada Januari-Juni tahun ini. Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS jeblok 22,66% menjadi US$ 11,41 miliar pada Januari-Juni 2023.
"Menipisnya surplus disebabkan oleh menurunnya aktivitas perdagangan global. Membandelnya inflasi serta suku bunga tinggi membuat permintaan global melemah. Permintaan global yang terus melemah ini akan membahayakan harga komoditas," tutur ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, kepada CNBC Indonesia.
Jika proyeksi konsensus pasar menjadi kenyataan maka hal itu wajib menjadi perhatian besar pemerintah. Melambatnya ekspor akan menekan pertumbuhan ekonomi serta membebani perusahaan yang selama ini berbasis ekspor.
Ekspor yang melandai juga akan membuat pasokan dolar AS berkurang sehingga rupiah bisa semakin tertekan.
Sentimen luar negeri
Dari luar negeri, sentimen akan datang dari Jepang, China, dan Amerika Serikat (AS). Jepang akan mengumumkan proyeksi data pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II-2023. Ekonomi Jepang tumbuh 2,7% (yoy) pada kuartal I-2023. Ekonomi Jepang diproyeksi akan melaju cepat hingga mencapai di atas 3% pada kuartal II-2023 seperti tercermin dari tingginya permintaan serta inflasi negara tersebut.
Jika ekonomi Jepang melaju dengan kencang maka hal itu bisa menjadi kabar positif bagi Indonesia mengingat Jepang adalah pasar ekspor terbesar kedua serta salah satu investor asing terbesar di Tanah Air.
Sentimen lain akan datang dari China. Tiongkok akan mengumumkan data produksi industri, penjualan ritel, dan angka pengangguran untuk Juli. Ekonomi China tengah dalam sorotan tajam setelah data-data ekonomi mereka menunjukkan pemburukan.
Penjualan ritel mereka tumbuh 3,1% (yoy) pada Juni dan diharapkan naik di atas 4,5% pada Juli.
Jika penjualan ritel melemah atau di bawah ekspektasi pasar maka hal itu akan meningkatkan kekhawatiran dunia terhadap ekonomi China setelah Tiongkok mengumumkan deflasi pada Juli, pekan lalu.
Ekonomi China dalam perhatian besar dunia setelah data-data ekonomi mereka menunjukkan pelemahan, mulai dari aktivitas manufaktur dan ekspor. Tiongkok bahkan mencatatkan deflasi pada Juli 2023 yang menandai belanja masyarakat China tengah terjun.
Badan Statistik Nasional China melaporkan PMI Manufaktur Caixin Tiongkok turun menjadi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni.
Angka tersebut adalah yang terendah dalam enam bulan terakhir. dan menandai jika aktivitas pabrik China dalam fase kontraksi. PMI lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 50,3.
Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) sedangkan ekspor terkoreksi 12,4% (yoy) pada Juli. Kontraksi impor lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.
China adalah motor utama penggerak ekonomi di kawasan Asia sehingga pelemahan ekonomi China juga menjadi alarm bahaya buat Indonesia. Tiongkok juga menopang 30% ekspor Indonesia.
Sentimen penting juga akan datang dari Negara Paman Sam. AS akan mengumumkan penjualan ritel periode Juli 2023, indeks harga ekspor dan impor dan indeks pasar perumahan periode Agustus 2023.
Merujuk data Biro Sensus AS, penjualan ritel di Amerika Serikat naik 0,2% pada periode Juni 2023 menjadi US$ 689,5 miliar.
Meskipun kenaikan ini lebih lambat dari periode Mei dan April, peningkatan harga konsumen sebesar 0,2% bulan lalu menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat Amerika tetap meningkat, meskipun tidak melampaui inflasi.
Penjualan inti menunjukkan pertumbuhan yang lebih besar. Tidak termasuk mobil, bensin, bahan bangunan, dan jasa-jasa makanan, penjualan ritel naik 0,6% pada Juni. Data untuk Mei direvisi sedikit naik untuk menunjukkan penjualan ritel inti meningkat 0,3% dari yang dilaporkan sebelumnya 0,2%.
Sedangkan produksi industri di AS mengalami penurunan sebesar 0,5% selama dua bulan berturut-turut pada bulan Juni, berdasarkan laporan bulanan dari Federal Reserve pada Selasa (18 Juli 2023).
Indeks Pasar Perumahan juga mengalami pertumbuhan dari 55 pada bulan Juni menjadi 56 pada bulan Juli, menurut National Association of Home Builders.
(saw/mae)