Tiga indeks utama Wall Street kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau pada perdagangan awal pekan Senin (17/7/2023) waktu New York di tengah penantian investor karena Wall Street bersiap untuk laporan triwulanan dari beberapa perusahaan terbesar di dunia.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,22% ke posisi 34.585.352.. Sementara S&P 500 menguat 0,39% %ke 4.522,79, dan Nasdaq Composite juga mengalami penguatan dengan apresiasi 0,93% ke posisi 14.244,95.
Jika dilihat secara rinci, saham raksasa teknologi Apple melesat 1,7%, sedangkan Tesla naik 3,2%. Saham JPMorgan Chase naik 2,4%.
Saat ini investor tengah menunggu musim pendapatan kuartal kedua meningkat minggu ini dengan hasil dari lembaga keuangan besar seperti Bank of America, Morgan Stanley dan Goldman Sachs.
Selain itu, hasil juga jatuh tempo dari United Airlines, Pasir Las Vegas dan raksasa teknologi Tesla serta Netflix.
Wall Street mengharapkan musim yang suram dengan keuntungan yang lebih rendah. Menurut FactSet, analis memperkirakan penurunan lebih dari 7% dalam pendapatan S&P 500 dari tahun lalu.
Minggu ini juga investor tengah memasang mode wait and see menjelang pertemuan kebijakan bulan Juli. Menurut alat FedWatch CME Group, investor mengantisipasi peluang hampir 97% bank sentral paling powrfull itu bakal menaikkan suku bunga akhir bulan ini, setelah menghentikan kenaikan pada bulan Juni.
Sebagaimana diketahui, inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023, dari 4% (yoy) pada Mei. Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1%. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021.
Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2%dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.
Dengan inflasi yang melandai, pelaku pasar kini berekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melunak.
Beberapa analis juga memperkirakan bahwa AS tidak lagi memiliki masalah inflasi, menurut ekonom veteran Steve Hanke. Ia mengungkapkan cerita inflasi adalah sejarah pasca ramalan bahwa inflasi telah melandai.
Investor masih saja mencermati data ekonomi penting baik dalam negeri maupun dari eksternal seperti China, Amerika Serikat (AS), dan Zona Eropa. Kabar rilis data tersebut setidaknya memberikan gambaran bagaimana kondisi ekonomi ke depan dan dampaknya terhadap pasar keuangan dalam negeri.
Tak bisa dipungkiri, ekonomi China yang kian memburuk dikhawatirkan membuat 'gonjang-ganjing' pasar keuangan.
Setelah sebelumnya melaporkan PMI Manufaktur, neraca perdagangan, krisis properti hingga data konsumen yang lesu kini muncul pula bukti baru bahwa China sudah kehilangan momentum pertumbuhan setelah negara tersebut dilanda Covid-19.
Kesengsaraan China tampak terus berlanjut setelah rilis data pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2023 di bawah ekspektasi pasar meskipun negara yang dipimpin Xi Jinping ini sudah berupaya keras mendorong pemulihan pasca pandemi Covid-19.
Pada Senin (17/7/2023), Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal kedua tumbuh sebesar 6,3% (yoy), angka ini meleset dari ekspektasi. Berdasarkan perkiraan ekonom yang di survei Reuters pada kuartal II-2023 ini pertumbuhan ekonomi China mencapai 7,3%.
Sementara secara qtq laju pertumbuhan ekonomi China tercatat 0,8% dari kuartal pertama. Angka ini tercatat lebih lambat dari pertumbuhan kuartal sebelumnya yang tercatat 2,2%.
Juru bicara Biro Statistik Nasional Fu Linghui mencatat China menghadapi lingkungan internasional geopolitik dan ekonomi yang kompleks.
Dia juga mengatakan China masih bisa mencapai target pertumbuhan setahun penuh. Sebagaimana diketahui, pada Maret pemerintah China sudah menetapkan target pertumbuhan sekitar 5% untuk tahun 2023.
Selain data pertumbuhan ekonomi, data penjualan ritel untuk periode Juni dilaporkan turun ke 3,1%. Angka ini sedikit di bawah perkiraan 3,2%. Meskipun masih positif, namun angka penjualan ritel periode ini jatuh jauh dari bulan sebelumnya yakni 12,7%.
Dari sisi produksi industri untuk Juni naik 4,4% dari tahun lalu, angka ini lebih baik dari perkiraan ekonom sebesar 2,7%.
Investasi aset tetap untuk paruh pertama tahun ini naik 3,8%, lebih baik dari prediksi 3,5%.
Dalam investasi aset tetap, yang masuk ke real estat turun lebih jauh pada basis year-to-date di bulan Juni daripada di bulan Mei. Investasi di bidang manufaktur tumbuh dengan kecepatan yang stabil, sementara pertumbuhan investasi infrastruktur melambat.
Melambatnya ekonomi China menjadi kekhawatiran besar pasar mengingat Negara Tirai Bambu adalah negara dengan size ekonomi terbesar kedua di dunia sekaligus motor penggerak utama pertumbuhan Asia.
Perlambatan ekonomi China akan berdampak kepada Indonesia yang menggantungkan sekitar 30% ekspor non-migasnya ke China.
Tiongkok juga merupakan salah satu investor terbesar untuk Indonesia sehingga perlambatan di China bisa menahan ekspansi perusahaan China.
Dari dalam negeri, surplus neraca perdagangan Indonesia melonjak pada Juni 2023. Namun, surplus justru menimbulkan banyak kekhawatiran dibandingkan mendatangkan kegembiraan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan pada Juni 2023 hanya mencapai US$ 3,45 miliar. Surplus jauh lebih besar dibandingkan pada Mei 2023 yang menembus US$ 0,43 miliar.
Surplus juga jauh lebih besar dari ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesiad ari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2023 akan mencapai US$ 1,17 miliar.
Dengan surplus yang tercatat pada Juni maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 38 bulan beruntun.
Ambruknya impor pada Juni melanjutkan tradisi tren pelemahan impor sepanjang tahun ini. Secara bulanan (mtm), impor juga terus ambruk sejak September 2022.
Dalam 10 bulan tersebut, impor hanya naik tiga kali yakni Desember 2022, Maret 2023, dan Mei 2023.
Secara tahunan (yoy), impor hampir selalu turun sejak November 2022.Dalam delapan bulan terakhir, impor selalu terkoreksi kecuali pada Januari 2023 dan Mei 2023.
Secara bulanan, impor semua jenis penggunaan terkoreksi. Termasuk di dalamnya adalah barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal, serta barang modal.
Ambruknya impor konsumsi menunjukkan jika ada penurunan permintaan dan konsumsi masyarakat Indonesia. Sementara itu, jatuhnya impor barang modal dan bahan baku/penolong menjadi kekhawatiran baru. Pasalnya, investasi Indonesia menggantungkan barang modal dan bahan baku dari luar negeri.
Selain impor, kinerja ekspor non-migas juga mulai mengkhawatirkan. Ekspor non-migas ke tiga negara tujuan utama ambruk. Ekspor non-migas ke Tiongkok terkoreksi 4,04% (mtm) menjadi US$ 4,58 miliar.
Secara kumulatif, ekspor Indonesia ke China masih naik 7,44% pada Januari-Juni 2023 menjadi US$ 29,90 miliar.
Ekspor non-migas ke Amerika Serikat (AS) jatuh 4,6% (mtm) menjadi US$ 1,96 miliar. Ekspor ke Negara Paman Sam bahkan ambruk 22,7% pada semester tahun ini menjadi US$ 10,02 miliar.
Ekspor ke Jepang jeblok 17,8% (mtm) pada Juni tahun ini menjadi US$ 1,45 miliar. Ekspor ke Negeri Sakura terkoreksi 7,5% pada semester I tahun ini menjadi US$ 29,93 miliar.
Bila impor kedua jenis barang tersebut melemah maka ada kemungkinan investasi akan melandai dalam tiga bulan ke depan.
Melemahnya ekspor ke China, AS, dan Jepang menandai jika perlambatan ekonomi global memang sudah di depan mata. Tiga besar pasar ekspor Indonesia tersebut sudah mengalami permintaan barang dari luar negeri akibat lemahnya konsumsi dalam negeri.
Perlambatan ekspor ke Amerika Serikat yang sangat signifikan sepanjang semester I-2023 juga membuktikan jika dampak ketat kebijakan moneter di AS memang sudah snagat terasa.
Kabar buruk lain datang dari India dan Rusia. India akan melarang ekspor beras yang bisa membuat harga beras melonjak lagi.
Sementara itu, Rusia menolak untuk memperpanjang kesepakatan Rusia secara sah menangguhkan Black Sea Grain Initiatives (Kesepakatan Biji-bijian Laut Hitam), Senin (17/7/2023). Pemerintah Presiden Vladimir Putin resmi mengatakan kesepakatan itu sudah tak berlaku.
Seperti diketahuu, kesepakatan Black Sea Grain Initiatives pada tahun lalu meredakan blokade laut Rusia dengan pembukaan kembali tiga pelabuhan utama Ukraina.
Di bawah kesepakatan itu, lebih dari 1.000 kapal yang membawa hampir 33 juta metrik ton produk pertanian telah berangkat dari pelabuhan Odessa, Chornomorsk, dan Yuzhny-Pivdennyi di Ukraina. Perjanjian tersebut juga mengawasi pengangkutan 725.167 ton gandum untuk berlayar dengan kapal Program Pangan Dunia ke beberapa negara paling rawan pangan di dunia, seperti Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan dan Yaman.
Keputusan Putin untuk menghentikan kesepaktaan Black Sea Grain Initiatives bisa membuat pasokan gandum sangat ketat sehingga harganya semakin mahal.
Melesatnya harga gandum akan berdampak besar terhadap ongkos produksi produsen mie instan hingga roti. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) diperkirakan bisa berdampak oleh keputusan Rusia.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik menteri dan wakil menteri (wamen) baru di kabinetnya Senin (17/7/2023). Pengambilan sumpah dilakukan di Istana Negara pagi pukul 09.00 WIB.
Ini berdasarkan Keputusan Presiden No 62p tahun 2023 tentang pengangkatan menteri dan keputusan Presiden No 32m tahun 2023 tentang pemberhentian dan pengangkatan wakil menteri menteri. Ada enam pejabat baru yang dilantik.
Sementara itu, Keputusan Presiden RI nomor 63 tahun 2023 juga mengangkat anggota baru Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Mereka adalah Djan Faridz dan Gandi Sulitiyanto.
Ini menjadi sentimen positif bagi pasar. Kemarin saja, setelah pelantikan Menkominfo, Wamenlu, dan dua Watimpres baru, pasar langsung merespons positif, terlihat dari pergerakan IHSG yang nyaris melesat 1% dan berhasil kembali menyentuh level psikologis 6.900.
Hari Ini Investor Wait and See Data Dari AS
Pada Selasa (17/7/2023) investor memasang mode wait and see serangkaian data indikator ekonomi dari AS. Pertama, ada rilis data penjualan ritel untuk periode Juni 2023. Pada bulan lalu, penjualan ritel di AS naik 0,3% secara mtm, menyusul kenaikan 0,4% di bulan April, dan mengalahkan perkiraan penurunan 0,1%.
Sebelumnya, data mengisyaratkan belanja konsumen tetap tangguh, meskipun inflasi dan suku bunga lebih tinggi. Selain itu, ada pula data produksi industri, produksi manufaktur, dan pidato pejabat The Fed pada pukul 21:00 WIB malam nanti.
Indeks harga konsumen dan indeks harga produsen mencapai level terendah dalam beberapa tahun pada minggu lalu, menunjukkan bahwa serangan inflasi terburuk sejak tahun 1970-an mungkin akan berakhir.
Laju inflasi AS jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi Juni sebesar 3,1%. Laju inflasi Juni juga menjadi yang terendah sejak Maret 2021. Secara bulanan (month to month/mtm), inflasi AS melandai mencapai 0,2%dari 0,1% pada bulan Mei. Inflasi tersebut juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksi inflasi akan ada di angka 0,3%.
Namun, ekonom terpecah tentang implikasi dari angka-angka terbaru, dengan beberapa mengatakan itu berarti Federal Reserve akan mencapai soft landing, sementara yang lain masih melihat resesi datang.
The Fed masih kemungkinan akan menaikkan lagi pada akhir Juli, setelah melewatkan kenaikan suku bunga bulan lalu setelah sepuluh tahun lalu.
Pasar memang masih berekspektasi jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada akhir bulan ini menjadi 5,25-5,5%.
CMEFedWatch Tool saat ini 94% pasar memperkirakan kemungkinan The Fed bakal menaikkan suku bunga pada Juli, angka ini meningkat dibandingkan sehari sebelumnya. Namun, pasar meyakini kenaikan tersebut akan menjadi yang terakhir.
Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:
Hari ini pelaku pasar akan disuguhkan dengan beberapa agenda bursa dari dalam negeri, diantaranya:
- Risalah RBA Meeting (08:30)
- Penjualan Retail AS Juni (07:30)
- Produksi industri AS (08:15)
- Produksi manufaktur AS (08:30)
- Indeks Pasar Perumahan NAHB (09:00)
- Pidato pejabat The Fed (09:00)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]