Jelang Rilis Data Ekonomi China, Bursa Asia Dibuka Lesu

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
17 July 2023 08:39
pasar saham asia
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (17/7/2023), di mana investor menanti rilis serangkaian data ekonomi di China, termasuk data pertumbuhan ekonomi dan data industri.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Shanghai Composite China melemah 0,58%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,68%, ASX 200 Australia turun tipis 0,04%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,14%.

Sementara untuk pasar saham Jepang pada hari ini tidak dibuka karena sedang libur Hari Laut.

Dari China, data pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 akan dirilis pada hari ini. Konsensus pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan produk domestik bruto (PDB) China pada kuartal II-2023 akan tumbuh menjadi 7,3% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada kuartal I-2023 yang tumbuh 4,5%.

Sedangkan secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB China pada kuartal II-2023 diperkirakan hanya tumbuh 0,5%, dari sebelumnya pada kuartal I-2023 yang tumbuh 2,2%

Jika pertumbuhan PDB tahunan China sesuai dengan ekspektasi pasar, maka perekonomian China masih cukup kuat. Tetapi, dalam basis kuartalan, ekonomi China berpotensi lemah.

Badan Statistik China (NBS) menyebutkan dalam sebuah pernyataan bahwa lingkungan global yang kompleks dan permintaan domestik yang tidak mencukupi berarti fondasi untuk pemulihan negara "belum kokoh".

Pemerintah China menetapkan target PDB moderat sekitar 5% untuk tahun 2023. Tahun lalu, ekonomi bertambah 3%, meleset dari target pemerintah sekitar 5,5%

Selain data pertumbuhan ekonomi, ada juga rilis data produksi industri untuk periode Juni 2023, penjualan retail periode Juni, serta data tingkat pengangguran periode Juni.

Serangkaian data ini tentu menjadi perhatian pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya data indikator ekonomi lainnya begitu mengecewakan.

Sebagaimana diketahui, ekspor China dilaporkan turun dengan besaran paling jumbo dalam tiga tahun pada Juni, angkanya merosot lebih buruk dari perkiraan yakni 12,4% (yoy). Sementara Impor juga turun lebih dari yang diharapkan yakni sebesar 6,8% (yoy).

Hal ini menandakan bahwa ekonomi China tampak semakin terpukul. Negara yang dipimpin oleh presiden Xi Jin Ping ini tampak kehilangan momentum untuk pulih setelah tertekan dari Covid-19. Pada kenyataannya memang pahit, indikator ekonomi kian lesu.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah pada pagi hari ini terjadi di tengah bervariasinya bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,33%. Namun untuk S&P 500 dan Nasdaq Composite terkoreksi. S&P 500 turun 0,1%, sedangkan Nasdaq melemah 0,18%.

Setelah data inflasi AS periode Juni dirilis pada pekan lalu, kini pelaku pasar di AS akan memantau rilis kinerja keuangan emiten di Wall Street.

Namun, ekspektasi untuk musim ini suram, dengan analis memperkirakan penurunan pendapatan S&P 500 sekitar 7% dari tahun ke tahun, menurut FactSet. Itu akan menandai musim pendapatan terburuk sejak kuartal kedua tahun 2020, ketika laba S&P 500 turun 31,6%.

Maka, saat ini investor sekarang mempertimbangkan apakah ekonomi yang kuat yang diilustrasikan oleh data terbaru dapat mendorong saham lebih tinggi pada akhir tahun.

"Skenario Goldilocks masih hidup dan sehat, dalam hal penurunan tekanan inflasi dan [ada] pertumbuhan ekonomi yang masih cukup kuat. Jadi ini latar belakang yang cukup bagus untuk aset berisiko," kata Scott Ladner, kepala investasi di Horizon Investments dikutip dari CNBC International

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular