Newsletter

Saatnya Rakyat Menikmati Dolar dari Eksportir yang Keruk Bumi

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
17 July 2023 06:00
Bursa
Foto: Pexels/Kampus Production

Cemerlangnya kinerja pasar keuangan dalam negeri pekan lalu setidaknya membawa angin positif di awal pekan ini untuk melanjutkan kinerja cemerlang.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa kita belum terlepas dari kekhawatiran tingginya suku bunga. Pelaku investor masih khawatir dan memasang mode wait and see kemana suku bunga akan berlabuh.

Wall Street yang ditutup mayoritas melemah tentu membuat was-was investor hari ini. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,33% ke posisi 34.509.031. Dalam basis mingguan, Dow membukukan kinerja terbaiknya sejak Maret. Sementara S&P 500 turun 0.1%ke 4.505,42, dan Nasdaq Composite juga mengalami koreksi 0,18% ke posisi 14.113,7.

Di saat yang sama, rilis data ekonomi penting baik dari dalam negeri maupun luar negeri seperti Amerika Serikat (AS), China, hingga Zona Eropa tentu begitu dinantikan oleh pasar.

Pasalnya, meski ekonomi mulai membaik, namun China masih saja tertekan dan tampak kehilangan momentum pertumbuhan setelah dilanda pandemi bertahun-tahun.

Pekan ini  tampak menjadi pekan yang sibuk. Serangkaian data ekonomi penting akan dirilis. Awal pekan saja kita sudah disuguhkan dengan rilis data pertumbuhan ekonomi China untuk kuartal II-2023.

Perekonomian China naik 4,5% yoy pada kuartal I-2023, meningkat dari pertumbuhan 2,9% di kuartal IV-2022 dan melampaui perkiraan pasar sebesar 4%. Itu adalah laju ekspansi terkuat sejak Kuartal I-2022, di tengah upaya untuk memacu pemulihan pasca pandemi.

Namun, badan statistik China menyebutkan dalam sebuah pernyataan bahwa lingkungan global yang kompleks dan permintaan domestik yang tidak mencukupi berarti fondasi untuk pemulihan negara "belum kokoh". China menetapkan target PDB moderat sekitar 5% untuk tahun 2023. Tahun lalu, ekonomi bertambah 3%, meleset dari target pemerintah sekitar 5,5%

Selain data pertumbuhan ekonomi, ada juga rilis data produksi industri untuk periode Juni 2023, penjualan retail periode Juni, serta data tingkat pengangguran periode Juni.

Serangkaian data ini tentu menjadi perhatian pelaku pasar. Pasalnya, sebelumnya data indikator ekonomi lainnya begitu mengecewakan.

Sebagaimana diketahui, Ekspor China dilaporkan turun dengan besaran paling jumbo dalam tiga tahun pada Juni, angkanya merosot lebih buruk dari perkiraan yakni 12,4% secara year-on-year(yoy). Sementara Impor juga turun lebih dari yang diharapkan yakni sebesar 6,8% (yoy).

Ini menandakan bahwa ekonomi China tampak semakin terpukul. Negara yang dipimpin oleh presiden Xi Jin Ping ini tampak kehilangan momentum untuk pulih setelah tertekan dari Covid-19. Pada kenyataannya memang pahit, indikator ekonomi kian lesu.

Kemudian di akhir pekan depan, China bakal kembali mewarnai sentimen ekonomi dengan rilis suku bunga untuk Loan Prime Rat 1Y dan Loan Prime Rate 5Y.

Dari dalam Negeri, hari ini bakal ada rilis data neraca perdagangan untuk periode Juni 2023. Surplus neraca perdagangan diperkirakan melonjak pada Juni 2023. Surplus naik karena lonjakan impor seperti pada Mei diproyeksi tidak akan terulang.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juni 2023 akan mencapai US$ 1,17 miliar.

Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Mei 2023 yang mencapai US$ 0,44 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 38 bulan beruntun.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 19% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 6,69% pada Juni 2023. Sebagai catatan, nilai ekspor Juni 2023 menguat 0,96% (yoy) dan melonjak 12,61% (month to month/mtm) menjadi US$ 21,72 miliar. Impor tumbuh 14,35 (yoy) dan melonjak 38,65% (mtm) menjadi US$ 21,28 miliar.

Lonjakan impor pada Mei terbilang di luar kebiasaan karena impor lebih kerap terkontraksi sepanjang tahun ini. Lonjakan impor diperkirakan tidak akan terjadi kembali pada Juni sehingga neraca perdagangan diproyeksi lebih besar.

Baik impor dan ekspor diperkirakan akan terkoreksi pada Juni Pelemahan ekspor disebabkan oleh melandainya harga komoditas serta permintaan dari mitra dagang Indonesia.

Investor Menyimak Aturan DHE

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah merilis aturan baru terkait dengan dolar milik eksportir atau devisa hasil ekspor (DHE), Jumat (14/7/2023).

Peraturan Pemerintah (PP) No.36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam ini menggantikan aturan sebelumnya PP No. 1 Tahun 2019.

Dengan aturan ini, eksportir wajib menyimpan minimal 30% dari selama minimal 3 bulan sejak penempatan dalam Rekening Khusus DHE SDA.

Pengaturan mengenai batasan nilai Ekspor pada PPE yang dikenakan DHE SDA yaitu paling sedikit US$ 250.O00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Terdapat beberapa perubahan dalam aturan baru mengenai DHE sumber daya alam (SDA) ke dalam bank di dalam negeri.Di antara perubahan tersebut adalah eksportir wajib menyimpan minimal 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia selama jangka waktu tertentu. Berikut perbedaannya.

Aturan tersebut juga memungkinkan pemerintah mewajibkan konversi jika stabilitas ekonomi tengah goyang. Pengetatan aturan ini diharapkan mampu menambah pasokan dolar AS ke dalam negeri sehingga rupiah bisa semakin kuat ke depan.

DHE menjadi kekhawatiran otoritas Indonesia karena sebagian besar DHE yang diterima eksportir dibawa ke luar negeri, terutama Singapura. 
Bank Indonesia memang sudah mengeluarkan operasi moneter baru yakni lelng term DHE untuk menarik DHE yang diparkir di luar.
Namun, aturan baru mengenai DHE bisa semakin memudahkan pemerintah dan BI menarik DHE di luar negeri.

Adanya minimal penempatan DHE dan jangka waktu penempatan membuat eksportir jumlah DHE yang ditempatkan di Indonesia bisa meningkat. Pasokan dolar AS pun meningkat sehingga rupiah bisa terbantu menguat.
Penguatan rupiah ini akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia mulai semakin meningkatnya daya tarik instrumen rupiah hingga terjaganya nilai tukar serta harga barang impor mulai dari barang modal hingga kedelai. Artinya, dampak DHE bisa dinikmati di semua kalangan.

Ekspektasi melandainya suku bunga acuan The Federal Reserve (the Fed) juga membuat Indonesia kembali menjadi incaran dana asing. Inflow diharapkan terus menguat ke depan sehingga mata uang rupiah juga akan terus menguat.

Berdasarkan data Bank Indonesia, investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 7,1 triliun pada 10-13 Juli 2023. Net buy pada pasar Surat Berharga Negara tercatat Rp 6,54 triliun.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan pekan sebelumnya di mana investor asing mencatat net sell sebesar Rp 1,85 triliun pada 3-6 Juli 2023.
Net sell di pasar SBN tercatat Rp 2,44 triliun.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular