
Amerika Buat Pasar RI Gembira, Pesta Bisa Bubar Karena China

Pergerakan pasar keuangan, IHSG dan rupiah, pada perdagangan hari ini akan digerakkan oleh beberapa sentimen dari dalam maupun luar negeri.
IHSG pada perdagangan hari ini diperkirakan akan kembali menguji resisten 6.800. Jika mampu bertahan, ada potensi kenaikan menuju 6.900.
Akan tetapi jika melihat indikator seperti RSI dan MACD untuk mengukur momentum IHSG pada perdagangan hari ini rawan koreksi. Hal ini juga bisa melihat sinyal dari fibonacci retracement yang sudah berada di area resisten titik 0,382. Pun jika menguat akan sangat terbatas. Sebab sudah berada di area overbought atau jenuh beli.
Sementara itu dari sisi sentimen, Wall Street mampu menguat pada perdagangan kemarin untuk empat hari secara beruntun. Hal ini bisa menjadi katalis positif bagi IHSG, di mana indeks utama wall street adalah acuan bagi bursa global.
Kemudian sentimen lainnya datang dari China, data perdagangan dilaporkan melambat, menandakan bahwa perekonomian negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut sedang lesu.
Data Administrasi Umum Kepabeanan melaporkan ekspor negeri itu anjlok 12,4% tahun ke tahun (year-on-year/yoy) di Juni. Ini merupakan kedua kali berturut-turut ekspor turun.
Hal tersebut menjadi tanda baru pertumbuhan ekonomi Tirai Bambu lesu. Ekspor diketahui adalah pilar utama pertumbuhan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Meski rebound singkat terjadi pada Maret dan April lalu, ekspor telah menurun sejak Oktober 2022. Penurunan pada Juni ini lebih tajam dari bulan sebelumnya, meski di bawah perkiraan ekonom yang disurvei Bloomberg sebesar 15,3%.
Dari data resmi yang sama, diketahui juga impor mengalami penurunan. Impor turun 6,8% dibandingkan periode yang sama.
"Ancaman resesi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dikombinasikan dengan inflasi, telah menyebabkan permintaan yang tidak terlalu tinggi untuk produk China," kata juru bicara Bea Cukai China, Lyu Daliang.
Hal ini bisa menjadi sinyal negatif bagi perdagangan Indonesia terutama ekspor dan impor mengingat China adalah mitra dagang utama Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), China berkontribusi sebesar 23,4% dari total ekspor Indonesia.
Jika pertumbuhan impor China negatif, dapat diartikan permintaan dan ekonomi sedang lesu. Akibatnya barang ekspor andalan Indonesia yang dikirim ke China seperti batu bara dan minyak kelapa sawit juga berpotensi terkena efek negatif. Jika kemudian terjadi gangguan permintaan, devisa Indonesia dari China pun akan berkurang.
Begitu juga dari sisi impor, di mana Indonesia rajin membeli barang modal dari China seperti barang mesin.
Dampaknya adalah industri manufaktur Indonesia bisa saja terhambat akibat pengiriman barang modal yang tersendat karena ekspor China yang kurang bergairah.
China juga merupakan salah satu investor asing terbesar di Tanah Air. Pelemahan ekonomi China akan membuat perusahaan Tiongkok menahan ekspansi di indonesia.
Dari dalam negeri ada kabar mengenai penjualan mobil sepanjang semester pertama 2023 yang naik 6,51% secara year-on-year (yoy) menjadi 505.985 unit secara wholesales.
Jumlah penjualan ini setara dengan 48% dari target penjualan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) sebesar 1.050.000 unit.
(ras/ras)