Newsletter

Awali Semester II, Sudah Saatnya IHSG Bergairah Lagi

Putra, CNBC Indonesia
03 July 2023 06:10
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juni 2023.
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pada pekan ini, investor masih akan cenderung wait and see usai libur panjang, sembari mencermati sejumlah rilis ekonomi makro, baik dari dalam maupun luar negeri.

Dari domestik, pada Senin (2/7), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Indonesia per Juni. Laju inflasi tahunan diproyeksikan akan turun ke bawah 4%, tepatnya di kisaran 3,6%, dari posisi Mei 4%.

Namun, secara bulanan (mom), ekonom memperkirakan, inflasi akan meningkat menjadi 0,2% dibandingkan Mei 0,09%.

Inflasi yang melandai bisa meredakan beban Bank Indonesia (BI).

Sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, pada rapat dewan gubernur (RDG) BI pada 21-22 Juni 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% konsisten dengan stance kebijakan moneter, untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3% plus minus 1% pada 2023.

Kendati demikian, BI memperkirakan kebijakan suku bunga bank sentral AS ke depan masih akan tinggi, karena inflasi yang masih jauh dari target 2%. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di AS dan Tiongkok.

Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. Sementara itu, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

"Pemulihan ekonomi di negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa," jelas Perry.

Melihat kondisi saat ini, ekonom melihat BI masih ogah memangkas suku bunga tahun ini.

Dalam jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 14-19 Juni lalu, hampir dua pertiga dari responden, 15 dari 23, mengatakan, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan selama sisa tahun ini. Adapun, 8 ekonom memperkirakan ada pemangkasan suku bunga pada 2023.

"Bank Indonesia (BI) adalah salah satu bank sentral pertama di kawasan ini yang menghentikan siklus pengetatan pada awal tahun ini. Kami percaya bahwa BI akan melakukan pause lebih lama untuk mendukung rupiah," kata Nicholas Mapa, ekonom senior di ING kepada Reuters (20 Juni 2023).

Mapa menambahkan, BI hanya akan "mempertimbangkan pemangkasan suku bunga kebijakan jika bank sentral global memilih untuk melakukan relaksasi kebijakan moneter."

Serupa dengan bank sentral di kawasan lain, BI diharapkan akan mempertahankan suku bunga pada 2023 karena pemangkasan suku bunga akan menyebabkan pelemahan nilai tukar mata uang dan inflasi impor yang lebih tinggi.

"Proyeksi kami adalah pemangkasan pertama dari BI akan terjadi pada 2024; sentimen konsumen yang kuat dan kondisi likuiditas berlebih dalam sistem perbankan juga menunjukkan bahwa tidak ada kebutuhan mendesak untuk perubahan kebijakan lebih cepat," kata Khoon Goh, kepala riset Asia di ANZ.

Beralih ke luar negeri, China akan merilis indeks PMI Caixin pada Senin yang akan memberikan update tentang kekuatan sektor manufaktur ketika pemulihan ekonomi pasca-COVID di ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut menurun.

Dari Negeri Paman Sam AS, informasi terbaru mengenai pasar tenaga kerja akan diterbitkan minggu ini.

Pada Kamis, Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) AS akan menerbitkan laporan Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS), yang menyajikan data jumlah lowongan, perekrutan, pengunduran diri, dan pemutusan hubungan kerja untuk Mei.

Diperkirakan jumlah lowongan pekerjaan telah menurun menjadi 9,9 juta bulan lalu, dari 10,1 juta pada April. Selain itu, pada hari yang sama, perusahaan penyedia jasa penggajian ADP, akan merilis Laporan Ketenagakerjaan Nasional untuk Juni yang berfokus pada data gaji sektor swasta, yang diperkirakan telah meningkat sebesar 180.000.

Laporan gaji sektor non-pertanian (non-farm payrolls/NFP) untuk Juni akan dirilis pada Jumat.

Para ekonom memperkirakan, ada tambahan sebanyak 200.000 pekerjaan pada Juni, melambat dari 339.000 pada Mei, sedangkan tingkat pengangguran diperkirakan tetap stabil pada 3,7%.

Jika pertumbuhan pekerjaan melebihi ekspektasi pasar, hal ini dapat memperkuat alasan The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut guna menstabilkan perekonomian dan inflasi.

Di samping data ketenagakerjaan, pada Rabu, The Fed akan merilis risalah dari pertemuan FOMC terbaru yang diadakan awal bulan lalu, di mana bank sentral AS tersebut mempertahankan suku bunga setelah menaikkannya 10 kali berturut-turut sejak Maret tahun lalu, dalam upaya untuk menangani inflasi tertinggi dalam empat dekade.

Pelaku pasar memperkirakan, The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga pada pertemuan FOMC berikutnya pada Juli, dengan probabilitas hampir 90% untuk kenaikan sebesar 25 basis poin (bps).

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular