
Awali Semester II, Sudah Saatnya IHSG Bergairah Lagi

Wall Street kompak menghijau pada Jumat pekan lalu, ditopang oleh perusahaan teknologi raksasa sekaligus menjaga momentum kenaikan selama paruh pertama tahun ini.
Indeks Dow Jones naik 0,84% ke 34.407,60 pada Jumat. Sedangkan S&P 500 mendaki 1,23% ke 4.450,38, dan Nasdaq Composite melonjak 1,45% to settle at 13.787,92.
Dalam sepekan, ketiga indeks utama tersebut secara rerata naik 2%.
Selama enam bulan terakhir, saham-saham teknologi yang sempat tertekan pada 2022 kembali bangkit seiring ekspektasi tinggi pada kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan harapan akan berakhirnya kampanye suku bunga The Fed.
Selama Juni S&P 500 naik 6,5%, menorehkan kinerja bulanan terbaiknya sejak Oktober. Indeks Nasdaq naik 6,6%. Keduanya mencatatkan kenaikan bulanan positif untuk keempat kalinya berturut-turut. Dow naik 4,6%, mencetak kinerja bulanan terbaiknya sejak November 2022.
Kemudian, selama kuartal keduaS&P 500 naik 8,3% untuk 3 kuartal berturut-turut dengan kenaikan terbesarnya sejak kuartal keempat 2021. Indeks Nasdaq melonjak 12,8%, untuk 2 kuartal di zona positif secara beruntun. Dow naik 3,4%, menjadikan tiga kuartal terakhir di zona penguatan.
Adapun, secara year to date (YtD) sekaligus semester pertama, S&P 500 mencatatkan kenaikan 15,9% untuk semester pertama terbaiknya sejak 2019. Indeks Nasdaq melesat 31,7%, menjadi semester pertama terbaik sejak 1983. Dow 30 mencatatkan kenaikan 3,8% yang lebih moderat.
Saham-saham teknologi kakap AS menjadi pendorong utama sebagian besar kenaikan pasar pada 2023. Produsen chip kecerdasan buatan, Nvidia, melonjak 3,6% pada Jumat dan terbang lebih dari 189% sepanjang tahun ini.
Sementara, pada Jumat, Netflix naik sekitar 2,9%. Kemudian, Meta Platforms, Microsoft, dan Amazon masing-masing terkerek 1,9%, 1,6%, dan 1,9%. Apple juga menguat 2,3% hingga ditutup di atas kapitalisasi pasar US$3 triliun.
Meskipun terjadi kenaikan yang kuat, beberapa pihak di Wall Street memperkirakan akan ada volatilitas di paruh kedua tahun ini dan kemungkinan ada para investor yang akan mengambil keuntungan dari reli saham tersebut.
Hal ini, ditambah dengan perubahan kondisi teknis, bisa menyebabkan pergerakan mendatar atau sedikit koreksi di indeks S&P, seperti yang diungkapkan oleh Anna Han, ahli strategi ekuitas di Wells Fargo Securities.
"Data teknis memberi tahu kita bahwa reli yang dipimpin oleh saham-saham besar ini telah melewati batasnya," katanya, dikutip CNBC International, Jumat (30/6).
"Saham-saham tersebut telah mencapai level jenuh beli (overbought), dan kami percaya bahwa saatnya bagi reli tersebut untuk sejenak berhenti," imbuhnya.
Wall Street juga mendapat katalis positif mengenai inflasi, di mana indeks harga belanja pribadi inti yang menjadi perhatian The Fed tumbuh lebih rendah dari yang diharapkan pada Mei.
"Ini adalah kabar baik dalam perang melawan inflasi," kata Jamie Cox, managing partnert di Harris Financial Group.
"Jika Anda tidak percaya bahwa deflasi sedang terjadi, berarti Anda kurang memperhatikan. The Fed telah tepat untuk berhenti [menaikkan suku bunga] sejenak dan perlu mempertahankan posisi pada level saat ini untuk mencegah pengoreksian berlebihan dan menyebabkan resesi yang tidak perlu dalam upaya melawan situasi yang sekarang sudah terkendali," ungkap Jamie.
(trp/trp)