
"The Moment of Truth", Pasar RI Bakal Pesta atau Menderita?

Investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang akan menggerakkan pasar baik hari ini ataupun sepekan ke depan. Menghijaunya Wall Street pekan lalu diharapkan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Tanah Air.
Pekan ini juga menjadi periode yang sangat penting bagi pasar keuangan global dan Indonesia karena ada rapat FOMC pada Selasa dan Rabu (13-14 Mei) waktu AS.
Rapat FOMC pada bulan ini sangat ditunggu-tunggu karena menjadi "the moment of the truth" atas ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed.
Pasar berekspektasi jika The Fed akhirnya menahan suku bunga maka hal ini akan menjadi positif bagi pasar keuangan RI karena aliran dana asing diharapkan semakin deras. IHSG dan rupiah pun bisa menguat.
Sebaliknya IHSG dan rupiah bisa lesu jika Teh Fed tetap hawkish ke depan. Investor akan meninggalkan pasar Emerging Market seperti Indonesia dan memilih balik ke AS.
Kekhawatiran sekaligus harap-harap cemas inilah yang akan dibuktikan kebenarannya pada pekan ini.
Mayoritas pasar meyakini jika The Fed akhirnya akan mulai melakukan pivot kebijakan dengan mengakhiri kebijakan hawkishnya.
Pasar berekspektasi jika The Fed akan mulai menahan suku bunga acuan setelah mengerek suku bunga acuan sebesar 500 bps sejak Maret tahun lalu menjadi 5-5,25%.
Namun, sebagian pasar masih meyakini jika The Fed akan menaikkan satu lagi kenaikan pada Juni ini sebelum akhirnya menahan bahkan memangkas suku bunga pada Juli.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 70,1% The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya di 5% - 5,25%.
Pasar yang memprediksi The Fed akan mempertahankan suku bunganya karena perekonomian Negeri Paman Sam mulai mengalami perlambatan.
Sejumlah data-data terbaru AS memang menunjukkan jika ekonomi AS melambat.
Indeks PMI non-manufaktur AS atau sektor jasa melandai ke 50,4 pada Mei 2023, dari 51,9 pada April. Indeks juga berada di posisi terendahnya dalam lima bulan terakhir.
PMI manufaktur AS juga jeblok ke 48,4 pada Mei, dari 50,2 pada April. Dengan PMI ada di angka 48,4 maka aktivitas manufaktur AS kini sedang tidak dalam fase ekspansif.
Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran bertambah 261.000 pada pekan yang berakhir pada 3 Juni 2023. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2021.
Sebelum pengumuman The Fed, pasar juga akan menunggu data inflasi AS yang akan keluar pada Selasa (13/6/2023).
Konsensus pasar dalamTrading Economics memperkirakan inflasi Negeri Paman Sam pada bulan lalu akan kembali turun menjadi 4,1% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada April lalu sebesar 4,9%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi AS diprediksi juga menurun menjadi 0,2%, dari sebelumnya pada April lalu sebesar 0,4%.
Rabu pekan ini, AS juga akan merilis data indeks harga produsen (IPP). Baik data inflasi AS dan IPP akan menjadi pertimbangan The Fed dalam menentukan suku bunga.
Selain The Fed, bank sentral Jepang (BoJ) dan bank sentral Eropa (ECB) juga akan menggelar rapat pada pekan ini.
ECB akan menggelar rapat pada Kamis pekan ini sementara BoJ pada Jumat pekan ini.
Ekonomi Eropa secara teknikal mengalami resesi setelah terkontraksi 0,1% (quarter-to-quarter/qtq) pada kuarta I-2023. Pelemahan ini melanjutkan kontraksi 0,1% pada kuartal sebelumnya,
Namun, karena inflasi Eropa dinilai masih tinggi, maka pasar masih memperkirakan ECB masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan yang dilaksanakan pekan depan.
Konsensus pasar dalamTrading Economicsmemperkirakan ECB akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 4% pada pertemuan pekan depan.
Sebagai catatan, ECB telah mengerek suku bunga sebesar 425 bp menjadi 3,75%.Sebaliknya, BoJ diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga ultra rendahnya pada pekan ini.