Tiga indeks utama Wall Street berakir di zona hijau pada perdagangan Selasa (6/6/2023) waktu New York di tengah kekhawatiran investor terhadap arah suku bunga The Fed pekan depan.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,03% ke posisi 33.573,28 sementara S&P 500 naik 0,24%ke 4.283,85, dan Nasdaq Composite juga mengalami penguatan dengan apresiasi 0,36% ke 13.276,42.
S&P 500 naik ke penutupan tertinggi sejak 2023. Ini dipicu karena Wall Street mencerna reli baru-baru ini yang membawa indeks luas ke level tertinggi dalam sembilan bulan.
Nasdaq Composite juga merupakan penutupan tertinggi di tahun 2023. Sementara, Dow Jones berakhir tupis karena kerugian lebih dari 2% di Merck dan UnitedHealt membebani saham saham bluechip.
Coinbase turun lebih dari 12% setelah Securities and Exchange Commission menggugat perusahaan crypto. SEC menuduh Coinbase bertindak sebagai broker dan pertukaran yang tidak terdaftar. Bitcoin naik lebih dari 6%, menurut CoinMetrics.
Selain itu, saham Aple turun 0,2% sehari setelah raksasa teknologi itu meluncurkan headset realitas virtual yang sangat dinantikan serta perangkat lunak baru di Worldwide Developer Conference tahunannya. Di sesi sebelumnya, saham mencapai titik tertinggi sepanjang masa menjelang pengumuman.
Pasar mungkin menghindari perubahan besar karena investor bersiap untuk pertemuan kebijakan The Fed minggu depan. Namun, perlu dicatat bahwa pasar tetap berada di atas kisaran yang terlihat dalam beberapa bulan terakhir.
"Sepertinya kita benar-benar dalam pola bertahan, dengan The Fed minggu depan, orang-orang akan menarik napas." Ungkap kata Jeff Kilburg, CEO KKM Financial dikutip dari CNBC International.
Maka dari itu, banyak yang melihat bahwa The Fed perlu menaikkan suku bunga lagi. Sejauh ini, pelaku pasar masih optimis bank sentral paling powerful di dunia tersebut tidak akan lagi menaikkan suku bunga pada pertengahan bulan nanti.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas suku bunga bunga dinaikkan hanya 20%, sisanya yakin akan tetap sebesar 5% - 5,25%.
Sehingga jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, pasar finansial terutama bursa Amerika Serikat ini tentunya bisa tertekan lagi.
IHSG dan rupiah masih bergerak was-was dipicu oleh serangkaian data ekonomi yang sudah rilis maupun yang akan rilis. Tentu saja, data ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri ini dinantikan karena bakal mengisyarakatkan kemana suku bunga akan berlabuh ke depan.
Ekonomi AS dan China yang belum memberikan kabar positif juga turut membebani pasar saham. Melemahnya ekonomi China tentu membuat pelaku pasar siaga satu.
Biro Statistik Nasional (NBS) melaporkan Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) turun ke level terendah lima bulan di 48,8 tercatat turun dari 49,2 pada April. Angka PMI ini juga mematahkan perkiraan kenaikan menjadi 49,4.
Untuk diketahui, data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan. Ekonomi Asia sangat bergantung pada kekuatan ekonomi China, yang sedang terhuyung-huyung karena pemulihan pasca-Covid kehilangan momentum saat ini.
Dibukanya kembali aktivitas ekonomi China ternyata belum begitu menguntungkan bagi Indonesia seperti yang diharapkan. Justru malah bikin buntung ekonomi Indonesia.
Aktivitas pabrik China setelah 'mati suri' akibat pandemi Covid-19 kenyataannya belum mampu membuat produktivitas cepat pulih.
Hari ini pasar akan fokus menanti data neraca perdagangan China. Setelah PMI pada bulan Mei lalu terpantau anjlok, neraca perdagangan tentu juga di ramal bakal lesu. Berdasarkan ekonom yang disurvey Reuters, impor China diprediksi ambrol ke -8% sementara ekspornya diramal -0.4%.
Sebelumnya, impor China mengalami kontraksi tajam pada bulan April, sementara ekspor naik dengan kecepatan yang lebih lambat. Artinya, aktivitas perdagangan di China tetap memburuk, meskipun pembatasan Covid-19 telah dicabut. Ini menjadi pertanda permintaan impor dari Indonesia berisiko menurun.
Diketahui, pada April 2023, impor China mengalami kontraksi atau -7,9%. Penurunan ini memperpanjang penurunan yang sudah terjadi dari bulan-bulan sebelumnya sejak Oktober 2022.
Data Bea dan Cukai China juga mencatat ekspor tumbuh 8,5% (yoy). Meskipun tumbuh namun angkanya berkurang dari 14,8% pada Maret lalu.
Ekonom dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan tidak ada pertumbuhan impor dan ekspor akan meningkat sebesar 8%. Artinya, aktivitas perdagangan China lebih buruk dibandingkan ekspektasi.
Jika data neraca perdagangan yang dirilis mengecewakan maka Indonesia juga kudu bersiaga sebab China merupakan negara mitra perdagangan utama kita.
Untuk diketahui, China merupakan negara mitra perdagangan Indonesia terbesar. Total perdagangan China dan Indonesia menembus US$ 133,65 miliar pada 2022 atau naik 17,70% dibandingkan 2021.
Ekspor Indonesia ke China mencapai US$ 65,92 miliar sementara impor dari Tiongkok mencapai US$ 67,72 miliar. Baik ekspor dan impor merupakan yang tertinggi dalam sejarah.
Pada Januari-Maret 2023, ekspor ke China tercatat US$ 16,58 miliar atau naik 26,7%. Impor tercatat US$ 15,34 miliar atau turun 3,6%. Sepanjang kuartal I-2023, Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$ 1,24 miliar terhadap China.
Ekonomi China yang terus memburuk memberikan dampak negatif terhadap Indonesia yang merupakan mitra dagang utama.
Sementara itu, dari Amerika Serikat (AS) tentunya masih saja berkutat dengan suku bunga. Investor kini sedang menimbang-nimbang data ekonomi yang sidah rilis sebagai bahan untuk meramal ke mana arah suku bunga The Fed.
Perlu diingat bahwa perang AS melawan inflasi belum juga usai. bahkan data terakhir menunjukkan pasar tenaga yang kuat. Dana Monter Internasional (IMF) juga menyoroti penyaluran kredit yang masih besar saat suku bunga sudah sangat tinggi.
Pada Jumat pekan lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Mei perekonomian mampu menyerap 339.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls), jauh lebih tinggi dari prediksi 190.000 orang. Berdasarkan catatan Dow Jones, penyerapan tenaga kerja tersebut sudah 29 bulan beruntun lebih tinggi dari ekspektasi.
Tingkat pengangguran mengalami kenaikan menjadi 3,7%, tetapi masih di dekat level terendah sejak 1969.
Dalam kondisi saat ini, tentunya bukan itu yang diharapkan. Inflasi bakal "mendarah daging", suku bunga akan terus tinggi, dan sangat buruk untuk perekonomian yang bisa menciptakan wage-price spiral.
Dengan pasar tenaga kerja yang kuat, disertai dengan kenaikan upah yang tinggi, daya beli masyarakat akan terjaga. Kenaikan upah yang tinggi membuat beban perusahaan meningkat, yang pada akhirnya dibebankan ke masyarakat dengan menaikkan harga produk. Mengingat daya beli masyarakat masih kuat, inflasi pun terancam terus meningkat.
Maka dari itu, banyak yang melihat bahwa The Fed perlu menaikkan suku bunga lagi. Sejauh ini, pelaku pasar masih optimis bank sentral paling powerful di dunia tersebut tidak akan lagi menaikkan suku bunga pada pertengahan bulan nanti.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas suku bunga bunga dinaikkan hanya 20%, sisanya yakin akan tetap sebesar 5% - 5,25%. Sehingga jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia tentunya bisa gonjang-ganjing lagi.
Di sisi lain, Analis Goldman Sachs menyatakan, "Dengan siklus pengetatan Fed yang kemungkinan akan berakhir, inflasi utama yang menurun, dan Rupiah yang lebih stabil, kami terus memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga kebijakan dalam beberapa bulan mendatang."
Analis Barclays memperkirakan suku bunga BI akan turun 75 bps pada semester pertama 2024. Selain itu, rapat BI selanjutnya terjadwal pada 21-22 Juni mendatang.
Secara terpisah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan kembali bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat menguat, mencerminkan fundamental yang membaik.
Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:
- Rilis data perubahan stok minyak mentah (03:00)
- Pidato pejabat RBA Gove Lowe (06:20)
- Pidato pejabat RBA Bullock Speech (06:50)
- Rilis data pertumbuhan ekonomi Australia (08:30)
- Rilis data neraca perdagangan China (10:00)
- Rilis data neraca perdagangan AS (07:30)
- Rilis data stok minyak mentah EIA (09:30)
Hari ini pelaku pasar akan disuguhkan dengan beberapa agenda bursa dari dalam negeri, diantaranya:
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) AHAP
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) ANJT
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) BBMD
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) DEWI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) HATM
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) HELI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) IPOL
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) dan RUPSLB JKON
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) LCKM
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) MOLI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) LPLI
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) PDPP
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) DAN RUPSLB PADA
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) SSIA
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) TBMS
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) TOOL
- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) WGSH
- Pembagian dividen tunai LPIN
- Pembagian dividen tunai NRCA
- Pembagian dividen tunai OILS
- Pembagian dividen tunai RAJA
- Pembagian dividen tunai SBMA
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]