FX Insight

King Dolar Runtuh, Rezim Mata Uang Baru Bakal Muncul

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 June 2023 08:50
U.S. dollar and Euro banknotes are seen in this picture illustration taken May 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration
  • Dolar AS yang sangat lama berkuasa diprediksi akan runtuh, euro dan yuan menjadi penantang terkuat. 
  • Munculnya CBDC bisa semakin mempercepat dedolarisasi yang semakin marak terjadi setelah Amerika Serikat membekukan cadangan devisa Rusia.
  • Ke depannya, rezim mata uang baru akan muncul, bakal ada dominasi regional hingga multipolar internasional. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) masih sangat mendominasi di dunia, baik dari segi perdagangan hingga cadangan devisa. King dolar menjadi yang paling banyak digunakan. Namun, dominasi dolar AS diprediksi akan berakhir meski tidak dalam waktu dekat.

Ekonomi dari TD Bank, Vikram Rai, sebagaimana dikutip Business Insider menulis dalam 10 atau 20 tahun ke depan rezim mata yang baru akan muncul rezim mata uang baru. Tetapi tidak akan ada yang dominan di dunia, melainkan regional saja, selain itu bakal ada beberapa mata uang yang banyak digunakan.

"Dalam 10 sampai 20 tahun ke depan, ada potensi besar munculnya mata uang yang dominan di suatu regional dan rezim multipolar internasional. Peran itu kini hanya diisi oleh dolar AS yang nantinya bisa dibagi dengan euro, yuan yang lebih terbuka, mata uang digital bank sentral (CBDC) dan beberapa kemungkinan lain yang saat ini belum terlihat," tulis Rai sebagaimana dikutip Business Insider, Sabtu (3/6/2023).

Euro dan yuan menjadi penantang serius dolar AS. Namun, Rai menyebut keduanya masih kalah pamor, sebab memiliki masalah masing-masing. Euro menjadi kurang menarik, sebab obligasi yang diterbitkan berasal dari negara-negara yang berbeda, tidak seperti obligasi AS (Treasury) yang dianggap safe haven.

Sementara itu yuan China menjadi kurang menarik sebab nilanya masih dikontrol pemerintah. Namun, China menjadi negara yang paling getol mendongkel dolar AS.
Maklum saja, Sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, China memiliki pengaruh besar di sektor perdagangan.

China merupakan eksportir terbesar di dunia, berdasarkan data dari International Trade Center pada 2022 nilainya mencapai US$ 3,6 triliun. Nilai tersebut jauh di atas Amerika Serikat sebesar US$ 2,1 triliun.

Rai menyebut munculnya CBDC nantinya akan semakin mempercepat lengsernya dolar AS. Ia dan sepakat dengan analis lainnya yang menyebut langkah Amerika Serikat yang membekukan cadangan devisa Rusia awal-awal 2022 lalu membuat de-dolarisasi atau pengurangan penggunaan dolar AS semakin marak.

Bank sentral di berbagai negara lebih menambah emas dalam porsi cadangan devisa mereka, dan mengurangi dolar AS.

World Gold Council pada Mei lalu melaporkan bank sentral di berbagai negara memborong 228,4 ton emas pada kuartal I-2023. Pembelian tersebut melesat 176% dibandingkan kuartal I tahun lalu, saat perang Rusia-Ukraina baru meletus pada Februari 2022.

Pembelian tersebut juga menjadi rekor terbesar di kuartal I, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"(Pembelian) ini mengesankan, mengingat pada tahun lalu terjadi rekor permintaan," tulis World Gold Council.

Bank sentral Singapura dilaporkan memborong 69 ton emas, disusul China 58 ton, Turki 30 ton, dan India 7 ton. Sementara itu pangsa dolar AS di cadangan devisa terus menurun.

Data Currency Composition of Official Foreign Exchange Reserve (COVER) dari IMF, nilai dolar AS dalam cadangan devisa global memang mengalami penurunan drastis.
Pada kuartal IV-2021, nilainya mencapai US$ 7.085,01 miliar, sementara pada kuartal IV-2022 sebesar US$ 6.471,28 miliar.

Secara pangsa, pada 2021 sebesar 58,8%, sedangkan pada 2022 turun menjadi 58,4%. Pangsa tersebut menjadi yang terendah dalam 27 tahun terakhir.Pada awal 200an, pangsa dolar AS di cadangan devisa global masih di atas 70%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation