
Awas PHK Massal, RI Sudah Tertular "Penyakit" dari China

Jakarta, CNBC Indonesia - China sebagai mitra strategis Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tanda-tanda perekonomiannya melambat semakin jelas, dan "penyakit" tersebut sudah menular ke dalam negeri.
Sektor manufaktur China mengalami kontraksi yang cukup dalam. Artinya pabrik-pabrik mengalami penurunan aktivitas, misalnya produksi menurun. Dampaknya ke tenaga kerja, bukannya merekrut malah bisa jadi terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Hal ini terlihat dari purchasing managers' index (PMI) China Mei yang turun ke 48,8, terendah sepanjang tahun ini. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya ekspansi.
Kontraksi sektor manufaktur China mulai menular ke RI. Maklum saja, China merupakan pasar ekspor terbesar, ketika mengalami kontraksi permintaan dari Negeri Tiongkok tentunya menurun. PMI manufaktur Indonesia juga nyaris mengalami hal yang sama.
S&P Global pagi ini melaporkan PMI manufaktur Indonesia sebesar 50,3 turun dari April sebesar 52,7. Pesanan baru dilaporkan mengalami kontraksi, yang membuat pertumbuhan produksi jadi melambat.
"Perkembangan survei terbaru menunjukkan penurunan permintaan akibat kondisi ekonomi domestik dan global yang lebih lemah berdampak pada pesanan baru. Penting untuk memonitor seberapa persisten penurunan permintaan yang akan berdampak pada outlook pertumbuhan jangka pendek," kata Jingyi Pan, Economics Associate Director di S&P Global Market Intelligence.
Jika terus berlanjut, tentunya pertumbuhan ekonomi RI terancam melambat. Sebab, sektor manufaktur merupakan kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, kontribusinya mencapai 18,57%.
Selain itu, PHK massal juga kembali membayangi. Saat ini, 9 pabrik dilaporkan tengah dalam proses pemangkasan tenaga kerja, dimulai dengan merumahkan karyawan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, 9 pabrik yakni Duniatex, Agungtex Group, PT Kabana PT Pismatex dan PT Sae Aparel, semuanya berada di Jawa Tengah.
Kemudian di Jawa Barat ada PT Pulaumas dan PT Adetex. Di Banten ada PT Nikomas PHK dan PT Chingluh.
Jika ditotal, ada belasan ribu orang yang terkena PHK dari 9 perusahaan tersebut. Data itu, kata Ristadi, bisa lebih besar karena hanya mencakup data perusahaan yang memiliki Serikat Pekerja anggota KSPN. Dia mencontohkan, PHK yang dilakukan oleh PT Panarub dan PT Tuntex sekitar total 3.000-an pekerja di Tangerang, tidak masuk dalam data KSPN karena bukan anggota.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)