Harga Komoditas Andalan RI Anjlok, AS Bisa Lolos dari Default
- Faktor pemberat IHSG adalah penurunan harga komoditas yang berasal dari penurunan permintaan. Terutama pada komoditas batu bara dan minyak kelapa sawit.
- Perlambatan ekonomi AS menyusul serangkaian kenaikan suku bunga The Fed untuk melawan inflasi yang tinggi.
- Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN Tahun Anggaran 2024 untuk pembahasan APBN tahun depan, termasuk target pertumbuhan, belanja negara, pendapatan negara, hingga pembiayaan APBN.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 35,18 poin atau 0,52% pada perdagangan Rabu (17/5/2023) di level 6.663,11, tertekan oleh penurunan pada saham-saham di sektor energi.
IHSG telah mengalami penurunan sejak awal Mei 2023. Salah satu faktor pemberat IHSG adalah penurunan harga komoditas yang menjadi pemberat pergerakan pasar, dan memberikan sentimen negatif ke pada perdagangan Jumat (19/5/2023).
Pemicu pelemahan harga komoditas adalah data PMI manufaktur China yang turun melebihi ekspektasi. Selain itu ada pula sentimen perlambatan pertumbuhan global yang berlanjut.
Dari sisi mata uang, rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (17/5/2023) dengan turun 45 poin atau 0,30% di posisi Rp14.860/US$1.
Penurunan mata uang rupiah masih didorong oleh bayang-bayang krisis plafon utang pemerintah Amerika Serikat (AS). Bahkan penurunan rupiah terhadap dolar AS sudah terlihat dari awal pekan ini.
Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy pada Rabu (17/5/2023) menggarisbawahi tekad mereka untuk segera mencapai kesepakatan guna menaikkan plafon utang pemerintah federal sebesar $31,4 triliun dan menghindari gagal bayar utang (default) bencana ekonomi.
Beralih ke pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) bervariatif naik turunnya. Dari keenam SBN hanya FR0040 dengan tenor 3 tahun dan FR0097 dengan tenor 20 tahun yang mengalami pelemahan.
(saw/saw)