Penurunan signifikan nilai ekspor dan impor memvalidasi indikasi penurunan permintaan global, terutama dari China pada periode April 2023.
Dari sisi mata uang, rupiah melemah 0,14% melawan dolar Amerika Serikat (AS) di posisi Rp14.815/US$.
Perhatian utama tertuju pada pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dengan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy mengenai masalah gagal bayar (default) jika batas pagu utang AS tidak dinaikkan.
Partai Republik sudah berulang kali menegaskan tidak akan menaikkan pagu utang jika pemerintah tidak memangkas belanja dengan besar alias melakukan penghematan.
Kabar baiknya, pemerintah di Gedung Putih masih mempertimbangkan syarat dari Partai Republik tersebut, sehingga peluang dinaikkannya batas pagu utang terbuka, dan Amerika Serikat bisa lolos dari gagal bayar yang berisiko membuat perekonomian AS merosot.
Beralih ke pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) bervariatif naik turun. SBN FR0096 Tenor 10 tahun menjadi satu-satunya yang mengalami pelemahan. Tenor lainnya menguat terlihat dari imbal hasilnya (yield) yang mengalami penurunan.
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Selasa (16/5/2023) waktu setempat. Kenaikan tersebut karena optimisme mengenai utang AS.
Indeks Dow Jones anjlok 1,01% di posisi 33.012,14, S&P 500 melemah 0,64% di posisi 4.109,90, dan Nasdaq menguat 0,18% di posisi 12.343,05
Indeks saham AS ditutup melemah pada hari Selasa setelah hasil mengecewakan dari emiten Home Depot dan data penjualan ritel AS bulan April, dimana menunjukkan belanja konsumen yang lebih lemah, sementara ketidakpastian tentang suku bunga dan negosiasi pagu utang yang membebani sentimen.
Departemen Perdagangan melaporkan penjualan ritel naik 0,4% pada bulan April 2023, setengah dari laju kenaikan jika dibandingkan perkiraan kenaikan 0,8%. Tetapi trennya masih cukup solid, meskipun ada risiko resesi yang meningkat tahun ini.
Namun salah satu pendorong jatuhnya Dow Jones yakni Home Depot Inc (HD) di tutup turun 2,15% dalam perdagangan Selasa (16/5/2023) setelah rantai renovasi rumah turun dari perkiraan penjualan tahunannya, dimana orang Amerika mengurangi pengeluaran untuk peralatan dan bahan bangunan karena inflasi yang tetap tinggi.
Data terbaru menunjukkan perlambatan ekonomi AS menyusul serangkaian kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve untuk melawan inflasi yang tinggi. Perlambatan seiring dengan negosiasi yang terjadi baru-baru ini mengenai plafon utang AS yang menjadi perhatian kapan bank sentral akan menghentikan kenaikan suku bunga atau memangkasnya.
Sementara pasar saat ini memperkirakan penurunan suku bunga pada akhir tahun, komentar terbaru dari pejabat The Fed menunjukkan bahwa mereka belum siap untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan dia tidak berpikir bank sentral dapat mempertahankan suku bunga yang stabil.
Anggota parlemen mengadakan sesi baru pembicaraan tentang menaikkan plafon utang. Departemen Keuangan telah memperingatkan dapat kehabisan uang segera setelah 1 Juni 2023 tanpa kesepakatan. Dimana ini akan memicu default dan kemungkinan menyebabkan merosotnya ekonomi yang tajam.
Jebloknya Wall Street tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar Asia pada perdagangan Rabu (17/5/2023) pagi. Apalagi IHSG sedang dibayangi sentimen negatif dari penurunan signifikan nilai ekspor dan impor memvalidasi indikasi penurunan permintaan global. Kemarin investor asing melakukan aksi jual sebesar Rp2,85 triliun, sedangkan transaksi beli asing hanya Rp2,21 triliun.
Penurunan nilai ekspor Indonesia menjadi katalis negatif bagi pasar saham. Melihat dari hasil data BPS, nilai ekspor Indonesia April 2023 tercatat US$ 19,29 miliar. Ekspor turun 17,62% dibandingkan bulan Maret, dan anjlok 29,4% dibanding April 2022.
Penurunan nilai ekspor anjlok akibat dari merosotnya harga komoditas serta pelemahan permintaan sejumlah komoditas, efek dari perlambatan ekonomi global.
Nilai impor Indonesia April 2023 juga mengalami penurunan ke posisi US$ 15,35 miliar. Nilai impor turun 25,45% secara bulanan, dan menyusut 22,32% dibandingkan April 2022.
Emiten-emiten yang berada di sektor yang berkaitan dengan ekspor dan terutama komoditas kemungkinan akan mengalami tekanan dalam beberapa hari ke depan.
Selain itu, ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya. Hal tersebut menjadi salah satu penekan Wall Street, bahkan harga emas pun ikut anjlok. Melansir data Refinitiv, emas merosot hingga 1,6% kemarin ke US$ 1.989/troy ons.
Seperti disebutkan halaman sebelumnya tren penjualan ritel masih solid, yang menunjukkan perekonomian AS masih kuat.
Presiden The Fed wilayah Richmond pun menyatakan ia masih "nyaman" jika suku bunga kembali dinaikkan untuk menurunkan inflasi.
Alhasil pasar saham kembali tertekan, emas juga anjlok. Semakin tinggi suku bunga. artinya likuiditas semakin ketat, yang berdampak buruk ke pasar saham.
Para investor bisa lebih tertarik menanamkan uangnya di obligasi atau deposito karena suku bunga sedang tinggi, dan minim risiko.
"Kita perlu melihat tanda-tanda The Fed mencapai pivot, dan hingga saat ini kita belum benar-benar melihatnya," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International.
Pasar kini melihat probabilitas kenaikan suku bunga di AS pada bulan depan sekitar 17% kembali naik dari sebelumnya di bawah dua digit, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Selain itu, para pelaku pasar menunggu kebijakan terkait suku bunga acuan dalam Rapat Dewa Gubernur (RDG) pada pekan depan. Sehingga membuat para pelaku pasar masih wait and see.
Ditambah pada tanggal 18 Mei 2023 adalah hari libur nasional dalam rangka memperingati kenaikan Isa Almasih. Hal ini dapat mendorong pelaku pasar untuk menahan transaksi karena terjepit hari libur dan menanti IHSG bisa koreksi lebih dalam hingga Jumat pekan ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]