
Awas! Pasar Saham Hingga Emas Lagi Babak Belur

Jebloknya Wall Street tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar Asia pada perdagangan Rabu (17/5/2023) pagi. Apalagi IHSG sedang dibayangi sentimen negatif dari penurunan signifikan nilai ekspor dan impor memvalidasi indikasi penurunan permintaan global. Kemarin investor asing melakukan aksi jual sebesar Rp2,85 triliun, sedangkan transaksi beli asing hanya Rp2,21 triliun.
Penurunan nilai ekspor Indonesia menjadi katalis negatif bagi pasar saham. Melihat dari hasil data BPS, nilai ekspor Indonesia April 2023 tercatat US$ 19,29 miliar. Ekspor turun 17,62% dibandingkan bulan Maret, dan anjlok 29,4% dibanding April 2022.
Penurunan nilai ekspor anjlok akibat dari merosotnya harga komoditas serta pelemahan permintaan sejumlah komoditas, efek dari perlambatan ekonomi global.
Nilai impor Indonesia April 2023 juga mengalami penurunan ke posisi US$ 15,35 miliar. Nilai impor turun 25,45% secara bulanan, dan menyusut 22,32% dibandingkan April 2022.
Emiten-emiten yang berada di sektor yang berkaitan dengan ekspor dan terutama komoditas kemungkinan akan mengalami tekanan dalam beberapa hari ke depan.
Selain itu, ada kemungkinan bank sentral AS (The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya. Hal tersebut menjadi salah satu penekan Wall Street, bahkan harga emas pun ikut anjlok. Melansir data Refinitiv, emas merosot hingga 1,6% kemarin ke US$ 1.989/troy ons.
Seperti disebutkan halaman sebelumnya tren penjualan ritel masih solid, yang menunjukkan perekonomian AS masih kuat.
Presiden The Fed wilayah Richmond pun menyatakan ia masih "nyaman" jika suku bunga kembali dinaikkan untuk menurunkan inflasi.
Alhasil pasar saham kembali tertekan, emas juga anjlok. Semakin tinggi suku bunga. artinya likuiditas semakin ketat, yang berdampak buruk ke pasar saham.
Para investor bisa lebih tertarik menanamkan uangnya di obligasi atau deposito karena suku bunga sedang tinggi, dan minim risiko.
"Kita perlu melihat tanda-tanda The Fed mencapai pivot, dan hingga saat ini kita belum benar-benar melihatnya," kata Craig Erlam, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International.
Pasar kini melihat probabilitas kenaikan suku bunga di AS pada bulan depan sekitar 17% kembali naik dari sebelumnya di bawah dua digit, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Selain itu, para pelaku pasar menunggu kebijakan terkait suku bunga acuan dalam Rapat Dewa Gubernur (RDG) pada pekan depan. Sehingga membuat para pelaku pasar masih wait and see.
Ditambah pada tanggal 18 Mei 2023 adalah hari libur nasional dalam rangka memperingati kenaikan Isa Almasih. Hal ini dapat mendorong pelaku pasar untuk menahan transaksi karena terjepit hari libur dan menanti IHSG bisa koreksi lebih dalam hingga Jumat pekan ini.
(saw/saw)