AS Terancam Default Bulan Depan, Pasar Mulai Gonjang-ganjing!
- Pasar keuangan Tanah Air cenderung mengecewakan pada perdagangan kemarin.
- Wall Street kembali merana karena investor khawatir dengan plafon utang dan krisis perbankan.
- Pelaku pasar global masih menanti sikap The Fed, setelah beberapa data tenaga kerja di AS cenderung mulai melandai.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Selasa (2/5/2023) kemarin cenderung mengecewakan, setelah sempat menggembirakan pada pekan lalu.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah terpantau terkoreksi. Sedangkan harga Surat Berharga Negara (SBN) terpantau menguat.
Investor masih cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi dan serangkaian sentimen global. Selengkapnya mengenai sentimen pasar keuangan global dan dalam negeri hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 0,76% ke posisi 6.863,30. Parahnya, IHSG sempat ambles hingga lebih dari 1% dan pada akhirnya berhasil memangkas koreksinya pada akhir perdagangan kemarin.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan Selasa kemarin mencapai sekitaran Rp 10 triliun dengan melibatkan 15 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 187 saham menguat, 368 saham melemah, dan 177 saham lainnya stagnan.
Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 210,77 miliar di seluruh pasar pada perdagangan Selasa kemarin.
Sementara di kawasan Asia-Pasifik, secara mayoritas menguat pada perdagangan kemarin. Hanya indeks ASX 200 Australia, SETi Thailand, dan termasuk IHSG yang ditutup di zona merah kemarin.
Sementara untuk pasar saham China kemarin belum dibuka karena masih libur Hari Buruh Internasional.
Berikut pergerakan IHSG pada Selasa lalu dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Selasa kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa kemarin juga ditutup melemah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS), atau The Greenback.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di Rp 14.700/US$, melemah 0,24% di pasar spot. Meski melemah, tetapi rupiah masih berada di bawah level psikologis Rp 15.000/US$.
Sedangkan di kawasan Asia pada perdagangan kemarin secara mayoritas berhasil melawan sang greenback. Hanya saja, penguatannya cenderung tipis-tipis.
Mata uang rupee India, ringgit Malaysia, dan termasuk rupiah pada perdagangan kemarin kalah melawan dolar AS. Adapun untuk dolar Hong Kong dan won Korea Selatan cenderung stagnan.
Berikut pergerakan rupiah pada Selasa lalu dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Selasa kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan Selasa kemarin harganya kembali menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan investor masih ramai memburunya.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 1,9 basis poin (bp) menjadi 6,517%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa kemarin.
Lesunya IHSG dan rupiah terjadi setelah data inflasi Indonesia periode April dirilis kemarin. Inflasi April 2023 yang bertepatan dengan Lebaran tercatat moderat dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Pada April ini, inflasi bulanan tercatat sebesar 0,33%. Adapun, inflasi tahunannya mencapai 4,33% (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender 1,01% (year-to-date/ytd).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono mengatakan bahwa inflasi pada Ramadan dan Lebaran 2023 ini relatif lebih rendah dibandingkan Lebaran 2022.
"Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, pasikan komoditas holtikultura yang relatif terjaga, ditopang aktivitas panen sepanjang Maret-April," katanya dalam rilis BPS, Selasa (2/5/2023).
Adapun, kondisi ini ditopang oleh deflasi cabai merah dan cabai rawit yang meredam tingkat inflasi umum. Kemudian, andil inflasi beberapa komoditas pangan relatif rendah dibandingkan momen Lebaran pada tahun-tahun sebelumnya.
Margo menyampaikan penyumbang inflasi bulanan yang terbesar pada April 2023 terjadi pada kelompok transportasi dengan inflasi sebesar 0,84% dan andil ke inflasi April sebesar 0,11%.
Kelompok transportasi ini didorong oleh tarif angkutan udara dan tarif angkutan kota. Selanjutnya, dari kelompok bahan pangan, penyumbang terbesar adalah daging ayam ras dan beras.
Sementara itu, penyumbang inflasi tahunannya adalah bensin, beras, rokok filter dan tarif angkutan udara serta bahan bakar rumah tangga.
(chd/chd)