
Laju Penguatan Terhenti, Rupiah Berakhir di Rp 14.700/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (2/5/2023), menghentikan penguatan dalam tiga hari beruntun. Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.700/US$, melemah 0,24% di pasar spot.
Pada pekan lalu, rupiah sempat menyentuh Rp 14.620/US$ yang menjadi level terkuat sejak 10 Juni 2022. Melihat posisi rupiah saat ini, maka wajar jika terjadi koreksi, apalagi pekan ini banyak sentimen dari dalam dan luar negeri.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini melaporkan Indeks Harga Konsumen bulan April 2023 mengalami inflasi sebesar 0,33% secara bulan ke bulan (month to month/mtm), dan secara tahunan sebesar 4,33% (year on year/yoy).
Rilis tersebut lebih rendah dari konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi April 2023 akan menembus 0,47% (mtm), dan 4,51% (yoy).
Inflasi yang bisa dikatakan sukses dikendalikan menjadi salah satu pemicu penguatan rupiah sepanjang tahun ini yang tercatat sebesar 6,1%. Rupiah menjadi mata uang terbaik di Asia, dan nomer tiga di dunia, berdasarkan data Refinitiv.
Saat inflasi terjaga, daya tarik aset-aset di dalam negeri pun meningkat. Hal ini terlihat dari aliran modal yang cukup deras masuk ke pasar obligasi. Sepanjang bulan lalu hingga 27 April, tercatat inflow ke pasar obligasi sebesar Rp 4,4 triliun, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR).
Dalam 4 bulan pertama tahun ini, outflow hanya terjadi pada Februari, inflow pada Januari bahkan mencapai Rp 49,7 triliun.
Selain rilis ada inflasi, di pekan ini juga ada data pertumbuhan ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data produk domestik bruto (PDB) tersebut pada Jumat (5/5/2023), hasil survei dari Reuters menunjukkan pertumbuhan 4,95% (yoy) lebih rendah dari kuartal sebelumnya 5,01%.
Fokus utama tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) pada Kamis (4/5/2023) dini hari waktu Indonesia.
Pada Kamis pekan lalu Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I-2023 tumbuh 1,1% lebih rendah dari hasil survei Reuters terhadap para ekonom sebesar 2%.
Rilis tersebut tentunya membuat ekspektasi The Fed akan segera mencapai terminal rate. Suku bunga The Fed diperkirakan akan naik lagi 25 basis poin menjadi 5% - 5,25% yang menjadi puncaknya, dan ada peluang akan dipangkas pada akhir tahun, berdasarkan data dari perangkat FedWatch miliki CME Group.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Inflasi Amerika Diramal Meninggi, Rupiah Bisa Menguat Lagi?
