Newsletter

AS Terancam Default Bulan Depan, Pasar Mulai Gonjang-ganjing!

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
03 May 2023 05:59
Arus mudik hari kedua Lebaran di Terminal 1 keberangkatan domestik Bandara Soekarno Hatta pukul 05.30 WIB terpantau ramai. (CNBC Indonesia/Emir)
Foto: Arus mudik hari kedua Lebaran di Terminal 1 keberangkatan domestik Bandara Soekarno Hatta pukul 05.30 WIB terpantau ramai. (CNBC Indonesia/Emir)

Sementara di dalam negeri, pasar cenderung masih akan mencerna data inflasi Indonesia terbaru yang telah dirilis Selasa kemarin, selagi menanti rilis data pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal I-2023 yang akan dirilis Jumat pekan ini.

Sesuai ekspektasi, inflasi Indonesia melonjak pada April seiring dengan kenaikan permintaan selama periode musiman Ramadan dan Lebaran.

Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada April tercatat 0,33% (mtm) dan 4,33% (yoy).

Secara bulanan (mtm), inflasi April jauh lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat 0,18%. Sebaliknya, inflasi tahunan (yoy) jauh lebih kecil dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat 4,97%.

Kendati naik secara bulanan, inflasi April jauh lebih kecil dibandingkan proyeksi analis.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi April 2023 akan menembus 0,47% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).

Secara historis, inflasi pada April (mtm) biasanya melandai karena ada panen raya. Namun, momen Ramadan dan Lebaran membuat inflasi pada bulan lalu terbilang tinggi untuk April.

Sebagai catatan, umat Islam Indonesia mengawali puasa pada 22 Maret dan merayakan Hari Raya Idul Fitri pada 21/22 April 2022.

Bila melihat inflasi Maret (0,18%) dan inflasi April 2023 (0,33%) maka secara keseluruhan inflasi Ramadan dan Lebaran tahun ini mencapai 0,26%. Laju inflasi jauh lebih rendah dibandingkan enam tahun terakhir yakni 0,42%.

Artinya, inflasi Ramadan dan Lebaran tahun ini relatif terkendali karena adanya musim panen.

Harga beras memang masih naik dan menyumbang inflasi sebesar 0,02% tetapi andil inflasinya lebih kecil dibandingkan Maret 2023 yang tercatat 0,35% dan Februari sebesar 0,32%.

Harga cabai rawit dan sayur mayur yang biasanya melejit menjelang Lebaran juga tidak naik tinggi pada Lebaran tahun ini karena stok mencukupi.

Pada Lebaran tahun ini, harga cabai rawit malah turun dan menyumbang deflasi sebesar 0,05% dan cabai merah sebesar 0,03%.

BPS mencatat komoditas lain yang menyumbang inflasi tinggi adalah daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar, tomat, ayam hidup, bawang putih, jeruk, pepaya, rokok kretek filter, rokok putih, tarif angkutan udara, tarif angkutan antar kota, tarif kereta api, dan emas perhiasan.

Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan inflasi Lebaran tahun ini lebih rendah karena dibantu oleh lebih murahnya harga produk holtikultura.

"Persediannya cukup untuk periode panen raya. Meski ada permintaan meningkat tetapi karena ketersediannya cukup (kenaikan harga) bisa diredam sehingga bisa menekan inflasi," tutur Margo, saat konferensi pers inflasi April, Selasa (2/5/2023).

Sedangkan inflasi kelompok transportasi menembus 0,84% (mtm) pada April tahun ini atau tertinggi dari kelompok lainnya. Inflasi pada tarif angkutan udara menembus 0,14% dan memberi andil 0,06%. Andil tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan komoditas lainnya.

Dalam empat tahun terakhir, tarif angkutan udara selalu menjadi penyumbang inflasi terbesar untuk periode Lebaran.

Margo menyebut kenaikan jumlah pemudik yang menggunakan banyaknya pemudik yang menggunakan transportasi pribadi serta angkutan umum membuat inflasi transportasi melonjak.

Secara historis, inflasi pada kelompok transportasi memang akan selalu melonjak karena tingginya permintaan pada jasa transportasi.

Selain inflasi, data aktivitas manufaktur Indonesia juga terbilang cukup baik kemarin. S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada hari ini, Senin (2/5/2023.

Untuk periode April 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 52,7. PMI jauh lebih tinggi dibandingkan pada Maret 2023 yang tercatat di 51,9. Indeks sebesar 52,7 adalah yang tertinggi sejak September 2022 atau tujuh bulan terakhir.

Data hari ini juga menunjukkan PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 20 bulan terakhir.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

"Sektor manufaktur menunjukkan momentum penguatan setelah hanya naik tipis sepanjang tahun ini. Aktivitas bisnis meningkat ditopang oleh permintaan dari dalam negeri yang lebih kencang sehingga permintaan baru serta volume produksi meningkat ke level tertingginya selama tujuh bulan," tutur Tim Moore, ekonomi pada S&P Global Market Intelligence dalam website resmi mereka.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular