Sampai Kapan pun, Mahfud Tak Hormati Vonis Bos Indosurya
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut memberi tanggapannya terkait vonis Surya Darmadi alias Apeng yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi yang disebut-sebut menjadi yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Kali ini, Mahfud mengapresiasi putusan hakim yang menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap bos Grup Duta Palma tersebut. Selain vonis kurungan, hakim juga menjatuhkan hukuman berupa ganti rugi sekitar Rp 42 triliun.
Angka tersebut merupakan tuntutan ganti rugi atas kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun. Kemudian, tuntutan ganti rugi perekonomian akibat tindak tanduk perusahaan Apeng selama beroperasi yang nilainya mencapai Rp 39,7 triliun.
Menurut Mahfud, itu hukum yang setimpal. "Hakim bisa memahami dan menghayati apa kebutuhan negara kita dalam penegakan hukum," kata Mahfud, dikutip Kamis (2/3/2023).
Bahkan, menurut Mahfud, vonis ganti rugi hingga Rp 39,7 triliun itu merupakan sesuatu yang jarang diterima pengadilan. Sekarang, pengadilan setuju.
"Saya sangat hormat dgn putusan hakim kali ini. Saya pernah mengatakan putusan hakim itu mengikat, tidak bisa dihindari. Tapi, tidak semua (putusan hakim) bisa dihormati," jelas Mahfud.
Komentar tersebut merujuk pada vonis yang justru 'membebaskan' bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Untuk vonis kasus ini, Mahfud kecewa. "Kami perlu menyatakan kecewa dengan Indosurya," tegas Mahfud.
Padahal, kasus Indosurya sudah nyata merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Indosurya juga memiliki dosa lain selama beroparasi.
Indosurya menyediakan kegiatan perbankan. "Padahal, bukan (perbankan), imbuh Mahfud.
Yang tak kalah membuat miris, Indosurya memanfaatkan dana nasabah untuk sekuritasnya.
Dengan adanya deretan kasus tersebut, alih-alih dihukum berat, pengadilan justru dikatakan onslag atau dikatakan bukan tindak pidana.
"Kami sudah memperdebatkan lama dan kami sangat menyangkan keputusan pengadilan. Dan untuk kasasi, dalam seminggu ke depan kami akan lakukan bedah kasus atau eksaminasi dengan melibatkan beberapa perguruan tinggi beserta penjelasan yuridis dari Kemenkop, Kejagung dan polisi.
(RCI/dhf)