Pembelaan Henry Surya Setelah Indosurya Disorot Mahfud-Jokowi

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
20 February 2023 07:18
Susilo Ari Wibowo selaku penasehat hukum Henry Surya meluruskan bahwa 23 perusahaan itu bukan cangkang, melainkan perusahaan yang terafiliasi dengan KSP Indosurya.
Foto: Susilo Ari Wibowo selaku penasehat hukum Henry Surya meluruskan bahwa 23 perusahaan itu bukan cangkang, melainkan perusahaan yang terafiliasi dengan KSP Indosurya. (CNBC Indonesia/Zefanya Aprilia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilik koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya, akhirnya buka suara terkait kasus yang menimpa koperasinya. Ia membantah semua kabar yang beredar adalah tidak tepat.

Seperti diketahui, kasus Indosurya menyita perhatian publik. Gaduh koperasi ini bahkan sampai mendapat perhatian langsung dari Menko Polhukam Mahfud MD hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mahfud meminta pihak kepolisian untuk kembali membuka kasus Indosurya setelah sebelumnya pemilik koperasi ini divonis lepas oleh pengadilan lantaran dinilai kasus tersebut adalah perdata bukan pidana.

Sementara, Jokowi meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengintensifkan pengawasan di industri jasa keuangan supaya kasus Indosurya dan skandal jasa keuangan lainnya tidak terulang.

Lantas, bagaimana pembelaan Henry Surya?

Bantah Jumlah Kerugian Rp106 T

Henry menjelaskan bahwa jumlah kerugian anggota tidak sebesar Rp106 triliun. "Biarpun sudah keluar [dari tahanan] tetap kita harus mau bertanggung jawab kepada anggota-anggota KSP Indosurya yang sekitar 6000. Dan angkanya, mungkin saya mau jelaskan sedikit harusnya sudah dijelaskan oleh Kemenkop, Kepolisian, angka kerugian itu Rp16 triliun," ujar Henry pada konferensi pers di Grha Surya, Jumat (17/2/2023).

Kuasa hukum Henry, Susilo Ari Wibowo pun mengatakan bahwa jumlah Rp 16 triliun sendiri berdasarkan hasil audit forensik. "Bukan angka yang diada-ada. Jadi kalau muncul Rp 106 triliun berkembang ke mana-mana, angka ini sudah disebut di persidangan, ada juga Rp 240 triliun. Tapi sebenarnya Rp 16 triliun," paparnya.

Bantah Jumlah Korban 23 Ribu

Henry juga mengatakan jumlah anggota yang mengalami kerugian tidak mencapai 23.000. Angka 23.000 ini disebabkan karena banyak data anggota yang tidak valid.

"Mengenai Rp 106 triliun dan 23.000 anggota tidak benar, karena banyak dobel-dobel. Misalnya satu orang dianggap dua, karena ada nama istri atau nama anak," papar Henry.

Sementara, Kuasa hukum Indosurya Soesilo Aribowo mengungkapkan saat ini gagal bayar Rp 16 triliun. "Bukan Rp 106 triliun, sesuai yang sudah disidangkan Rp 16 triliun. Jumlah anggota juga bukan 23 ribu, tapi 6.000-an sesuai yang terdaftar di PKPU," kata dia dalam konferensi pers di Grha Surya, Jumat (17/2/2023).

Angka Rp 16 triliun merupakan hasil audit forensik. "Bukan angka yang diada-ada. Jadi kalau muncul Rp 106 triliun berkembang ke manapmana, angka ini sudah disebut di persidangan, ada juga Rp 240 triliun, tapi sebenarnya Rp 16 triliun," ujar dia.

Ranah Pidana

Menurut Susilo, sejak awal ia memandang kasus ini sebagai kasus perdata. Ketika KSP Indosurya melalukan gagal bayar dan digugat pailit, Henry Surya telah mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Dengan mengajukan PKPU, Henry harus membuat rencana pembayaran. Ketika perjanjian itu sudah dilakukan, maka sudah masuk ranah perdata. Sehinggat, kata Susilo, tidak bisa diserta-mertakan gugatan pidana.

"Kalau sistem seperti ini enggak ada gunanya PKPU. Ini yang pertama kali menjadi kesalahan di kita. Dan penjelasan-penjelasan ini dalam persidangan sudah bergulir," jelas Susilo.

Susilo menegaskan bahwa proses gugatan pidana akan mengganggu proses pengembalian kerugian anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Seharusnya, jalur pidana adalah jalan tempuh terakhir dalam masalah koperasi.

"Kalau sistem seperti ini enggak ada gunanya PKPU. Ini yang pertama kali menjadi kesalahan di kita. Dan penjelasan-penjelasan ini dalam persidangan sudah bergulir," jelas Susilo.

Ia menambahkan bahwa perkara-perkara pidana pun harus masuk ke pengadilan niaga. Namun kemudian penyelidikan Bareskrim yang kemudian mengakibatkan penahanan terhadap Henry membuat proses pembayaran terhenti.

Bantah Ada 23 Perusahaan Cangkang

Susilo juga menampik adanya perusahaan cangkang yang menerima aliran dana himpunan. Ia meluruskan bahwa 23 perusahaan itu bukan cangkang, melainkan perusahaan yang terafiliasi dengan KSP Indosurya.

"Ada memang perusahaan-perusahaan yang khusus seperti perusahaan-perusahaan induk yang hanya dia miliki. Tidak ada bisnis real, tapi bisnis investasi. Mungkin tidak bisa kita sebut perusahaan cangkang," pungkasnya.

Baca: Ini Orang Kaya Korban Indosurya, Diajak Pesta Lalu 'Dirampok'
"Setahu saya mungkin 23 perusahaan ini bukan perusahaan cangkang tetapi perusahaan yg berafiliasi itu mungkin baru agak masuk di pemahaman saya," katanya.

Sementara itu, salah satu tim kuasa hukum Waldus Situmorang mengatakan bahwa soal 23 perusahaan yang menerima aliran dana ini menjadi objek TPPU. Tetapi, ditolak dalam persidangan.

"Karena wujud perusahan ada, pinjam meminjam juga terjadi, pengembalian juga terjadi. Meskipun belum sepenuhnya," pungkasnya.

Bantah Praktik Shadow Banking

Salah satu dari tim kuasa hukum, Andy Putra Kusuma membantah adanya praktik shadow banking. Ia mengatakan bahwa penghimpunan dana koperasi itu sudah sesuai dengan UU Perkoperasian.

Sedangkan shadow banking atau bank gelap itu diatur pada pasal 16 juncto pasal 46 UU Perbankan. Di mana pada pokoknya dijelaskan bahwa pihak yang mengumpulkan dana dari masyarakat harus dapat izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Tapi sebenarnya pasal 16 itu dalam UU Perbankan tidak berhenti di situ. Itu ada pengecualiannya. Itu terkecuali terhadap pihak-pihak atau lembaga-lembaga yang pengumpulan dananya diatur dalam UU lainnya. Nah koperasi ini sendiri pengumpulan dananya diatur tersendiri dalam UU Koperasi," ujar Andy.

Jadi, kata Andy, koperasi simpan pinjam boleh melakukan penghimpunan dana dari masyarakat. Ia mengatakan proses masyarakat bergabung sebagai anggota, sama halnya dengan ketika masyarakat menjadi nasabah dengan menyimpan uangnya di bank.

"Itulah sebenarnya pengumpulan dana yang dilakukan Indosurya. Tapi kalau dikatakan bahwa itu shadow banking, itu tidak benar karena pemgumpulan dana diatur dalam UU tersendiri," imbuhnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular