- Ekonomi Indonesia mulai melambat pada kuartal IV-2022
- Konsumsi dan investasi diharapkan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan tahun ini
- Pelemahan harga komoditas dan kenaikan suku bunga moneter menjadi ancaman bagi pertumbuhan tahun ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai melambat pada kuartal IV-2022 menjadi 5,01% (year on year/yoy) dari 5,73% pada kuartal III-2022.
Perlambatan ekonomi terjadi seiring menurunnya seluruh kelompok pengeluaran. Termasuk di dalamnya adalah konsumsi rumah tangga, investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB), belanja pemerintah, ekspor, dan impor.
Badan Pusat Statistik (BPS), pekan lalu, mengumumkan konsumsi rumah tangga melandai menjadi 4,48% (yoy) pada kuartal IV-2022, turun dibandingkan 5,39% pada kuartal III-2022.
Belanja pemerintah terkontraksi 4,77% (yoy). Kontraksi ini lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya (negatif 2,55%).
Investasi yang diharapkan menjadi motor penggerak pertumbuhan malah tumbuh melambat 3,33% (yoy) pada kuartal IV-2022 dari 4,98% (yoy) pada kuartal sebelumnya.
Ekspor tumbuh 14,93% (yoy) pada kuartal terakhir tahun lalu, melandai dibandingkan 19,41% (yoy) pada kuartal sebelumnya.
Impor hanya tumbuh 6,25% (yoy) pada kuartal IV-2022, lebih rendah dibandingkan 25,37% (yoy) pada kuartal III-2022.
Melandainya konsumsi terutama teradi pada makanan dan minuman, selain restoran, serta transportasi dan komunikasi.
Penurunan konsumsi pada kuartal IV terbilang di luar kebiasaan mengingat ada perayaan hari besar. Secara historis, konsumsi rumah tangga mencapai puncak pada Ramadhan serta akhir tahun karena permintaan barang dan jasa melonjak selama perayaan hari besar, Natal, serta tahun baru.
Melemahnya konsumsi pada kuartal IV tahun lalu menunjukkan dampak besar kenaikan harga BBM pada awal September 2022.
Survei penjualan eceran Bank Indonesia menunjukkan penjualan suku cadang dan aksesori (yoy) sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun. Penjualan perlengkapan rumah tangga lainnya juga sudah terkontraksi selama empat bulan beruntun.
 Foto: Bank Mandiri Mandiri Sepnding Index |
Survei tersebut sejalan dengan data Mandiri Spending Index yang juga menunjukkan volume belanja masyarakat masih melandai dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Secara nilai, belanja memang masih naik karena ada harga barang yang sulit turun.
Nilai belanja pada akhir Januari 2023 ada di kisaran 131,7 atau lebih rendah dibandingkan akhir Desember 2022 yang tercatat 147,8.
Frekuensi belanja orang ada di angka 157,9 pada akhir Januari 2023, dari 176,7 pada akhir Desember 2022.
Data Bank Mandiri juga menunjukkan penjualan di department stores, supermarkets, dan restoran mulai melandai setelah akhir tahun meskipun reiatif masih stabil.
Konsumsi dan investasi diharapkan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan tahun ini setelah penyebaran kasus Covid-19 melandai drastis. Peran belanja pemerintah juga diperkirakan turun karena belanja penanganan Covid-19 akan berkurang besar.
Sementara itu, peran ekspor diperkirakan semakin turun sejalan dengan melandainya harga komoditas.
Harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sudah turun jauh dibandingkan tahun lalu.
Harga rata-rata batu bara sepanjang 2023 sudah jatuh ke kisaran US$ 292,45 per ton. Harga tersebut jauh di bawah rata-rata tahun lalu yang berada di kisaran US$ 345,4 per ton.
Rata-rata harga CPO sepanjang 2023 ada di level MYR 3.930 per ton, sementara pada tahun lalu ada di angka MYR 4.910, 36 per ton.
Harga komoditas diperkirakan akan melandai sejalan dengan melambatnya ekonomi global.
Bank Dunia dalam laporannya Global Economic Prospects edisi Januari 2023 memperkirakan perdagangan global hanya akan tumbuh 1,6% pada 2023. Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah pada 2022 yang diperkirakan mencapai 4%.
BPS akan mengumumkan data neraca perdagangan untuk Januari 2023 pada Rabu pekan ini (15/2/2023). Menarik ditunggu seberapa besar dampak perlambatan global dan pelemahan harga komoditas semakin berimbas ke laju ekspor Indonesia.
Melandainya harga komoditas tidak hanya akan berimbas pada penurunan ekspor tetapi juga jutaan pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada komoditas.
Jika konsumsi dan ekspor melambat maka pada akhirnya peran investasi bisa terus menurun. Padahal, investasi diharapkan bisa kembali tumbuh di kisaran 5-6% seperti era sebelum pandemi untuk menopang ekonomi nasional.
Investasi yang melambat pada kuartal IV-2022, terutama terjadi pada mesin dan perlengkapan serta kendaraan. Pertumbuhan investasi pada tahun ini bisa kembali terhambat, sebagai dampak kenaikan suku bunga.
Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga sebesar 225 basis points (bps) menjadi 4,75% hingga Januari 2023. Dengan kenaikan suku bunga yang tajam, permintaan kredit bisa melambat mengingat ongkos pinjaman semakin membesar.
Pertumbuhan kredit perbankan memang masih merangkak naik menjadi 11,35% (yoy) pada Desember 2022 dari 11,16% pada November 2022.
Namun, suku bunga yang terus meningkat bisa menekan kredit.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan suku bunga kredit perbankan terus merangkak naik. Per akhir Oktober 2022, suku bunga kredit korporasi sudah mencapai 8,06%, naik dibandingkan 7,90% pada Juli.
Suku bunga kredit ritel sudah naik menjadi 9,06% dari 8,95% pada Juli. Suku bunga dasar kredit mikro naik menjadi 10,50% pada akhir Oktober 2022 dari 10,46% pada Juli 2022.
Bank Indonesia akan mengumumkan kebijakan moneter mereka pada Kamis pekan ini (16/2/2023). Ekspektasi pasar sejauh ini memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]