Macro Insight

Bye Covid, Sanggupkah Konsumsi Jadi Penggerak Ekonomi RI?

maesaroh, CNBC Indonesia
06 February 2023 17:05
Harga Cabai Di Pasar Kebayoran Lama (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Harga Cabai Di Pasar Kebayoran Lama (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

* Konsumsi rumah tangga diharapkan menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi pada 2023 tetapi pertumbuhannya malah melandai pada kuartal terakhir

* Inflasi menjadi kunci penting dalam menjaga daya beli sekaligus konsumsi masyarakat

* Konsumsi rumah tangga yang tinggi akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham consumer goods, otomotif, hingga properti

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah dua tahun bergantung pada belanja pemerintah dan ekspor, Konsumsi rumah tangga diharapkan akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Namun, melandainya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2022 bisa menjadi sinyal bahaya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2022 mencapai 5,01% (year on year/yoy). Pertumbuhan tersebut menjadi yang terendah sejak kuartal III-2021

Konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2022 tumbuh 4,48% (yoy), jauh lebih kecil dibandingkan kuartal II-2022 (5,515) dan kuartal III-2022 (5,39%).

Dari enam kategori pengeluaran konsumsi rumah tangga, penurunan terbesar terjadi pada pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya.

Pengeluaran masyarakat untuk kesehatan dan pendidikan juga turun. Begitu pula, kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi.

Secara historis, konsumsi masyarakat pada pra-pandemi tumbuh di kisaran 5% dan menyumbang sekitar 53-56% Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, laju pertumbuhannya anjlok akibat pandemi Covid-19. Pembatasan mobilitas yang ketat membuat konsumsi rumah tangga loyo. Belanja pemerintah mengambil alih sebagai motor penggerak ekonomi pada tahun pertama pandemi Covid-19 pada 2020.

Belanja pemerintah melalui beragam bantuan sosial (bansos) pun kemudian menjadi penopang daya beli bagi banyak masyarakat.

Konsumsi rumah tangga terkontraksi pada kuartal II-2020 hingga kuartal I-2021. Pada 2020 di mana ekonomi terkontraksi 2,07%, konsumsi rumah tangga juga terkontraksi sebesar 2,63%.

Sebaliknya, belanja pemerintah pada 2020 tumbuh 1,96% dan menjadi satu-satunya kelompok pengeluaran yang tumbuh pada tahun tersebut. 

Pada 2021, ekonomi Indonesia sudah tumbuh 3,69% sementara konsumsi rumah tangga juga sudah tumbuh 2,02% .

Pada 2022, ekonomi Indonesia tumbuh 5,31% sementara konsumsi rumah tangga tumbuh 4,93%. Artinya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sudah mulai sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa kali menyatakan jika konsumsi rumah tangga akan dikembalikan sebagai motor penggerak ekonomi tahun ini. Untuk mencapai tujuan tersebut, pergerakan inflasi akan dijaga.

Lonjakan inflasi akan mengikis pendapatan sehingga sangat menentukan kemampuan daya beli. Inflasi pada 2022 menembus 5,51% atau yang menjadi tertinggi sejak 2014. Lonjakan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga BBM subsidi serta bahan pangan.

Untuk menjaga inflasi, pemerintah diharapkan bisa menyelesaikan gangguan distribusi bahan pangan yang selama ini menjadi persoalan besar dalam mengelola inflasi. Terlebih, pada periode-periode penting menjelang hari besar seperti Ramadhan, Lebaran, atau Natal.

Sejumlah langkah antisipasi juga harus dilakukan untuk mencegah terulangnya persoalan pada tahun lalu, yakni kelangkaan barang serta perubahan cuaca yang ekstrim.

Sebagai catatan, harga minyak goreng dan cabai rawit merah melonjak karena menipisnya pasokan. Sebagai dampak kenaikan harga pangan, inflasi kelompok volatile yang didominasi kelompok pangan  melesat hingga 11,47% pada Juni 2022 atau tertinggi sejak Januari 2014.

Inflasi tahun ini memang diperkirakan tidak akan setinggi pada 2022 dan diharapkan menopang daya beli. Namun, dampak kenaikan suku bunga sejak 2023 hingga penurunan harga komoditas bisa menekan konsumsi rumah tangga.

Sejumlah indikator ekonomi bahkan menunjukkan penjualan eceran atau penurunan daya beli sejak kuartal III-2022.

Merujuk data Bank Indonesia, indeks penjualan riil tumbuh (yoy) sebesar 3,7% pada Oktober, sebesar 1,3% pada November, dan 0,04% pada Desember. Rata-rata pertumbuhan tahunan hanya mencapai 1,68% pada kuartal IV-2022. Angka ini anjlok dibandingkan pada kuartal IV-2021 yang tercatat 10,4%.  

Satu faktor penopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini adalah melandainya kasus Covid-19. Bila pertumbuhan ekonomi 2020, 2021, dan 2022 masih ada pembatasan aktivitas akibat Covid, maka kekhawatiran serupa diperkirakan tidak terjadi pada tahun ini.

Kebijakan Covid-19 hampir seluruhnya sudah dilonggarkan, baik terkait perjalanan ataupun aktivitas sehari-hari. 

Kondisi ini sangat  menguntungkan dari sisi pergerakan ekonomi. Dengan aktivitas ekonomi yang semakin kencang maka laju ekonomi diharapkan semakin cepat.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi tentu saja diharapkan bagi emiten consumer goods, seperti PT Unilever Indonesia, PT Mayora Indah, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, hingga PT Wing Surya.

Permintaan kendaraan serta hunian juga diharapkan naik sejalan dengan meningkatnya daya beli dan konsumsi. Kondisi ini akan menguntungkan banyak emiten mulai dari PT Astra International, PT  Adira Dinamika Multi Finance, PT Alam Sutera Realty hingga PT Bukit Sentul.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular