
Bye Covid, Sanggupkah Konsumsi Jadi Penggerak Ekonomi RI?

Lonjakan inflasi akan mengikis pendapatan sehingga sangat menentukan kemampuan daya beli. Inflasi pada 2022 menembus 5,51% atau yang menjadi tertinggi sejak 2014. Lonjakan inflasi disebabkan oleh kenaikan harga BBM subsidi serta bahan pangan.
Untuk menjaga inflasi, pemerintah diharapkan bisa menyelesaikan gangguan distribusi bahan pangan yang selama ini menjadi persoalan besar dalam mengelola inflasi. Terlebih, pada periode-periode penting menjelang hari besar seperti Ramadhan, Lebaran, atau Natal.
Sejumlah langkah antisipasi juga harus dilakukan untuk mencegah terulangnya persoalan pada tahun lalu, yakni kelangkaan barang serta perubahan cuaca yang ekstrim.
Sebagai catatan, harga minyak goreng dan cabai rawit merah melonjak karena menipisnya pasokan. Sebagai dampak kenaikan harga pangan, inflasi kelompok volatile yang didominasi kelompok pangan melesat hingga 11,47% pada Juni 2022 atau tertinggi sejak Januari 2014.
Inflasi tahun ini memang diperkirakan tidak akan setinggi pada 2022 dan diharapkan menopang daya beli. Namun, dampak kenaikan suku bunga sejak 2023 hingga penurunan harga komoditas bisa menekan konsumsi rumah tangga.
Sejumlah indikator ekonomi bahkan menunjukkan penjualan eceran atau penurunan daya beli sejak kuartal III-2022.
Merujuk data Bank Indonesia, indeks penjualan riil tumbuh (yoy) sebesar 3,7% pada Oktober, sebesar 1,3% pada November, dan 0,04% pada Desember. Rata-rata pertumbuhan tahunan hanya mencapai 1,68% pada kuartal IV-2022. Angka ini anjlok dibandingkan pada kuartal IV-2021 yang tercatat 10,4%.
Satu faktor penopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun ini adalah melandainya kasus Covid-19. Bila pertumbuhan ekonomi 2020, 2021, dan 2022 masih ada pembatasan aktivitas akibat Covid, maka kekhawatiran serupa diperkirakan tidak terjadi pada tahun ini.
Kebijakan Covid-19 hampir seluruhnya sudah dilonggarkan, baik terkait perjalanan ataupun aktivitas sehari-hari.
Kondisi ini sangat menguntungkan dari sisi pergerakan ekonomi. Dengan aktivitas ekonomi yang semakin kencang maka laju ekonomi diharapkan semakin cepat.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi tentu saja diharapkan bagi emiten consumer goods, seperti PT Unilever Indonesia, PT Mayora Indah, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, hingga PT Wing Surya.
Permintaan kendaraan serta hunian juga diharapkan naik sejalan dengan meningkatnya daya beli dan konsumsi. Kondisi ini akan menguntungkan banyak emiten mulai dari PT Astra International, PT Adira Dinamika Multi Finance, PT Alam Sutera Realty hingga PT Bukit Sentul.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]