Big Stories 2022

Lapor Pak Jokowi! CPO RI Direcoki, Rp 93 Triliun Bisa Hilang

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
29 December 2022 07:40
Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harta Karun RI 'Dikeroyok' Dunia
Foto: Infografis/ Perang Rusia Vs Ukraina Bikin Harta Karun RI 'Dikeroyok' Dunia/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Kombinasi larangan ekspor produk terkait deforestasi dari Uni Eropa dan aksi India yang akan mengurangi kebutuhan impornya terhadap minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), meningkatkan potensi kerugian bagi Tanah Air.

Tak tanggung-tanggung, Indonesia berpeluang akan kehilangan nyaris Rp 93 triliun per tahunnya. Senilai Rp 48,4 triliun berpeluang akan hilang dari pangsa pasar di India dan Rp 44,5 triliun dari Uni Eropa.

Seperti diketahui, komoditas minyak kelapa sawit masih menjadi primadona ekspor Indonesia. Bahkan, Indonesia diuntungkan dengan adanya kenaikan harga komoditas global, seiring dengan terhambatnya rantai pasok dunia akibat perang Rusia dan Ukraina pada tahun ini.

Bak tertimpa 'durian runtuh' neraca perdagangan RI pun sukses surplus hingga 31 bulan beruntun.

Namun, tampaknya Indonesia harus berhati-hati. Pasalnya, kedua negara importir CPO Indonesia berencana untuk mengurangi ketergantunganya terhadap CPO Indonesia.

Melansir Reuters, India berencana akan mengurangi impor minyak sawit mentah secara signifikan dengan membuka lahan sekitar 2 juta hektar dalam 4 tahun ke depan di Telangana.

Jika target tersebut tercapai, maka wilayah Telangana diperkirakan akan bisa memproduksi CPO hingga 4 juta ton per tahun dalam 7 sampai 8 tahun ke depan.

"Dalam 4 tahun ke depan, sebagian besar perkebunan sawit akan selesai, dan dalam 7 - 8 tahun Telangana akan mampu memproduksi 4 juta ton minyak sawit," kata L Venkatram Reddy, Direktur Hortikultura pemerintah negara bagian Telangana, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (3/8/2022).

India merupakan importir terbesar CPO dunia. India mengkonsumsi sekitar 24 juta ton minyak nabati setiap tahun, di mana sekitar 10,5 juta ton kebutuhan dipenuhi melalui produksi dalam negeri sedangkan 13,5 juta ton sisanya diimpor.

Dari nilai impor, sekitar 8-8,5 juta ton adalah minyak sawit dan 45% di antaranya berasal dari Indonesia dan sisanya dari negara tetangga Malaysia.

Bahkan, berdasarkan data UN Comtrade dan Reuters, India merupakan importir utama CPO Indonesia, dengan porsi impor mencapai 21,3% dari total impor CPO pada tahun 2016-2020.

CPO

Hingga tahun ini, India masih merupakan negara importir terbesar CPO Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-September 2022, Indonesia telah mengekspor CPO terbesar ke India sebanyak 3.088.050.138 kg dan setara dengan US$ 3,66 miliar atau Rp 57 triliun (asumsi kurs Rp 15.590/US$).

Nilai tersebut meroket 30,05% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021. Sementara, di sepanjang tahun 2021, India tercatat telah mengimpor sebanyak 3 juta ton CPO Indonesia senilai US$ 3,28 miliar atau setara dengan Rp 48,4 triliun.

Jika India dapat memproduksi CPO tambahan dalam negeri, tentunya akan menurunkan permintaan pada CPO Indonesia.

Akibatnya akan menurunkan pendapatan ekspor RI dan neraca perdagangan pun akan terkikis. Produsen CPO dalam negeri juga akan terkena dampaknya, jika tidak mendapat pasar yang baru maka penjualannya bisa menurun drastis.

Berdasarkan data tersebut, jika India menyetop impor CPO dari Indonesia, maka Indonesia berpotensi akan kehilangan sekitar Rp 48,4 triliun per tahunnya.

Seperti yang diwartakan Reuters, pada Selasa (6/12) waktu setempat, Uni Eropa (UE) telah menyetujui undang-undang untuk melarang perusahaan menjual kopi, daging sapi, kedelai, cokelat, karet, dan beberapa turunan minyak sawit yang terkait dengan deforestasi ke pasar Uni Eropa.

Undang-undang akan mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas yang menunjukkan bahwa rantai pasokan mereka tidak berkontribusi pada perusakan hutan sebelum mereka menjual barang ke UE - atau mereka dapat menghadapi denda yang besar.

"Saya berharap peraturan inovatif ini akan memberikan dorongan bagi perlindungan hutan di seluruh dunia dan menginspirasi negara-negara lain di COP15," tutur Juru Runding Utama Parlemen Eropa, Christophe Hansen dikutip Reuters.

Setelah undang-undang tersebut resmi berlaku, maka produsen dan pedagang memiliki waktu 18 bulan untuk mematuhi peraturan tersebut. Di mana perusahaan yang lebih kecil akan memiliki waktu 24 bulan untuk beradaptasi. Namun, jika perusahaan tidak mematuhi aturan tersebut dapat dikenakan denda hingga 4% dari omset perusahaan di negara anggota Uni Eropa.

Perusahaan harus secara khusus membuktikan produk mereka tidak melakukan deforestasi setelah Desember 2020.

Dengan diberlakukannya undang-undang terkait pelarangan impor produk terkait deforestasi tentu akan berimbas terhadap negara yang memiliki angka pembabatan hutan tinggi.

Pasalnya, Uni Eropa terdiri dari 27 negara, bahkan Jerman, Perancis, Italia dan Belanda termasuk di dalamnya. Beberapa negara tersebut juga memiliki perekonomian yang cukup besar di dunia.

Melansir World Resources Institute dan Global Forest Review, pada 2002 hingga 2020, Indonesia masuk ke dalam jajaran empat negara dengan angka pembabatan hutan tropis terbesar di dunia. Indonesia menduduki urutan kedua, setelah Brazil dengan angka pembabatan hutan tropis mencapai 9,7 juta hektar.

BBC

Dengan begitu, RI berpotensi merugi sebab permintaan akan CPO di 27 negara tersebut berpeluang menurun, bahkan diberhentikan ekspornya jika para pelaku industri tidak memiliki sertifikat bebas deforestasi.

Pada 2021, Indonesia mengimpor CPO sebesar 44,6% dari total impor Uni Eropa senilai US$ 6,4 miliar, yang berarti senilai US$ 2,85 miliar atau setara dengan Rp 44,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.620/US$). Dengan begitu, Indonesia berpotensi kehilangan pemasukan sekitar Rp 44,5 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular