Internasional

5 Negara Bakal Jadi 'The Next China', Ada RI?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
27 December 2022 19:49
A girl runs through a mustard field hoisting the National flag. Manikganj, Bangladesh. February 5, 2008. (Photo by: Majority World/Universal Images Group via Getty Images)
Foto: Bangladesh (Photo by: Majority World/Universal Images Group via Getty Images)

Jakarta, CNBC IndonesiaChina selama ini menjadi pusat manufaktur global. Banyak perusahaan dunia membuka pusat produksinya di Negeri Tirai Bambu karena biaya yang efisien.

Namun, pasca penguncian Covid-19, posisi China mulai digeser. Beberapa perusahaan pun mulai memindahkan beberapa tempat produksinya di luar Negeri Tirai Bambu.

"Covid tentu saja memberikan peluang penataan kembali rantai pasokan," ujar Direktur Riset Forrester, Ashutosh Sharma.

Lalu, negara mana sajakah yang potensial bagi perusahaan-perusahaan tersebut? Berikut daftar negara yang menjadi pusat manufaktur baru pengganti China seperti dikutip Insider, Selasa (27/12/2022).

1. India

Dengan tanahnya yang luas dan populasi muda yang besar, India adalah alternatif alami dari China sebagai pabrik dunia. Apalagi, populasi India akan melampaui China untuk menjadi negara terpadat di dunia pada tahun 2023.

Raksasa teknologi Apple, misalnya, telah memindahkan sebagian produksi iPhone-nya ke negara bagian Tamil Nadu dan Karnataka di India. Dan kini, sedang menjajaki pemindahan manufaktur iPad-nya ke negara Asia Selatan juga.

Analis JP Morgan memperkirakan Apple akan memindahkan 5% dari produksi iPhone 14-nya ke India pada akhir tahun 2022. Pada 2025, iPhone "Made In India" akan mencapai 25%.

"India memiliki kumpulan tenaga kerja yang besar, sejarah manufaktur yang panjang, dan dukungan pemerintah untuk meningkatkan industri dan ekspor. Karena itu, banyak yang mengeksplorasi apakah manufaktur India adalah alternatif yang layak untuk China," kata CEO platform manajemen risiko rantai pasokan Everstream, Julie Gerdeman.

Namun, pemindahan ini juga menuai tantangan. Ini sebagian diakibatkan karena birokrasi, birokrasi, dan banyak pemangku kepentingan yang memperpanjang pengambilan keputusan.

2. Vietnam

Vietnam telah mengalami reformasi ekonomi yang pesat sejak tahun 1986. Menurut Bank Dunia, reformasi itu telah membuahkan hasil, mendorong Vietnam dari "salah satu negara termiskin di dunia menjadi ekonomi berpenghasilan menengah dalam satu generasi".

Pada tahun 2021, Vietnam menarik lebih dari US$ 31,15 miliar (Rp 500 triliun) komitmen investasi asing langsung. Sekitar 60% dari investasi masuk ke sektor manufaktur dan pengolahan.

Kekuatan utama Vietnam adalah dalam pembuatan pakaian jadi, alas kaki, dan peralatan elektronik dan listrik. Selain dari India, raksasa teknologi Apple telah memindahkan beberapa manufaktur iPhone ke Vietnam dan juga berencana untuk memindahkan beberapa produksi MacBook ke negara Asia Tenggara tersebut.

Perusahaan lain yang telah mengalihkan beberapa lini produksinya dari China ke Vietnam adalah Nike dan Adidas. Ada juga raksasa Korea Selatan (Korsel), Samsung.

3. Thailand

Thailand telah meningkatkan nilai tambah barang di manufaktur. Negeri Gajah Putih ini juga merupakan pusat produksi suku cadang mobil, kendaraan, dan elektronik.

Raksasa elektronik Sony pada 2019 menutup pabrik ponsel pintarnya di Beijing pada 2019 untuk memotong biaya dan memindahkan sebagian produksi ke Thailand. Sharp mengatakan pada tahun yang sama memindahkan sebagian produksi printernya ke Thailand karena perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.

Bukan hanya perusahaan internasional. Bahkan perusahaan yang berbasis di China telah merelokasi bagian dari rantai pasokan mereka ke Thailand.

"Perusahaan yang memproduksi panel surya seperti JinkoSolar yang berbasis di Shanghai memindahkan produksinya ke negara Asia Tenggara untuk memanfaatkan biaya yang lebih rendah, dan menghindari ketegangan geopolitik," South China Morning Post (SCMP) melaporkan pada Juli 2022.

"Mendirikan pabrik manufaktur di luar negeri tidak datang dari (mengejar) peluang, itu lebih merupakan strategi untuk menghadapi tantangan untuk mendapatkan akses pasar," kata Presiden Canadian Solar, Zhuang Yan.

4. Bangladesh

Bangladesh telah menjadi bintang baru di sektor manufaktur garmen. Kebangkitan negara ini menjadi pesat karena kenaikan biaya tenaga kerja di China sebelum masa kepresidenan Trump.

Diketahui, gaji bulanan rata-rata seorang pekerja di Bangladesh adalah US$ 120 (Rp 1,87 juta) atau seperlima dari yang diterima pekerja di China. Ini membuat Negeri Bangla itu menjadi pengekspor garmen terbesar kedua dunia.

"Selain itu, kenaikan biaya material mendorong perusahaan pakaian untuk mencari tujuan alternatif seperti Bangladesh di mana harga produksi relatif rendah," kata pemilik pabrik pakaian Bangladesh Denim Expert, Mostafiz Uddin.

Saat ini, Dhaka sedang bekerja untuk menarik investasi di luar sektor garmen. Negara itu menargetkan dapat menarik banyak investasi ke sektor lain termasuk pengolahan farmasi dan pertanian.

5. Malaysia

Malaysia telah mengincar peluang dari pergeseran manufaktur keluar dari China selama beberapa tahun terakhir. Diketahui, Negeri Jiran telah menarik setidaknya 32 proyek yang telah dipindahkan dari China.

Sebelum pandemi, Malaysia telah mengalami peningkatan investasi di bidang teknologi. Ini karena biaya tenaga kerja yang rendah dan ketegangan perdagangan AS-China.

Kesepakatan besar yang diterima Malaysia baru-baru ini adalah investasi 1,5 miliar ringgit (Rp 5,3 triliun) oleh raksasa chip AS Micron selama lima tahun mulai dari 2018. Jabil, sebuah perusahaan AS yang membuat sampul iPhone, juga telah memperluas operasinya di Malaysia.

"Kami tahu cukup banyak yang telah menyatakan niat mereka untuk beralih dari China dan kami telah melibatkan mereka. Satu-satunya hal adalah waktu," kata CEO Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia, Azman Mahmud, kepada outlet media Malaysia Reserve.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kalah dari RI, Ekonomi Thailand 'Hanya' Tumbuh 4,5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular